Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Sabtu, 21 Juli 2012

JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA – PART ENDING

PART 21 = SEEKOR KUPU-KUPU KUNING DI SEKUNTUM ANGGREK UNGU


 

Gerimis menyapa Jakarta di Sabtu sore itu. Acha berdiri di depan jendela kamarnya, menatap dedaunan yang perlahan terangguk oleh buliran halus hujan. Acha membuka jendela, menghirup udara sedalam-dalamnya sambil menutup mata, menikmati wangi tanah basah.

Sambil tersenyum, Acha menghembuskan nafasnya kembali sambil membuka matanya.

Saat dia membuka mata, Acha jadi lupa bernafas.

Emm.. Inget sih, tapi serasa ga bernafas.

Beberapa meter di bawah jendela kamar Acha, Ozy melambai padanya sambil tersenyum lebar di depan pintu gerbang.

Acha terpana.

Biasanya, Acha selalu mencari pelangi setiap kali hujan reda. Tapi kali ini hujan tak perlu memberikan pelangi. Senyuman Ozy jauh lebih indah daripada jutaan warna pelangi.

Dari jendela kamarnya, Acha bisa melihat Ozy yang sekarang sedang membuka pintu gerbang. Acha meloncat dari tepi jendela. Berlari menuju pintu kamar. Tapi belum sampai di pintu kamar, Acha berhenti, berbalik dan menuju meja riasnya. Terburu-buru Acha mengambil sisir dan berusaha merapikan rambut sebisanya. Mengikat rambut ikalnya menjadi sebuah buntut kuda. Acha menarik selembar pita ungu dan mengikatkannya di buntut kudanya. Pita rambut yang sama dengan yang pernah dipuji Ozy dulu.

"Achaaa… Ada temenmu tuuhhh…" terdengar seruan Mama sayup-sayup.

Acha mengeluh dalam hati. Sumpah mati dia tidak pernah suka dengan lagu dangdut, tapi sekali ini dia betul-betul menghayati selarik lagu dangdut, lima menit lagiiii….

"Iya Maaa…" Acha meletakkan tangan kanan di dadanya, berusaha meredam detakan yang semakin berlomba. Setelah beberapa kali menarik nafas dan menghembuskannya kembali, Acha melangkah menuju pintu. Menuruni tangga. Melalui ruang tengah, terus menuju ruang tamu. Dalam setiap langkahnya, kakinya terasa semakin lemas. Acha pun melewati pintu depan.

Ozy yang tengah berdiri memandangi gerimis menoleh, dan tersenyum.

Sekarang bukan cuma kaki Acha yang terasa lemas. Seluruh tubuhnya serasa terbuat dari karet.

"Halo Cha…!"

Acha mencoba tersenyum. Dia bertanya-tanya dalam hati, cukup maniskah senyumnya di mata Ozy?

"Sekali ini aku ga minta masuk deh… Tapi boleh duduk ga?"

Acha menunduk malu mendengar pertanyaan Ozy, "Sorry soal kemaren Zy…"

Ozy tertawa kecil, "Gapapa lagi Cha… Eh, tapi ngomong-ngomong, boleh duduk ga nih?"

Acha mengangguk.

Ozy duduk di salah satu kursi, Acha juga ikut duduk. Ozy melepaskan ransel kuningnya merogoh ke dalam ransel itu dan menarik sesuatu keluar.

Ozy menyerahkan sebuah kantong kertas berwarna kuning pada Acha.

Acha membuka kantong kertas itu, mengeluarkan isinya satu persatu, dan menderetkannya di atas meja.

Ada sebuah CD Hijau Daun, sekaleng minuman dingin, dan sehelai pita rambut berwarna ungu.

Acha memandang Ozy dengan tatapan tidak mengerti.

Ozy menggaruk-garuk belakang telinganya sambil meringis., "Cha, di dalamnya ada suratnya juga. Baca dulu deh…"

Acha mengangkat alis, tapi menurut. Dia merogoh ke dalam kantong itu dan menemukan sebuah amplop berwarna ungu. Dari dalam amplop itu Acha menarik keluar selembar kertas berwarna kuning pucat. Jantung Acha berdegup kencang.

Acha mulai membaca.

Sebuah CD, yang pernah berada di genggaman seorang gadis manis

Sekaleng minuman, yang pernah kutempelkan di keningnya

Sehelai pita ungu, yang dengan cantik menghias rambutnya.

Bidadari itu bukan hanya cerita, bukan sekedar khayalan

Dan salah satunya sedang membaca tulisan ini…


 

Acha mengangkat wajahnya kembali. Di kursi di sebelahnya, Ozy nampak semakin salah tingkah.

"Aneh ya Cha?"

Acha berusaha menahan senyum…

"Yah… Ga romantis ya Cha?" Ozy semakin keliatan kikuk.

Acha tertawa kecil sambil menutupi mulutnya dengan kertas berisikan puisi yang sungguh tidak jelas itu.

Ozy ikut tertawa, walaupun tawanya terdengar gugup.

"Kak Iyel aja ngakak waktu aku kasih liat itu ke dia…" kata Ozy.

"Kamu kasih liat ini ke Kak Iyel?" tanya Acha, melambaikan kertas itu.

Ozy mengangguk, "Dia bilang isi puisi itu NGACO. Kak Ify malah lebih parah lagi komentarnya…"

Acha tertawa geli, "Emang Kak Ify bilang apa?"

"Dia bilang, kalau dia yang ditembak pake surat itu, dia ga bakal jadi naksir aku kalo tau kadar romantismenya aku lebih menyedihkan daripada Mr. Bean…"

Acha semakin geli, "Kak Ify bilang gitu? Dia ga bakal jadi naksir kamu? Emang Kak Ify naksir kamu?", Acha menggoda.

Ozy mengacak-acak sendiri bagian belakang kepalanya, "Ya enggak sih…", dan sedetik kemudian langsung menyambung kalimatnya.

"Kalau kamu, naksir sama aku ga Cha?".

Acha terdiam. Tak menyangka. Dia membuang pandangan dari wajah Ozy dengan wajah yang terasa membara.

Ozy merutuk dalam hati begitu melihat Acha berpaling dengan wajah yang memerah. Seharusnya tidak seperti ini! Seharusnya semuanya berlangsung romantis! Ozy menyesali diri dalam hati, kenapa dia tidak sempat berpikir terlebih dahulu sebelum mengucapkan kalimat terakhir? Surat itu juga ternyata benar-benar bencana. Seharusnya dia menerima tawaran Kak Iyel untuk menuliskan surat yang lebih layak. Bukannya sok-sokan nulis sendiri.

Ozy menoleh ke arah Acha yang masih menunduk. Memandangi pipi Acha yang merona. Dan tiba-tiba saja Ozy tidak bisa menahan dirinya.

"Aku suka sama kamu Cha…", Ozy menarik nafas, dan memanfaatkan waktu selama keberaniannya masih tersisa.

"Aku suka pipi kamu yang memerah seperti itu. Aku suka poni kamu yang sering ketiup angin. Aku suka mata kamu yang bulat, apalagi kalo kamu lagi mengangkat alis. Aku suka rambut ikal kamu yang sering dibuntut kuda. Aku suka pita-pita ungu yang menghias buntut kuda itu. Aku suka mendengar suara tawa kamu…"

Ozy berhenti sesaat. Dia sungguh menyesal, duh, kenapa tidak hal-hal itu saja yang dituliskannya di suratnya???

Masih tetap memandang Acha, Ozy menyambung lagi.

"Aku suka semua tentang kamu Cha. Semuanya…"

"Tuhan, jangan biarkan aku pingsan dulu…" pikir Acha dalam hati. Benarkah semua yang dia dengar itu?

Acha mengangkat wajahnya, menoleh ke sisi kanannya, dimana Ozy masih lekat menatap wajahnya.

"Kamu mau ga jadi pacar aku?", Ozy berharap suaranya tidak terdengar gemetar.

Ini pasti mimpi, pikir Acha. Pasti. Ga mungkin seorang malaikat tiba-tiba terbang turun dari langit dan meminta Acha menjadi pacarnya. Tapi Acha tidak ingin ini sekedar mimpi. Jangan. Semoga ini bukan mimpi. Tapi ini mimpi bukan sih? Kayaknya mimpi. Karena seperti dalam mimpi, Acha merasa tidak mampu memikirkan apapun. Dia tidak bisa memikirkan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Ozy tadi. Ozy masih terus menatap Acha. Setengah mati Ozy tidak mengerti. Kenapa Acha tidak menjawab? Kok malah diam saja sih? Apa pertanyaannya tadi terlalu sulit ya? Kan tinggal bilang 'iya' atau 'tidak'. Pilihannya cuma dua kata itu kan? Ozy merasa tersiksa dengan keheningan ini. Aduh, apa pilihan katanya tadi kurang romantis ya?

Acha mengalihkan pandangan, lurus ke depan. Gerimis sudah reda. Sisa-sisa titik gerimis tadi terlihat berkilau ditimpa cahaya matahari sore. Seekor kupu-kupu kuning terbang melayang, dan hinggap di sekuntum anggrek berwarna ungu.

"Zy…"

"Ya Cha?" Ozy merasa tegang. Menyiapkan diri mendengar jawabannya.

"Ada kupu-kupu…" Acha menunjuk ke arah kupu-kupu kuning itu, yang dengan tenang membuka-tutup sayapnya di anggrek yang sedang dihinggapinya.

Ozy menggaruk belakang telinganya kembali, kebiasaan yang tanpa sadar selalu dia lakukan kalau sedang gugup. Atau kebingungan. Seperti yang Ozy rasakan saat ini. Yaaaahhhhh…. Kok kupu-kupu sih? Kan Acha tadi belum menjawab pertanyaannya. Ozy saja yang agak-agak telmi, atau memang kata-kata Acha tadi ga nyambung dengan pertanyaan Ozy sebelumnya ya? Tapi toh, Ozy memandang ke arah yang ditunjuk Acha. Ke arah seekor kupu-kupu kuning yang hinggap di sekuntum anggrek ungu.

"Iya… Kupu-kupu…" Ozy tersenyum kecil melihat pemandangan itu.

"Sayapnya bagus ya?" suara Acha terdengar kembali.

Ozy mengangguk.

Acha menyambung lagi, dengan suara yang setengah menerawang, "Sayapnya bagus, kayak sayap bidadari…"

"Iya, kayak sayap bidadari…" sahut Ozy, masih memandang kupu-kupu dengan sayap kuning yang cantik itu.

"Mengingatkan aku pada keinginan aku sekarang…", Acha menoleh ke arah Ozy.

Ozy balas menatap Acha.

"Apa?"

Acha diam sesaat. Menatap wajah Ozy. Lalu menjawab dengan diiringi seulas senyum tipis.

"Menjadi bidadari kamu satu-satunya…", selesai kalimat itu terlontar, Acha langsung menunduk.

Ozy bukan tipe orang yang suka membaca novel-novel romantis. Tapi sumpah, bagi Ozy, jawaban Acha tadi pantes banget dapat penghargaan sastra. Karena kalimat tadi mampu mengubah dunia di mata Ozy, menjadi jauh lebih indah. Langit senja jadi terasa begitu berwarna, berkilau, seperti bintang yang ada di kedua mata Acha.

Ozy mengubah posisi duduknya jadi menghadap Acha. Kedua lengannya tegak di atas meja yang menjadi pembatas kursi mereka. Dagunya disangga kedua telapak tangannya. Dengan senyum berseri-seri Ozy memandangi wajah Acha. Bidadarinya.

"Jadi aku diterima nih Cha?"

Acha menoleh memandang Ozy, mengangguk malu-malu.

"Kalo gitu…" Ozy menggantung pertanyaannya.

Acha menatap Ozy dengan pandangan bertanya.

"Aku boleh minta minum ga? Haus Cha… Gugup tau ga sih habis nembak kamu!"

Acha ternganga sesaat, lalu meledakkan tawanya.

Ozy ikut tertawa, dan mengacak-acak puncak kepala Acha.

Acha merasa dibawa terbang ke langit oleh seorang malaikat. Malaikat dengan senyuman yang melukis bintang di langit malam.

Dan kini, senyuman malaikat itu adalah milik sang bidadari…


 


 

ENDING !!! AAAAAHHHHH

THANKYOU VERYMUCH BUAT KAK AMI YANG TELAH MENGIZINKAN SAYA REPOST CERITA INI.

NEXT... CERBUNG SIVIEL! DIJAMIN KEREN DEH.

TERUS KUNJUNGI BLOG GUE YAAAA! SEE

Tidak ada komentar: