Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Minggu, 29 Juli 2012

GUE DIANTARA MEREKA – PART 9


 

Pertanyaan Sivia itu dijawab dengan jawaban yang tidak pernah disangka ataupun dibayangkan oleh Sivia.

Gabriel menjawabnya dengan senyum kecil di bibirnya

Sesaat kemudian Gabriel kembali berjalan menuju gerbang sekolahnya, tanpa memperdulikan Sivia yang masih berdiri dengan perasaan tak percayanya.

***

Sivia tak sedikitpun bergeming dari tempatnya berdiri, dia mengucek-ngucek matanya masih tak percaya dengan baru saja yang dia lihat dengan mata kepalanya.

"Iyel senyum.,???" Gumam Sivia

"Ya Tuhan mudah-mudahan ga terjadi hujan badai hari ini gara-gara Iyel senyum" Gumamnya lagi.

"Tapi apa iya tadi Iyel senyum, apa cuma perasaan gw doank ya, apa gw cuma mimpi ya.,???"

Seketika itu Sivia menengok ke kiri dan ke kanan mencari orang yang berada paling dekat dengan dirinya. Dan matanya kini tertuju pada sebuah warung rokok yang berada di ujung halte itu, yang kebetulan Sivia sudah kenal dengan penjual warung tersebut. Sivia berjalan menuju warung itu.

"Bang, abang" Panggil Sivia kepada penjual warung itu

"Kenapa neng, mau beli permen yang biasa.,???" Jawab penjual warung itu

"Bukan bang, tapi mau minta tolong" Jawab Sivia

"Minta tolong apa.,???"

"Tolong cubit tangan aku nih bang" Sivia menjulurkan tangannya ke penjual warung itu

"Maksud neng ini apa.,???" Si penjual itu mengeryitkan keningnya tak mengerti dengan permintaan Sivia.

"Akh pokonya abang cubit aja, neh cepetan, ntar aku kesiangan lagi"

Tanpa diperintah untuk kedua kalinya abang penjual itu langsung mencubit lengan Sivia.

"Adaaaawww.," Teriak Sivia

"Si abang nyubitnya kenceng banget sih, sakit tauuu"

"Yah tadi kan si enengnya yang minta di cubit"

"Ga pa pa deh bang, ma kasih ya" Jawab Sivia yang kemudian meninggalkan warung rokok itu dan berjalan menuju sekolahnya.

"Ternyata gw ga mmpi, Iyel bener-bener senyum tadi" Sivia berjalan dengan senyum terkembang dibibirnya.

Sivia sampai di kelasnya, dia menaruh tasnya, duduk di bangkunya dan kemudian mengarahkan pandangannya ke barisan paling belakang deretan bangku di baris sebelahnya. Terlihat Gabriel disana. Gabriel yang tidak sadar kalo Sivia sedang memperhatikan dirinya, karena dia terlalu sibuk memilah-milah lagu di Ipodnya, Gabriel yang kembali dengan raut wajah kakunya, tak pernah terbayang oleh Sivia kalo wajah itu telah membentuk senyuman paling manis tadi.

***

Teeeeetttt.,.,

Bel istirahat seperti biasa terdengar begitu memekakan telinga. Puluhan siswa-siswi berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Sebagian besar mereka langsung menyerbu pojok sekolah dimana kantin berada. Sebagian lagi ada yang menyerbu toilet karena menahan panggilan alam selama jam pelajaran berlangsung, ada juga yang langsung bergosip kesana-kemari, namun ada juga beberapa orang siswa yang memutuskan tetap berada dikelas.

Gabriel seperti biasa tak ada satupun aktivitas lain yang dilakukannya selain menuju halaman belakang sekolahnya. Dia berjalan begitu santai, melewati meja Sivia yang masih terlihat duduk di mejanya, seakan-akan tak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Semuanya tetap sama, tak ada tegur sapa, tak ada interaksi, bahkan tak ada sedikit pun tatapan dingin Gabriel untuk Sivia saat itu. namun Sivia mengerti hal itu, dia tahu tidak mungkin untuk Gabriel secara tiba-tiba mempertontonkan kedekatannya dengan Sivia.

Sivia masih menatap Gabriel, meskipun yang ada dalam penglihatannya kini hanyalah bagian punggung Gabriel.

"Via, lu ke kantin ga.,???" Tanya Angel teman sebangkunya.

"Lu duluan aja deh, gw nanti nyusul aja." Jawab Sivia

"Ya udah, gw duluan ya"

Sesaat setelah Angel pergi, Rio menghampiri Sivia.

"Via" Panggil Rio

"Eh Pak Rio, kenapa Pak.,???"

"Ma kasih ya Via" Ujar Rio

"Ma kasih buat apa Pak.,??" Tanya Via

"Karena kamu sedikit demi sedikit udah bisa merubah Iyel"

"Aku bukan merubah Iyel kok Pak, aku cuma bantu dia buat jadi diri dia sebenernya"

"Ya pokoknya apapun itu, Bapak tetep ucapin ma kasih"

"Tapi bapak ga keberatan kan kalo aku sering maen kerumah bapak???"

"Sama sekali engga kok Via" Ujar Rio ke salah satu anak didiknya itu. tepat pada saat itu terdengar ribut-ribut dari luar kelasnya Sivia, dan hal itu membuat Rio dan Sivia keluar untuk mencari tau apa yang sedang terjadi.

***

Terlihat segerombolan siswa-siswi ditengah lapangan basket siang itu. Mereka sedang mengelilingi dua orang murid laki-laki yang selama ini paling tidak pernah akur di SMA itu. Mereka meyakini bakal terjadi perkelahian besar siang itu.

"Ternyata yang di skorsing udah sekolah lagi nih.,???gimana, enak kan tinggal dirumah.,???kenapa harus balik ke sekolah sih,udah tenang-tenang sekolah ga ada lu" Terang Cakka kepada Gabriel dengan nada menyindir.

Gabriel masih diam saja, tanpa ekspresi apa-apa di wajahnya.

"Lu tau ga sih, kesian banget sih abang lu punya ade kaya lu yang bisanya cuma malu-maluin dia doank" Ujar Cakka lagi.

Mendengar abangnya di sebut, emosi Gabriel mulai tersulut, kedua tangan yang berada di samping badannya kini sudah mengepal menandakan emosi yang sudah berada pada puncaknya, nafasnya tersengagal-senggal tak beraturan, dadanya naik turun serasi dengan tarikan nafasnya, kedua matanya kini menatap tajam penuh kemarahan. Tepat pada saat itu, ujung matanya melihat sekelebat gadis yang saat itu ikut mengerumuni dirinya dan Cakka.

"Kenapa, lu mau marah, lu mau nonjok gw lagi, lu mau kena skorsing lagi" Sindir cakka lagi, namun entah kenapa kata-kata Cakka ini sama sekali tidak tercerna oleh pendengarannya Gabriel. Di telinga Gabriel malah terngiang-ngiang apa yang di ucapkan Sivia tadi pagi,

"Lu kan sebel banget sama gw Yel, jadi kalo lu lagi emosi, lu inget gw aja, jadi emosi lu beralih ke gw, abis itu lu boleh cari gw, lu boleh keluarin semua unek-unek lu ke gw, dan gw bakal diem aja sampe lu merasa puas"

Dan sesaat itu juga, emosinya mulai mereda, kepalan tangannya kini melemah, nafasnya mulai beraturan kembali, dan mata yang penuh kemarahan itu kini telah berubah dengan mata yang lebih teduh dari biasanya. Yang tertinggal kini hanya senyum sinis yang dia tujukan untuk Cakka,

"Terserah LO mo ngomong apa, gw ga PEDULI" Ucap Gabriel seraya pergi meninggalkan kerumunan siswa-siswi yang tampak sedikit kecewa karena adegan perkelahian yang sudah mereka bayangkan sama sekali tidak terjadi.

"Cakka.,!!!" Panggil salah satu orang guru

"Ternyata selama ini kamu yang selalu cari gara-gara, ikut kamu ke kantor"

Cakka yang masih tertegun dengan tindakan Gabriel itu hanya bisa mengikuti langkah gurunya menuju ruang kepala sekolah. Sedangkan Sivia, senyum puas terkembang di bibir manisnya.

***

Sivia yang mengetahui kalau Gabriel pasti ada dibelakang sekolah saat itu langsung melangkahkan kakinya menuju ke tempat yang sama. Dan perkiraannya tidak meleset sama sekali. Terlihat Gabriel disana, duduk manis di bangku tembok kesayangannya, namun bedanya tanpa rokok di bibirnya.

"Iyel" Panggil Sivia

Gabriel menengok sekilas.

"Gw bangga sama lu hari ini, seneng deh ternyata lu inget juga kata-kata gw" Ujar Sivia dengan tawa kecil dibibirnya.

"Jangan seneng dulu lo," Ucap Gabriel dengan nada jutek seperti biasanya,

Tawa Sivia langsung berhenti saat itu juga.

"Ada satu lagi yang belom gw lakuin sesuai saran lu" Kata Gabriel

Sivia mengingat-ngingat setiap kata yang diucapkannya kepada Gabriel, sampai akhirnya dia ingat akan kalimat terakhirnya.

"Abis itu lu boleh cari gw, lu boleh keluarin semua unek-unek lu ke gw, dan gw bakal diem aja sampe lu merasa puas"

"Jadi sekarang lu mau marah-marahin gw???" Tanya Sivia dengan muka cemberut.

Gabriel kini berbicara dengan menatap wajah Sivia.

"Lu kan bilang, abis itu gw boleh nemuin lu, keluarin unek-unek gw, dan lu bakal diem aja. Iya kan.,???" Tanya Gabriel. Sivia hanya mengangguk.

"Trus sekarang kenapa lu yang nyari gw, trus kenapa malah lu yang ngomong ini-itu,"

"Iya yah" Jawab sivia cengengesan

"Yah udah sekarang lu diem" Ujar gabriel.

Sivia pun diam, namun Gabriel sama sekali tidak mengeluarkan unek-uneknya, dia lebih memilih menikmati suasana hening yang terbentuk antara dirinya dan Sivia sampai akhirnya bel tanda masuk berbunyi.

***

Sepulang sekolah Gabriel langsung mengunci diri dikamarnya. Tanpa melepaskan baju seragamnya, dia langsung merogoh-rogoh isi tasnya, dimana dia memasukan secarik kertas pemberian Sivia di sekolah tadi.

Setelah menemukan kertas yang sudah mulai lecek itu, Gabriel membuka lipatannya dan membaca isinya.


 

Dear Gabriel,

Yel, kita sama-sama hidup dibawah matahari, bulan dan bintang, dan semuanya bercahaya. Gw cuma mau bilang disaat lu terpuruk, terjebak dan merasa sendirian, please lu inget gw, karena gw bakal ada buat lu, bukan cuma buat nemenin lu, tapi gw bakal jadi salah satu cahaya buat hidup lu, bantu lu keluar dari masalah lu, bantu lu biar senyum yang selama ini ga pernah lu kenal bisa jadi akrab sama bibir lu.

Gw tau gw ga berarti apa-apa buat lu, buat hati lu, buat hidup lu, tapi gw mohon kasih gw kesempatan buat bikin lu berarti buat gw, buat hati gw dan buat hidup gw.

Jadi gw mohon Yel, tolong biarin gw jadi salah satu cahaya yang paling terang di hidup lu di antara bulan, bintang dan matahari.

Kalo lu kasih kesempatan gw buat itu, tolong temuin gw di belakang sekolah tempat lu biasanya sendirian. Gw bakal ada disana nunggu lu.


 

Gabriel hanya bisa terdiam, otaknya berpikir keras apa yang harus dia lakukan pada saat itu. dia kembali menatap lembar kertas itu, pikirannya kembali teringat pada semua hal yang telah Sivia perbuat untuk dirinya. Hatinya tak bisa menyangkal kalau Sivia lambat laun telah mengisi hari-harinya, telah mengisi bagian kosong dari hatinya. Dan seketika itu juga, masih dengan seragam sekolahnya Gabriel langsung berlari menuju ke tempat dimana Sivia menunggunya saat itu.

Namun tepat pada saat Gabriel keluar dari halaman rumahnya, dia melihat Agni berdiri lesu di hadapannya dengan air mata di pipinya dan ucapan lirih dari bibirnya.

"Yel, ibu Yel., nyokap gw meninggal" Ucap Agni lemas.

Gabriel sekarang benar-benar dalam kebimbangan yang luar biasa, dia tak mau mengecewakan Sivia, namun dia juga tak mungkin meninggalkan Agni yang sedang sangat membutuhkan seseorang disampingnya,

Di lain tempat Sivia sedang duduk dengan gusar di tempat dia berjanji dengan Gabriel, sekali sekali matanya melihat ke jam tangannya, sudah hampir satu jam dia menunggu, namun belum terlihat sedikit pun tanda-tanda Gabriel akan datang ke tempat itu, namun Sivia tetap menunggu.


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

Tidak ada komentar: