Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Jumat, 13 Juli 2012

JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA – PART 12


 

PART 12 = EKSEKUSI DOUBLE DATE


 

Sabtu sore. Sebuah mall terkenal di Jakarta terasa ramai. Di salah satu restoran dalam mal itu, dua orang cewek duduk berhadapan, tengah berbincang serius.

"Ntar kamu duduknya disana aja ya Siv," kata Gita menunjuk salah satu meja di dekat pintu, "Tapi duduknya menghadap ke arah sini. Jadi lo bisa ngeliat mereka, tapi mereka ga bisa liat elo. Lagian kan anak-anak ini satu sekolah sama elo."


 

Sivia manggut-manggut. Sambil mendengarkan penjelasan Gita, dia menyeruput Iced Caramel Cappuccino nya yang masih bersisa banyak.


 

"Gua ulang sekali lagi, kalo misalnya ternyata cowok yang namanya Rio ini ga sesuai sama selera gua, gua bakal make iket rambut gua. Jadi lo langsung keluar aja, telfon ke nomer gua, jadi gua ada alasan untuk bisa langsung pergi.", Gita berhenti sejenak untuk mengambil nafas, kemudian langsung melanjutkan, "Tapi kalo ternyata si Rio ini anaknya asik, yang gua pake bando gua. Nah, kalo gitu mah, lo bisa langsung pulang aja dan mendoakan supaya tetangga elo ini segera menanggalkan status jomblonya."


 

Sivia mengangguk kembali. Tiba-tiba, handphone Gita yang ada di atas meja berdering. Nama Ify berkelap-kelip di layar handphone.


 

Gita menatap Sivia kembali, "Mereka sudah di pintu mal. Kamu ambil posisi sekarang aja" kata Gita sambil meraih handphone.


 

Sivia menurut, dia mengangkat gelas minumannya menuju meja yang ditunjuk Gita tadi. Di belakangnya, terdengar suara Gita yang memberitahukan Ify nama tempat restoran mereka berada sekarang. Sivia duduk, kemudian tersenyum pada Gita untuk memberikan semangat. Dari jarak beberapa meja, Gita melambaikan tangan pada Sivia, dan balas tersenyum, meskipun senyumannya tampak gugup. Belum sampai sepuluh menit, Sivia sudah mendengar suara Ify yang tengah berbicara pada Gabriel sambil memasuki restoran. Di belakang mereka berdua, Rio berjalan dengan santai. Sivia mengangkat majalah yang dia bawa untuk menutupi wajahnya, berharap tidak ada dari mereka bertiga yang melihatnya. Dari balik majalah, Sivia mengamati kejadian di meja Gita. Dia memang tidak bisa mendengar apapun secara jelas, tapi dia bisa melihat bagaimana Ify memperkenalkan Gita pada Rio. Saat melihat Rio bersalaman dengan Gita, tiba-tiba saja tangan Sivia terasa lemas. Gita tersenyum sumringah, Sivia bisa melihatnya dengan jelas, karena posisi Gita memang menghadap Sivia.


 

Rio kemudian "terpaksa" duduk di sebelah Gita, karena kursi di depan Gita sudah ditempati oleh Ify dan Gabriel. Sivia menajamkan pandangannya, berusaha mengamati ekspresi Rio. Tapi sepertinya Rio tidak punya ekspresi apapun di wajahnya. Ekspresinya tetap tenang, dan cenderung tanpa senyum. Meskipun demikian, Sivia tahu, tatapan mata Rio pasti setajam biasanya. Sivia sudah berkali-kali mencuri pandang ke arah pemilik tatapan mata itu di ruang Sekre OSIS kalau ada urusan PMR yang perlu diselesaikannya disana. Atau pada saat upacara. Atau pada saat Rio bermain basket. Atau saat… Sivia menggelengkan kepalanya. Sekarang ini bukan saatnya memikirkan perasaannya. Sekarang giliran Gita.


 

Oh iya, Gita. Sivia baru ingat, dia harus mencermati kode apa yang diberikan Gita. Sivia memusatkan kembali perhatiannya pada meja yang sekarang ditempati kedua pasangan itu. Sambil mengobrol, Gita terlihat merogoh tasnya, mengeluarkan sesuatu dan mengenakannya pada rambutnya. Tanpa sadar, Sivia menahan nafas. Sebuah bando. Gita mengenakan bando merahnya. Sivia menghembuskan nafas. Itu kodenya. Sivia meletakkan daftar menu, meraih tasnya dan melangkah keluar. Langkahnya serasa diganduli 12 kilo semen.


 

Sivia berjalan terus, berulang kali berusaha menenangkan hatinya. Tapi toh, perasaan gundah tak bisa hilang semudah yang diinginkannya. Suatu pilihan terlintas di benak Sivia untuk mengurangi rasa sedihnya. Sivia menghela nafas kembali. Dia sebetulnya tidak ingin melakukan ini, tapi dia tidak tahu, harus lari kemana lagi.


 

Saat menuruni eskalator, Sivia mengeluarkan handphone dari tasnya, dan memencet sebuah nomer yang diletakkan Sivia pada speed dial pertama. Baru dua kali nada sambung, sebuah suara yang telah menemani kegundahan hati Sivia semenjak dia pindah kembali ke Indonesia menyahut.

"Halo? Siv…?"


 

"Ozy? I need you, Zy. I need you rite now…", suara lirih Sivia terdengar perlahan.


 

***


 

Rio menarik kedua ujung bibirnya ke atas, sambil berharap, semoga usahanya itu bisa terlihat seperti sebuah senyum. Cewek bernama Gita ini memang tadi diperkenalkan Ify sebagai sepupunya, tapi Rio tak melihat sedikit pun persamaan di antara mereka. Ify, seperti halnya Gabriel, cenderung berpembawaan tenang dan dewasa. Tapi si Gita ini…

Tiba-tiba Rio mengerutkan kening. Sosok yang sedang menuju pintu itu sepertinya dikenalnya.

"Kenapa Yo?", tanya Gabriel.


 

"Enggak, gua kayak liat orang yang gua kenal…" sahut Rio, tidak melepaskan pandangan dari sosok yang kini telah mencapai pintu. Gabriel dan Ify menoleh secara bersamaan ke arah yang sama dengan Rio, tapi sosok itu sudah hilang.


 

"Yang mana?" tanya Ify, berbalik menatap Rio dengan tatapan heran.


 

"Tadi, udah keburu keluar. Tapi tadi mirip sama anak kelas XI gitu deh.." kata Rio. Dalam hati Rio menambahkan "kelas XI-IPA2…".


 

Gita mendehem. Sedikit gugup. "Mirip aja kali…"


 

Rio mengangkat bahu, "Iya kali ya…".


 

Gita, Gabriel dan Ify kembali melanjutkan percakapan mereka. Rio hanya menanggapi sekali-sekali, kalau ditanya. Dalam hati, dia masih memikirkan sosok tadi. Seandainya saja tadi sosok tadi adalah benar-benar Sivia, dan seandainya saja, Sivia lah yang ada di sampingnya saat ini.


 

Suara tawa Gita memecahkan lamunan Rio. Berusaha agar tidak kentara, Rio melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Gabriel dan Ify berjanji bahwa double date ini hanya akan berlangsung selama satu jam. Dan sekarang baru 10 menit. Rio mendesah… Rio tiba-tiba merasa, limapuluh menit akan terasa berjalan dengan sangat lambat…


 

***


 


 

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: