Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Selasa, 24 Juli 2012

GUE DIANTARA MEREKA – PART 4


 

Tanpa membuang waktu, Gabriel sudah dalam posisi yang siap untuk menonjok Cakka, namun satu suara menghentikan niatnya itu.,

"Gabriel,.!!!" Terdengar suara dari arah belakang Gabriel,

Gabriel kini masih dalam posisi tangan kiri mencekal kerah seragam Cakka dan tangan kanannya kini mengepal tepat berada di depan wajah Cakka. Nafasnya memburu seiring detak jantungnya yang tak beraturan karena emosi.

"Gabriel kamu ini apa-apaan sih.,???kerjaan kamu cuma buat onar aja, ga ngerti kamu sama surat peringatan yang sekolah kasih ke kamu kemaren.,???" Ujar seseorang itu yang ternyata Pak Duta, Kepala Sekolah dari SMA dimana tempat Gabriel sekolah.

Gabriel akhirnya melepaskan genggaman tangannya. Namun emosi yang memuncak masih terpancar dari sorot mata Gabriel.

"Kamu ikut saya ke kantor." Perintah Pak Duta kepada Gabriel

Cakka tersenyum sinis penuh dengan kemenangan. Sedangkan Gabriel masih dengan mata menatap tajam kearah Cakka kini mengikuti langkah Pak Duta menuju ruangan kepala sekolah.

***

Ruangan itu tidak terlalu luas, tidak terlalu banyak barang juga disana. Hanya terlihat satu meja kerja dengan beberapa tumpuk buku diatasnya. Satu set sofa sebagai tempat menerima tamu, satu buah lemari kaca yang penuh oleh piala-piala yang menggambarkan banyaknya prestasi yang telah diraih oleh SMA itu, dan satu buah lemari susun berisi berkas-berkas penting dari SMA tersebut.

Terlihat Gabriel duduk berhadapan dengan Pak Duta di meja kerjanya, suasana di ruangan itu terasa begitu penuh ketegangan.

"Apa yang terjadi tadi betul-betul ga bisa di tolerir lagi Gabriel, apalagi kamu sudah dapat surat peringatan kemarin, kamu tau kan konsekuensinya apabila kamu melakukan kesalahan lagi." Ujar Pak Duta membuka pembicaraan.

Gabriel tak bersuara sedikitpun. Tak ada sedikitpun rasa takut atau rasa penyesalan di pikirannya Gabriel. Gabriel hanya duduk tegak dengan pandangan mengarah tepat kearah mata dari kepala sekolahnya itu. Kedua tangannya kini bersembunyi dalam saku tangannya.

"Gabriel kamu denger ga sih apa yang saya bilang barusan.,???" Kembali Pak Duta bertanya kepada Gabriel, karena pertanyaannya tadi sama sekali tak ditanggapi oleh Gabriel.

"Saya ga salah Pak." Hanya kalimat pendek itu yang akhirnya keluar juga dari mulutnya Gabriel.

"Kamu pikir saya percaya kata-kata kamu," Ujar Pak Duta

"Terserah bapak mau percaya atau tidak, yang jelas saya ga salah" Gabriel tetap dengan keyakinannya.

"Oke kalo kamu bilang kamu ga salah, namun dalam hal ini bukan masalah tadi saja yang ingin saya sampaikan." Kata Kepala Sekolah itu tegas.

"Saya dengar kamu juga sering merokok di lingkungan sekolah, kamu tau kan itu hal yang paling dilarang di SMA ini."

Untuk hal ini Gabriel betul-betul tidak bisa menyangkalnya.

Tepat pada saat itu terdengar suara ketukan di pintu ruangan Kepsek itu.

"Masuk.," Kata Pak Duta, mempersilahkan seseorang yang mengetuk pintu tadi untuk masuk. Terlihat wajah manis seorang gadis dengan lesung pipitnya berdiri di ambang pintu ruangan Kepsek itu.

"Sivia, ada perlu apa.,???" Tanya Pak Duta

Gabriel yang mendengar nama Sivia disebut spontan membalikan posisi badannya yang memang membelakangi pintu.

"Permisi pak, boleh saya masuk.,???" Tanya Sivia dengan sopan, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sikap Gabriel yang semaunya.

Setelah Pak Duta memperbolehkannya masuk, Sivia akhirnya mendekati meja Pak Duta dengan sekilas melirik kearah Gabriel.

"Maaf Pak kalau saya lancang, maaf juga kalau saya ikut campur dengan urusan bapak dengan Gabriel, tapi disini saya mau bilang kalau Gabriel memang ga salah Pak.," Terang Sivia.

Gabriel yang mendengar perkataan Sivia itu kini mengalihkan pandangannya kearah Sivia, namun Sivia yang merasakan tatapan itu tetap mengarahkan pandangannya kearah Pak Duta.

"Apa dasar kamu mengatakan hal itu Via.,???" Tanya Pak Duta

"Karena pada saat kejadian saya berada di tempat itu Pak, dan kalau bapak mau menegur seseorang harusnya bapak menegur Cakka, soalnya tadi dia yang mulai semuanya Pak." Terang Sivia panjang lebar.

"Begitu ceritanya, tadi juga Gabriel sudah bilang kalau dirinya tidak bersalah." Kata Pak Duta

"Berarti bapak tidak akan memberikan sanksi sama Gabriel kan Pak.,???" Tanya Sivia lagi. Gabriel sendiri yang sedang di bela Sivia acuh tak acuh, dia sama sekali tak peduli dengan apa yang akan terjadi padanya nanti.

Pak Duta menggelengkan kepalanya.

"Maksud bapak.,???"

"Saya masih harus memberikan Gabriel sanksi untuk masalah lain.," Terang Pak Duta

"Apa Pak.,???"

"Gabriel terkena sanksi skors tiga hari karena dia merokok di lingkungan sekolah. Masih mau membela untuk hal ini Via.,???"

Untuk hal yang satu ini Sivia sama sekali tak bisa berkutik. Tak ada satu katapun yang bisa menyangkal untuk hal ini. Sivia hanya bisa menelan ludahnya sendiri.

"Ga ada kan Via, itu artinya mulai hari ini Gabriel terkena skors tiga hari. Persoalan selesai, kalian boleh meninggalkan ruangan ini sekarang." Ujar Pak Duta tegas.

Gabriel langsung bangkit dari duduknya, dan langsung meninggalkan ruangan itu tanpa mempedulikan Via yang mati-matian membela dirinya.

"Saya permisi pak.," Kata Sivia pamit, kemudian meninggalkan ruangan itu juga.

Tiba di kelasnya, Gabriel langsung merapikan beberapa bukunya yang berantakan di meja, memasukan kedalam tasnya, dan pergi meninggalkan kelasnya.

Di koridor depan kelasnya, Gabriel berpapasan dengan Sivia yang baru kembali dari ruangan Kepsek tadi.

"Gw ga butuh lu bela tadi, jangan jadi sok pahlawan deh." Ujar Gabriel kepada Sivia dengan bernada sinis.

"Gw ga bela lu kok, gw cuma bilang apa yang benar, gw cuma menerangkan apa yang gw liat, gw bakal ngelakuin hal yang sama meskipun bukan elu yang ada di posisi tadi." Terang Sivia tegas.

Gabriel yang mendengar ucapan Sivia tadi hanya menoleh sekilas kearah Sivia, dan melanjutkan langkah kakinya kearah gerbang keluar.

"Sebenernya gw emank belain elu kok Yel.," Ujar Sivia dalam hatinya.

Sivia tak melepaskan pandangannya dari punggung Gabriel yang kini berjalan membelakanginya. Sedikit demi sedikit tubuh Gabriel pun hilang dari penglihatannya.

Sivia tak mengerti dengan perasaannya sendiri. Kepeduliannya terhadap Gabriel sudah tidak masuk akal, sudah tidak wajar. Dia memang merasakan sesuatu yang lain di hatinya terhadap Gabriel.

"Gw ga bisa biarin Iyel menghadapi ini sendirian, gw harus ketemu sama Iyel." Tekad Sivia dalam hatinya.

***

Kabar di SMA itu selalu cepat tersiar ke seluruh penjuru sekolah. Tak terkecuali kabar tentang skorsing Gabriel. Dan kabar ini pun telah terdengar oleh Rio, yang notabene salah satu guru di SMA tersebut dan tak lain adalah kakak Gabriel juga.

Kini Rio telah duduk di meja ruangan Kepala Sekolah, dimana kurang lebih tiga puluh menit yang lalu Gabriel duduk di tempat yang sama dan berbicara dengan orang yang sama.

"Saya tahu kamu menghadap saya mau bicara soal Gabriel kan.,???" Tanya Pak Duta

"Betul sekali pak, saya dengar bapak memberikan skors kepada Gabriel, saya mohon pak tolong tarik kembali sanksi yang bapak beri." Pinta Rio

"Maaf Pak Rio, untuk kali ini saya tidak bisa lagi memberikan kelonggaran untuk adik bapak tersebut."

"Saya mohon pak, saya yakin kok Gabriel tidak ada niat untuk memukul Cakka." Bela Rio lagi

"Saya memberikan skors bukan untuk masalah itu pak Rio.,"

"Maksud bapak.,???"

"Saya memberikan sanksi karena dia merokok di lingkungan sekolah. Dan bapak tahu sendiri kan itu hal yang paling tidak bisa di tolerir di sekolah ini"

"Tapi pak saya mohon Pak, saya akan akan berusaha mengubah sikap Gabriel yang seenaknya itu. tolong Pak sekali lagi saya mohon beri Gabriel kesempatan." Ujar Rio dengan betul-betul memohon kepada atasannya di sekolah itu.

"Sekali lagi saya mohon maaf Pak Rio, tapi keputusan itu sudah saya ambil. Dan menurut saya itu keputusan yang paling tepat."

"Kalo boleh saya menyarankan, dalam masalah ini sepertinya bapak tidak perlu berbicara dan memohon kepada saya, tapi orang yang harus bapak ajak bicara adalah Gabriel. Karena menurut saya inti dari setiap permasalahan Gabriel ada di dalam diri Gabriel sendiri, dan mungkin anda sebagai kakaknya akan lebih mengerti hal itu." terang Pak Duta.

Rio menghela nafas panjang. Dia merasa begitu bersalah karena tidak bisa membela adiknya sendiri. Dalam hal ini Rio tahu benar Gabriel yang salah, tapi dia merasa bertanggung jawab atas sikap Gabriel yang menjadi seperti sekarang.

"Maafin gw Yel, kali ini gw ga bisa bikin apa-apa buat nolong lu." Batin Rio

"Ya udah Pak kalau begitu saya permisi." Pamit Rio

Langkah Rio terlihat begitu tidak bersemangat pada saat keluar dari ruangan Kepsek itu. langkahnya terhenti saat namanya di panggil oleh seseorang.

"Pak Rio.,"

Rio menoleh kearah suara itu.

"Maaf pak, saya Sivia teman sekelas Gabriel."

"Ada apa ya.,???"

"Saya boleh minta alamat rumah bapak, saya mau ketemu sama Gabriel." Ujar Sivia ragu-ragu

"Ada apa kamu mau ketemu sama Gabriel, setau saya dia paling tidak suka kalau teman-temannya datang kerumah."

"Saya tau pak, tapi sebagai teman Gabriel saya mau bantu dia selama masa skorsingnya biar dia tetep bisa ngikutin pelajaran pak." Terang Sivia.

Rio sedikit heran dengan sikap Sivia tersebut, selama ini tak pernah ada seorang pun yang begitu peduli terhadap adiknya itu.

"Saya ga tau kalau adik saya ternyata punya teman yang begitu peduli terhadapnya. Padahal saya yakin dia pasti bersikap buruk sama kamu kan.???"

"Iya sih pak, tapi ga ada salahnya kan kalo kita saling membantu. Saya yakin kok pak sebetulnya Gabriel itu baik sama seperti bapak." Jawab Sivia

Mendengar hal ini Rio hanya bisa tersenyum, ia yakin dalam hatinya kalau Sivia memiliki perasaan khusus terhadap Gabriel.

"Gabriel beruntung punya teman sebaik kamu Sivia." Kata Rio, kemudian dia menyebutkan sebuah alamat dimana Gabriel dan dirinya tinggal selama ini.

"Terima kasih banyak pak." Jawab Sivia dengan nada yang begitu menggambarkan kegembiraan.

"Saya permisi pak." Pamit Sivia setelah mendapatkan apa yang dia minta dari Rio.

"Via.," Panggil Rio kepada salah satu muridnya itu.

Sivia kembali menengok kearah Rio yang masih berdiri beberapa langkah dari Sivia.

"Saya percaya sama kamu.," Ujar Rio seraya mengangkatkan ibu jarinya kearah Sivia. Sivia pun membalas dengan melakukan hal yang sama.

***

Sivia baru saja turun dari metromininya. Kini dia berada di depan sebuah jalan yang akan membawanya kearah rumah Gabriel. Sivia melangkahkan kakinya dengan begitu optimis.

"Gw bakal buktiin ke elu Yel, kalo ada seseorang yang peduli sama lu." Batin Sivia.

Sivia sempat bertanya kepada beberapa orang yang ditemuinya dijalan. Setelah beberapa lama Sivia mencari alamat yang di berikan oleh gurunya tadi dia belum juga menemukan rumah yang dimaksud. Sampai akhirnya dia bertemu dengan gadis manis yang sebaya dengannya. Sedang duduk di teras rumahnya yang sederhana.

"Maaf permisi mau tanya, kalo Jln. Manggis No. 23 sebelah mana ya .,???" Tanya Sivia dengan nada suara begitu sopan.

Namun gadis yang ditanya tadi malah mengernyitkan keningnya dan bertanya kepada dirinya sendiri.

"Mau apa cewe ini nyari rumah Iyel.,???"


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

Tidak ada komentar: