Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Selasa, 24 Juli 2012

GUE DIANTARA MEREKA – PART 2

Dengan wajah yang menyiratkan ketidaksukaan terhadap tindakan kakaknya tersebut, Gabriel membuka surat itu.

Gabriel membuka surat itu dengan malas-malasan. Terlihat kops surat dari SMA tempat dia sekolah. Gabriel beralih ketulisan berikutnya yang tepat berada di bawah kops surat tadi. Tulisan yang tegas dengan huruf capital, dengan underlined dan dengan bold style, tertulis SURAT PERINGATAN.,

Melihat tulisan itu Gabriel sudah mengetahui maksud dari isi surat tersebut. Tanpa ekspresi di wajahnya, dengan sekali gerakan dia meremas kertas itu, menjadikannya bulatan kecil sebesar bola tenis, kemudian dengan tangan kanannya dia melemparkan kertas itu kearah jendela yang saat itu dalam keadaan terbuka.

"Lu tuh ngerti ga sih Yel maksud surat itu tuh apa.,???" tanya Rio kepada Gabriel dengan nada yang sedikit kesal melihat tingkah laku adiknya itu.

"Gw tau.,gw ngerti.,terus mau lu apa.,???" Ujar Gabriel sinis.

"Yel.,gw capek selalu begini terus.,gw selalu bela-belain lu di sekolah.,gw selalu berusaha biar lu ga di keluarin sekolah.," Terang Rio yang masih dalam posisi berdiri di ambang pintu kamar Gabriel.

"Gw ga minta lu bela kok, gw juga ga peduli kalo emang gw mo dikeluarin dari sekolah" Ucap Gabriel dengan emosi

"Gw tau lu ga peduli.,tapi gw peduli Yel.,gw peduli karena lu adek gw."

"Tapi dari dulu gw ga ngerasa kalo gw itu ade lu.,lu tuh selalu cuma jadi bayang-bayang gw, setiap yang gw lakuin pasti selalu dianggap lu lebih baik dari gw.,ga pernah sekalipun orang menganggap yang gw lakuin itu baik,selalu ada nama LOE,"

"Kenapa sih setiap gw kasih tau lu sesuatu, selalu aja balik ke persoalan itu-itu juga, gw ga pernah sekalipun berniat harus selalu lebih baik dari elu. Mereka yang nilai Yel"

"Itulah yang gw ga suka, karena mereka nilai, karena mereka selalu membandingkan, lu pikir apa yang gw rasa setiap kali ada orang yang bilang 'Liat tuh Yel abang lu.,'.,bayangin kalo lu dalam posisi gw.,selama tujuh belas tahun gw hidup selalu dengan kata-kata itu. Gw ya gw.,elu ya elu.," Ucapan Gabriel itu begitu tegas namun dengan nada yang begitu sinis.

"Sebetulnya gw ini siapa sih di keluarga ini, setiap apa-apa selalu gw yang salah, ga pernah sekalipun gw dianggap bener, terlebih sama bokap." Terang Gabriel lagi

"Udah deh Yel.,jangan bawa-bawa nama bokap disini, ini masalah sekolah lu, ini soal surat peringatan tadi. Bisa ga sih lu sekali aja dengerin omongan gw, pease Yel gw ga mau lu dikeluarin dari sekolah."

"Kenapa, karena lu yang bakal malu kalo gw dikeluarin, iya kan.,??? karena sebagai guru teladan lu malu punya ade berandalan kaya gw.,???"

"Yel.,.,.,.," Rio sedikit berteriak karena sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Namun belum sampai pertengkaran kakak beradik itu memuncak, Shilla adik mereka datang melerai pertengkaran itu.

"Abang.,!!! kenapa sih abang bedua tuh tiap hari berantem mulu, udah dong bang, kita kan sodara." Kata Shilla

"Abang ga bakal sekesel ini kalo bukan abang kesayangan kamu itu yang mulai." Rio membela dirinya sendiri, sedangkan Gabriel hanya diam dengan tatapan yang mengguratkan kebencian terhadap Rio.

"Udahlah bang,.Abang kaya ga kenal abang Iyel aja."

"Tapi Shill.,"

"Abang Rio.,Shilla kesini bukan mau ikut-ikutan berantem, tapi tuh di bawah ada kak Ify.,"

Rio yang mendengar nama kekasihnya di sebut akhirnya luluh juga. Dengan perasaan yang sedikit kesal Rio meninggalkan kamar Gabriel untuk menemui kekasihnya.

Di kamar itu kini hanya tinggal Shilla dan Gabriel. Gabriel melihat mata adik kesayangannya itu sedikit berkaca-kaca. Apabila sudah tercipta adegan seperti itu, keangkuhan Gabriel akan rontok saat itu juga.

"Kamu kenapa Shill.,???"

"Abang.,Shilla ga suka liat abang kaya gini, abang tuh baik banget sama Shilla, kenapa abang ga bisa baik juga sama orang lain.???" Tanya Shilla dengan suara yang terbata-bata akibat menahan tangisnya.

"Karena mereka juga ga baik sama abang." Jawab Gabriel singkat.

Shilla yang sangat mengenal watak dari kakaknya itu sudah tidak bisa berkata apa-apa kalau Gabriel sudah berkata seperti tadi. Dan akan sangat percuma apabila dia mencoba menyangkal kata-kata kakaknya itu.

"Udahlah kamu jangan nangis, abang ga suka liat kamu nangis." Kata Gabriel seraya meraih kemeja kotak-kotak biru yang tergeletak di tempat tidurnya.

"Abang mau kemana.,???" Tanya Shilla

"Abang suntuk dirumah.,abang mau keluar sebentar." Tanpa menunggu respon dari Shilla, Gabriel langsung meninggalkan Shilla begitu saja.

***

Di bagian lain dari rumah berlantai dua itu terlihat Rio sedang berbincang dengan kekasihnya Ify. Masih terlihat gurat kekesalan pada wajah Rio yang tirus itu. Terlihat oleh sudut matanya, Gabriel melintas menuju pintu keluar dari rumah itu.

"Cuma pergi, itu yang selalu lu lakuin kalo lu lagi kesel, lu pengecut Yel.," Kata Rio dalam hatinya.

"Kamu kenapa sih Yo???Ribut lagi sama Gabriel??" Tanya Ify

Rio menarik nafas panjang, tersirat beban yang berat dalam tarikan nafasnya itu.

"Aku ga tau apalagi yang harus aku perbuat sama Gabriel Fy, dia selalu menilai aku salah. Padahal aku cuma pengen yang terbaik buat dia Fy."

"Aku ngerti kok sayang, tapi mungkin Gabriel masih butuh waktu buat ngertiin itu."

"Tapi sampai kapan Fy, sampai aku bilang semua rahasia itu sama dia." Terlihat sedikit kesedihan di wajah Rio pada saat itu.

"Kamu yang sabar ya Yo, aku bakal selalu bantu kamu kok.,"

***

Di salah satu bagian dari perumahan itu, terdapat lapangan bola mini yang begitu sepi. Mungkin karena letaknya memang di bagian paling belakang dari perumahan itu. Terlihat Gabriel sedang duduk sendiri di bangku yang terbuat dari tembok di salah satu sisi lapangan itu. pikirannya kosong, tidak sedikit pun terlihat ekspresi di wajahnya saat itu.

"Yel.," Terdengar seseorang memanggil namanya. Gabriel mengalihkan pandangannya kearah suara tadi.

"Elu Ag.,ga gawe lu.,???" Tanya Gabriel kepada seorang gadis manis yang memanggilnya tadi. Gadis itu hanya menggeleng.

"Libur gw.," Jawab Agni, seorang gadis manis yang tomboy. Dia adalah satu satunya sahabat yang di miliki oleh Gabriel. Mereka kenal sejak kecil, mereka pun bersekolah di tempat yang sama, kecuali saat ini. Agni tidak melanjutkan SMA nya. Dia lebih memilih bekerja menjadi kasir di sebuah toko pakaian. Keadaan yang membuatnya harus memilih jalan itu. Ayahnya telah meninggal tiga tahun lalu, dan dari sejak itu ibunya mulai sakit-sakitan. Oleh karena Agni adalah anak semata wayang, mau tidak mau dia yang harus jadi tulang punggung keluarga.

"Lu kenapa lagi Yel.,???pasti berantem lagi sama abang lu kan.,???"

"Ya gitu lah.," jawab Gabriel dengan sinis.

"kapan sih lu ga ribut sama orang, lu kan bisa baiknya cuma sama Shilla trus sama gw deh.," Canda Agni.

"PD banget sih lu." Jawab Gabriel masih dengan wajah tanpa ekspresinya. Tapi ini sama sekali tidak membuat Agni tersinggung. Agni sudah mengenal betul watak dari Gabriel, dan dia sangat memahami dan mengerti kenapa Gabriel bisa menjadi seperti itu.

Gabriel bangkit dari duduknya.

"Lu mo kemana.,???" Tanya Agni

"Ga tau.,cuma pengen jalan aja." Jawab Gabriel.

"Gw ngikut ya.,gw juga lagi bête nih."

"Sorry Ag, kali ini gw lagi pengen sendiri."

Agni hanya bisa membiarkan Gabriel berlalu begitu saja meninggalkan dirinya.

***

Setelah berjalan agak jauh dari rumahnya, Gabriel kini berdiri di antara dua makam yang sudah hampir setahun ini tidak pernah dia datangi. Makam kedua orang tuanya.

Gabriel jongkok diantaranya. Dia memandang satu makam yang berada di sebelah kanannya. Makam Papa nya. Sedikit perasaan benci terhadap Papanya itu masih saja mengendap di hatinya Gabriel. Dia teringat bagaimana semasa hidupnya Papanya selalu saja membanding-bandingkannya dengan Rio, selalu saja Rio yang terbaik di mata Papanya. Ia teringat kejadian sebelas tahun lalu, dimana dia baru saja duduk di bangku Sekolah Dasar dan Rio duduk di kelas enam SD. Saat itu Gabriel terpilih menjadi salah satu perwakilan sekolahnya dalam lomba berhitung antar SD. Gabriel membayangkan rasa bangga Papanya terhadap dirinya apabila dia tahu mengenai hal ini. Saat itu Gabriel pulang dengan perasaan yang begitu senang. Sampai di rumah dia langsung menemui Papanya.

"Pa, Iyel jadi wakil sekolah buat lomba berhitung." Kata Gabriel kecil dengan senyum menghias bibirnya. Ternyata apa yang Gabriel bayangkan sama sekali tidak terjadi.

"Oooh." Hanya kata itu yang keluar dari bibir papanya dan sejurus kemudian papanya malah mendekati Rio dan bertanya mengenai prestasi Rio di sekolahnya.

"Tuh Yel, kamu baru jadi wakil sekolah aja sudah bangga setengah mati. Kamu liat dong abang kamu, tiap tahun menjadi murid teladan di sekolahnya."

Itulah pertama kalinya Gabriel merasa sakit hati yang mendalam terhadap ucapan Papanya. Sakit hati itu begitu membekas di hatinya, karena bukan saat itu saja papanya merendahkan dia daripada Rio, namun kejadian seperti itu terus berulang sampai setahun lalu, sampai saat papanya meninggal dunia. Sampai saat terakhirnya pun papanya hanya mau ditunggui oleh Rio bukan oleh Gabriel. Hanya satu kalimat yang bisa membuat papanya berhenti merendahkan Gabriel, satu kalimat yang keluar dari bibir mamanya,

"Udah dong Pa, Gabriel kan sudah berusaha membanggakan papa, dia anak kita juga Pa.,",

Satu kalimat yang sampai saat ini belum Gabriel pahami kenapa bisa sampai menghentikan ucapan papanya apabila sedang memojokan dirinya.

"Maaf pa, Gabriel masih belom bisa buat ga benci sama papa, hati Gabriel terlalu sakit sama perlakuan papa." Gabriel berbicara kearah makam papanya itu, seakan-akan papanya mendengar apa yang dikatakan olehnya.

Dan sedetik kemudian Gabriel mengalihkan pandangannya ke makam yang berada di sebelah kirinya. Makam ibunya.

Garis wajah Gabriel berubah menjadi lebih tenang apabila melihat pusara mamanya tersebut. Mamanya yang begitu sayang terhadap dirinya, satu-satunya orang yang memperlakukan Gabriel dan Rio dengan perlakuan yang sama. Orang yang paling disayangi oleh Gabriel. Namun telah pergi untuk selamanya dua tahun lalu.

"Ma aku minta maaf, sampai saat ini aku belom bisa sayang sama Bastian.," Gumam Gabriel pada makam mamanya itu.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit Gabriel berada di areal pekuburan itu, Gabriel memutuskan untuk kembali pulang.

Dengan langkah gontai Gabriel meninggalkan pekuburan itu.

Pikirannya yang kosong kini tertuju pada salah satu makam yang terletak tidak begitu jauh dari makam kedua orang tuanya.

Terlihat seseorang yang sangat di kenal Gabriel sedang berdoa di depan makam itu.


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

Tidak ada komentar: