Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Rabu, 18 Juli 2012

JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA – PART 14

PART 14 = OZY MENGAKU..


 

"Masuk aja…" Gabriel menyahut dari dalam kamar saat Ozy mengetuk pintu kamarnya. Ozy membuka pintu perlahan.


 

"Kak Iyel… Sibuk ga?", Ozy masih berdiri di pintu kamar.

Gabriel memutar kepalanya ke arah Ozy, kemudian meletakkan pulpen yang tadi dipegangnya ke sebelah agenda hijau yang sebelumnya sedang dia tulisi.


 

"Nggak juga sih…"


 

"Itu apa Kak? PR?" tanya Ozy menunjuk ke arah kertas yang ada di hadapan Gabriel sambil berjalan menuju tempat tidur Gabriel untuk duduk disana.


 

"Oh, bukan. Biasa. Urusan OSIS." Gabriel bergegas melipat kertas itu menjadi dua, menyelipkannya ke dalam agenda hijaunya, dan memasukkannya ke dalam laci.


 

"Mau curhat apa?" kata Gabriel langsung, menatap Ozy.


 

"Ye. Nuduh. Siapa tau gua kesini cuma mau pinjem tip-ex doang…" sahut Ozy sambil bersandar di dinding.

Gabriel mengangkat kedua kakinya naik ke kursi dan memeluk kedua lututnya.


 

"Zy, suka ga suka, gua udah jadi kakak lo sepanjang umur lo. Lo pikir gua ga bisa baca ekspresi muka elo?"


 

"Enggak Kak. Kan ga ada tulisannya…"

Pulpen di atas meja Gabriel tadi langsung melayang ke kepala Ozy.

Ozy tertawa, tapi dengan segera menegakkan punggungnya kembali. Ozy meraih guling di sebelahnya dan memeluknya.


 

"Kak…"


 

"Dik…"


 

"Dih… Bikin ilfil, tau ga sih?"


 

"Lagian elo juga Zy, mau curhat aja belibet banget."


 

"Kemaren waktu Kak Iyel nembak Kak Ify, gimana Kak?"

Gabriel membelalak, kemudiang mengerutkan keningnya. Perkembangan baru banget nih. Belum pernah Ozy menanyakan hal semacam ini sebelumnya.


 

"Lo mau nembak cewek Zy?"

Ozy menggaruk-garuk belakang telinganya. Ekspresi wajahnya sungguh tidak jelas, setengah tersenyum, setengah meringis. Gabriel tertawa…


 

"Yaaaa… Rencananya sih gitu Kak…" sahut Ozy sambil membuang pandangan dari wajah Gabriel.


 

"Siapa? Aren ya?"

Ozy menatap Gabriel heran. "Aren yang mana?"


 

"Yang anak kelas X-3 itu lhoo… Temen sekelasnya Ray."


 

"Kok Aren sih Kak?"


 

"Habis… Kayaknya dia demen banget nonton elo maen. Kalo dia sama temen-temennya pada neriakin nama elo, dia tuh yang paling nyaring. Lengkap pake acara loncat-loncat di tempat pula."

Ozy memiringkan kepalanya ke kiri sambil mengerutkan kening. Aren? Cewek yang mana sih itu? Pikir Ozy dalam hati.


 

"Jadi bukan Aren nih Zy?"


 

"Lha, gua aja ga inget Aren itu yang mana, gimana mau nembak dia?"


 

"Sama Aren aja Zy. Gua yakin, kalo lo nembak dia, dia pasti langsung menerima, bahkan sebelum lo sempet menyelesaikan prosesi penembakan itu…" ujar Gabriel yakin.


 

"Ngarang banget sih lo…"


 

"Terus, kalo bukan sama Aren, sama siapa dong Zy?" Gabriel semakin penasaran.

Ozy menghela nafas. "Tapi lo ga usah cerita ke siapa-siapa ya Kak…" sahut Ozy sambil menatap Gabriel dengan pandangan memohon.

Gabriel tersenyum. Menenangkan hati Ozy. Maka Ozy pun mulai bercerita. Mulai dari kisah CD Hijau Daun, episode bersama sekaleng minuman dingin, sampai dengan betapa Ozy sempat nyaris menyerah karena menyangka harus bersaing dengan Obiet. Gabriel mendengarkan dengan tekun, sesekali mengangguk-anggukkan kepala, sesekali tertawa kecil.


 

"Jadi gitu Kak…" Ozy mengakhiri ceritanya.


 

"Pantesan aja lo beberapa minggu ini jadi aneh aja… Debo aja sampe bela-belain dateng ke gua, nanyain ada apa dengan elo…"

Ozy meringis. Dua kali sesi latihan terakhir memang dijalaninya dengan hancur-hancuran.


 

"Lo mau gua comblangin Zy? Biar gua ngomong sama Rio, atau sama Acha langsung".

Ozy menggeleng. "Ntar kalo ada apa-apa, resikonya persahabatan elo sama Kak Rio…"

Gabriel mengangguk, mengerti alasan Ozy, "Ya udah, kalo gitu, gua ga usah ikut campur ya…"


 

"Tapi emangnya Kak Rio beneran ga ngebolehin Acha pacaran ya Kak?"

Gabriel menggeleng, "Bukannya gitu Zy. Rio memang protektif banget sama Acha, tapi itu karena dia sayang banget sama Acha. Dia cuma ga mau ngeliat Acha disakitin. Dia pernah bilang, dia ga bakal rela kalo sampe adeknya diduain cowok. Makanya dia selektif banget sama cowok yang berusaha ngedeketin adeknya itu.". Ozy manggut-manggut…


 

"Tapi kalo ngeliat catatan hidup elo di sekolah yang bersih dari gosip taksir-menaksir… kayaknya Rio ga keberatan kok…" sambung Gabriel.

Ozy tersenyum sumringah…


 

"KAYAKNYA lho ya Zy ya… KAYAKNYA…"


 

"Kak, kalo ngasih semangat yang konsisten dong Kak… Ga jelas nih, niatnya mau ngasih semangat atau malah bikin down…" Ozy dengan kesal melemparkan guling yang tadi dia peluk.

Gabriel tertawa, "Zy, lo kan mesti siap dengan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi…". Tak lama, Gabriel menghentikan tawanya, dan berkata, "Tapi, lo tau kan, kalo gua akan tetap mendukung elo, apapun yang terjadi?".

Ozy tersenyum kembali. "Thanks…", ucapnya pendek. Gabriel mengangguk sambil balas tersenyum. Ozy lalu bangkit, dan mulai melangkah keluar. Begitu sampai di depan pintu, Gabriel memanggilnya kembali.


 

"Zy!"

Ozy berbalik.


 

"Terus, gimana dengan Sivia Zy?" tanya Gabriel dengan nada serius. Wajahnya terlihat prihatin. Ozy menghela nafas.


 

"Lo mesti jujur Zy. Terutama sama perasaan elo sendiri."

Ozy mengangguk. Menghela nafas kembali, dan berbalik menuju kamarnya.

Di kamarnya, Ozy duduk di depan meja belajarnya, membuka laci meja, dan menarik keluar selembar foto.Foto Ozy yang sedang duduk berdua di bangku taman. Berdampingan dengan Sivia, sambil tertawa.Ozy memasukkan kembali foto itu ke dalam laci, dan beranjak menuju tempat tidurnya.

Sambil berbaring, Ozy berusaha melupakan berbagai hal. Termasuk apa yang harus dia katakan pada Sivia. Tapi, tegakah dia pada Sivia? Ozy menghela nafas kembali sambil memejamkan mata. Kenapa kejujuran hati terkadang bisa begitu menyiksa?


 


 

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: