Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Sabtu, 21 Juli 2012

JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA – PART 20

PART 20 = KEDATANGAN SIVIA


 

Ketukan halus di pintu kamar tidak dihiraukan Rio. Sampai akhirnya pintu itu terbuka, dan sebuah kepala tersembul.

"Kak Rio…" wajah Acha memandang kakaknya

"Apa?" Rio tidak mengangkat wajah, masih tetap bersila sambil memetik gitarnya.

Acha berjalan, dan duduk di sebelah Rio.

"Ada yang nyari Kakak…" katanya pelan, menatap Rio dengan wajah prihatin.

"Gua ga mau ketemu Gabriel dulu"

"Bukan Kak Gabriel kok…"

"Gua juga ga mau ketemu Ozy"

"Bukan Ozy juga…"

Rio mengangkat wajah, heran.

"Ada Sivia di bawah Kak. Dia nunggu di teras bawah…"

Rio mengerutkan kening. Menatap jam dinding. Sudah hampir jam 7 malam. Mau apa cewek itu kesini? Sakit hati Rio melihat adegan-adegan tadi siang antara Sivia dan Ozy tadi malam masih terasa perih. Untuk apa Sivia datang kesini, saat Rio memutuskan untuk melupakan saja pemilik mata bening itu?

"Sivia tadi udah cerita semua ke aku. Dia udah jelasin semuanya Kak…" Acha mencoba meyakinkan kakaknya.

Rio tidak menjawab, menunduk sambil tetap memetik gitarnya perlahan.

"Paling tidak, beri dia kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Kasian dia udah dateng malem-malem gini, naik taksi pula…" kata Acha lagi, "Soal akhirnya Kakak mau mengerti atau tidak, itu terserah Kakak nantinya…"

Rio masih diam.

"Ayolah Kak, temui dia. Demi aku deh Kak…"

Rio menghela nafas, meletakkan gitar ke sebelahnya, dan bangkit dari tempat tidur.

"Ya udah deh Cha, demi elo…"

"Gitu dong…" Acha tersenyum sambil memandangi sosok kakaknya yang melangkah keluar kamar.

***

"Kak Rio…" Sivia menoleh mendengar langkah kaki Rio.

Rio menghela nafas, dan membanting dirinya di kursi yang ada di sebelah Sivia. Sebuah meja kecil menjadi pemisah diantara Rio dan Sivia.

"Mau ngapain lo kesini?" Rio menatap lurus ke depan. Dia tidak mau menatap Sivia, tahu bahwa hatinya akan semakin berkeping-keping melihat wajah cantik itu kembali setelah semua yang terjadi hari ini.

"Aku mau jelasin sesuatu Kak…" Sivia memulai.

Rio diam.

"Kak, aku memang sayang sama Ozy…" lanjut Sivia

Rio memejamkan mata. Menggigit bibir.

"…soalnya Ozy itu sepupu aku…"





 

Rio berusaha mencerna kembali kata-kata Sivia tadi. Ozy itu sepupunya Sivia? APA?

Rio menoleh cepat ke arah Sivia.

"Ozy itu beneran sepupu elo? Jadi Gabriel juga sepupu elo?"

Sivia mengangguk.

"Kak Iyel pernah cerita soal tantenya yang tinggal di Australia? Yang dia panggil Tante Irna?"

Rio mengangguk.

"Itu mamanya aku…"

"Ozy itu beneran sepupu elo?"

"Kak, barusan tadi kakak nanya gitu juga deh" Sivia tertawa halus.

"Dulu, waktu TK sampai SD, Papa masih ditempatkan di kantor Deplu di Indonesia. Dan karena sepantaran, Ozy itu memang sepupuku yang paling deket sama aku. Pas kelas 6 SD aku ikut Papa yang dipindah ke KJRI Sydney. Tapi kakek nenekku bilang kalo mereka kesepian, dan minta supaya aku ditipin sama mereka aja…"

Rio masih menatap Sivia. Perasaannya campur aduk.

Sivia melanjutkan, "Aku pindah ke sekolah kita sekarang pun karena ada Ozy dan Kak Gabriel, kata Mama Papa, mereka jadi tidak begitu khawatir karena yakin ada Ozy dan Kak Gabriel yang menjaga aku di sekolah."

Sivia berhenti untuk mengambil nafas, kemudian menjelaskan kembali. Kali ini tidak lagi menatap Rio, tapi lurus ke depan. Pandangan matanya menerawang.

"Mungkin aku memang salah. Aku jadi tergantung banget sama Ozy. Dikit-dikit, kalo ada masalah, aku larinya ke Ozy. Lagian, anak itu tidak pernah menolak kalo aku curhatin. Anaknya emang baik. Terlalu baik malah. Justru Kak Gabriel yang keliatannya agak khawatir melihat betapa tergantungnya aku sama Ozy.", Sivia tersenyum tipis.

"Kok lo ga pernah bilang-bilang sih kalo lo sepupuan sama Ozy? Gabriel juga ga pernah cerita…"

Sivia menoleh ke arah Rio, masih dengan senyum tipis di bibirnya. Rio sebenernya pengen pingsan melihat senyum itu, tapi kalau pingsan, rugi dong, ga bisa liat Sivia…

"Aku yang minta supaya mereka ga cerita. Aku tahu gimana populernya mereka di sekolah. Ya Gabriel, ya Ozy. Dua-duanya banyak fansnya. Walopun mereka berdua seperti ga nyadar kalo mereka banyak fans."

"Ah, Iyel sih nyadar tuh kalo dia ngetop, semenjak pacaran sama Ify aja dia jadi jaim gitu…" komentar Rio, mengingat bahwa narsismenya Gabriel sebenernya sebelas dua belas dengan dirinya.

Sivia tertawa. Merdu.

"Ya gitu deh intinya. Aku merasa, pasti bakal banyak yang sikapnya aneh ke aku kalo tau aku sepupu mereka. Lagian, memangnya penting ya bikin pengumuman kalo kami itu sepupuan?" tanya Sivia.

"Ga juga sih…"

Sivia tertawa lagi. "Kak Rio tanya deh ke Acha, gimana rasanya dititipin salam dan surat terus… Bete. Belum lagi aku males banget membayangkan bahwa kalo ada yang baik-baikin aku, ternyata niatnya cuma buat deketin Ozy atau Kak Iyel doang…"

Rio tidak menjawab.

"Yang tahu soal ini tadinya cuma Obiet. Soalnya dia pernah maen ke rumah Ozy pas aku lagi disana… Kak Ify juga tahu, diceritain Kak Iyel…".

Hening lagi. Rio tidak tahu harus berkata apa.

Sivia bangkit, merapikan roknya, dan meraih tasnya yang tadi dia taruh di atas meja.

"Ya udah Kak, aku cuma pengen jelasin itu…"

Sivia kemudian berjalan ke arah pintu gerbang, Rio mengikuti di belakangnya. Kedua tangan Rio dibenamkan ke dalam saku celananya.

Sivia sudah berada di sisi luar gerbang besi itu, ketika Rio memanggilnya.

"Sivia…", suara Rio terdengar gemetar.

"Ya Kak?" Sivia berbalik, menatap Rio.

Kedua tangan Rio memegangi jeruji besi di gerbang itu. Erat-erat. Berusaha mengurangi rasa gugup di hatinya.

"Kamu pulang naik apa Siv?"

"Naik taksi. Dari sini ke jalan gede di depan deket aja kan?"

"Aku anterin ya…"

Sivia merasa wajahnya memanas.

"Besok boleh aku anterin pulang juga dari sekolah?"

Dengan pipi yang terasa membara, Sivia mengangguk.

"Besoknya lagi? Dan besoknya lagi?"

Sivia memberanikan diri mengangkat wajah.

"Kak Rio mau jadi tukang ojek?" katanya, mencoba bercanda.

"Enggak. Aku mau jadi pacar kamu…" Rio tidak sempat lagi memikirkan apa-apa. Kalimat itu terlontar begitu saja. Lalu Rio terdiam. Sivia pun terdiam. Tak menyangka. Sivia menunduk kembali, memandangi sepatu biru tuanya dengan cermat, seakan-akan sepatu itu adalah penemuan paling spektakuler sepanjang dekade ini.

Rio menghela nafas. Udah tanggung. Udah di bibir jurang, loncat aja sekalian.

"Kamumaugajadipacaraku?" Rio mengucapkannya dalam satu helaan nafas.

Sivia mengangkat kembali wajahnya sambil mengerutkan kening, "Apa Kak?"

Rio mengutuki kebodohannya sendiri. Tapi mencoba lagi.

"Kamu. Mau ga. Jadi pacar aku?"

Sivia menatap wajah Rio. Menembus matanya. Tatapan mata Rio tajam seperti biasanya. Tapi ada kesungguhan disana.

Sivia menunduk. Kemudian mengangguk.

Tiba-tiba, Rio merasa ribuan bintang di langit sana tengah memainkan jutaan nada menjadi suatu melodi. Bagi Rio, angin lembut yang berhembus mempermainkan helaian rambut Sivia berasal dari kepakan sayap malaikat.

Rio menjulurkan tangannya dari sela-sela jeruji gerbang, membelai perlahan rambut Sivia.

"Terima kasih…" ucap Rio lembut.

Sivia mengangkat wajah, tersenyum menatap Rio.


 

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: