Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Selasa, 28 Agustus 2012

GUE DIANTARA MEREKA ( KAK EK )



 

Hai! Oke. Saya mau menjelaskan sesuatu disini. Kalian tahu? Nggak? Astaga aneh sekali kalian ini. Masa gitu aja nggak tau sih? Saya kasih lima detik untuk mencari tahu. Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. Yak! APA? Masih nggak tau juga? Ya ampun kalian ini bikin saya gemezzz! Gitu aja nggak tau? Errr(?) HAHAHA. Oke. Saya perjelas, dalam postingan kali ini saya mau membicarakan cerbung Gue Diantara Mereka dan penulisnya. Kalian tahu nggak penulisnya siapa? Astaga? Nggak tahu? Gila! Jangankan kalian, saya aja nggak tahu...
Krik..
Krik..
Boong deng. Saya tau penulisnya kok. Haha namanya 'Ek'. Ganjal ya? Sejujurnya, kepanjangan dari 'Ek' itu saja saya nggak tahu. Ada beberapa kemungkinan sih. Pertama.. Eki. Kedua.. Eke (astaga kenapa jadi kayak banci?-_-) Yang ketiga.. Eku (apaan tuh?) Dan yang ke empat.. ini yang bikin saya nggak ngeh. EKO! Astaga batal-batal! Nggak mungkin namanya Eko. Yang paling memungkinkan adalah Eka. Yaah mengingat penulis ini adalah seorang perempuan. Jadi nggak mungkin banget kalau namanya Eko.
Namanya Eka –itu juga masih kayaknya sih-. Lahirnya saya nggak tahu. Tempat tinggalnya juga saya nggak tahu. Nama kepanjangannya pun saya nggak tahu. Jadi, pertanyaannya.. Yang saya tahu tentang dia apa?-___-
HAHA. Oke.. Oke.. Ini serius.. Pertama kenal dia, eh bukan kenal deng. Pertama tahu dia itu dari Ning. Tau Ning nggak? Yang nggak tahu mendingan jangan cari tahu deh. Soalnya ning itu hanya kenangan. Kenangan indah bersama penulis-penulis hebat didalamnya. Dua tahun terakhir, ning ditutup karena suatu hal yang sampai sekarang saya nggak tau apa alasannya. Dan kalian tahu? Saya hampir mati karena ning ditutup! Gila kan? Dan kayaknya nggak cuman saya yang pengen mati. Semua ICL yang pernah tinggal disana juga bakalan pengen mati. Sungguh mengenaskan. Dan saya jadi sadar satu hal, kenapa saya jadi nyeritain tentang ning? Errr.
Lanjut ya, pertama saya tahu dia itu dari cerbung.. emm.. cerbung apa ya? Saya lupa judulnya. Pesan di Atas Nasi Goreng. Yah itu dia! Ingatan saya tajem kan? Keren! Amazing! Dan setelah ini, saya mau re-post cerbung itu di Blog Saya. Kalian pasti suka deh dijamin! Dia lucu loh! Saking lucunya, dia jadi keliatan nggak lucu(?) Lupakan! Maksud saya dalam artian 'lucu' dia itu selalu bikin cerita yang tokoh utamanya Sivia dan Gabriel. Saya bukan penikmat couple Siviel ( Sivia dan Gabriel ) sebenarnya. Tapi entah kenapa, dari awal saya iseng baca cerita itu, feelnya dapet! Dan anehnya, banyak penulis Siviel yang lain, tapi saya nggak suka dan nggak pernah bisa dapat feelnya. Cuman Ka Ek yang bisa buat saya terbawa dalam ceritanya.
Ada beberapa cerbung yang sudah ditulisnya sampai end. Pesan di Atas Nasi Goreng –beserta sekuelnya-, Gue Diantara Mereka –beserta sekuelnya-, Ternyata, Rasa Itu Memang Ada, dan Tersisih. Kalian tenang aja. Semua cerita itu bakal saya re-post dalam waktu dekat ini. Keren kan? Bentar-bentar. Yang saya maksud keren itu saya loh. Bukan dia:P Haha bercanda lah. Tapi sebenarnya serius(?) Hah sudah lupakan lagi!
Ohya! Satu lagi. Eh dua sih sebenarnya-_-
Pertama, sejujurnya saya malas baca cerita-ceritanya dia. Kalau belum tamat. HAHA egois kan? Tapi ya gitu, saya nggak suka cerita yang bersambung dan ngaret. Jadi berasa gondok nunggunya:P Tapi dia terima-terima aja dengan senang hati. Nggak tahu deh aslinya dia marah apa nggak. Wkwkwk.
Kedua, saya ngakak sengakak ngakaknya ngakak ada yang nagih Cinta Kedua ke dia. Dan banyak yang mengira kalau saya ini penulis 'Gue Diantara Mereka'! Padahal di bawah sana –setiap ngepost- saya selalu mencantumkan nama Facebook dan Twitter dia. Haha lucu banget-__-
Jadi intinya, dia itu kakak penulis yang jenius, imajinatif dan kreatif. Dia tahu alurnya akan dibawa kemana. Beda banget dibanding saya. Yang udah buat project Cinta Kedua selama hampir dua tahun tapi belum tamat-tamat juga. Saya banyak belajar dari tulisannya. Pokoknya Ka Ek itu sumber hiburan lah(?). Karya-karyanya selalu keren dan diterima pembaca ICL. Yang mau mengenal dia lebih dekat, silakan kunjungi facebooknya Ek Rkwt atau twitternya @rekscasillas
Akhir kata, saya pamit. Udah kehabisan kata-kata nih buat mendeskripsikan Ka Ek! Hahaha byeee

GUE DIANTARA MEREKA – PART END


 

"Gw pegang janji lu Cak" Ujar Agni yang melingkarkan tangannya dipinggang Cakka, karena Cakka sudah mulai melajukan sepeda motornya.

***

Setelah semua orang terdekat Gabriel meninggalkan gedung pertemuan tempat pengumuman lomba itu, akhirnya Gabriel pun memutuskan untuk meninggalkan tempat itu juga. Namun sebelumnya Gabriel memutarkan kepalanya, melihat sekeliling gedung pertemuan tersebut, dan terakhir matanya tertuju pada panggung dimana sekitar tiga puluh menit yang lalu dia berdiri disana untuk menerima sebuah trophy yang saat ini ada digenggaman tangannya. Tanpa dia sadari sebuah senyum terbentuk dibibir Gabriel.

***

Cuaca Jakarta siang hari itu begitu lembab. Masih tersisa bekas hujan yang mengguyur Jakarta semalaman. Areal pekuburan itu terlihat agak becek, masih banyak genangan-genangan air yang belum diserap oleh tanah. Gabriel yang masih berseragam putih abu-abunya, sepulang dari tempat pengumuman perlombaan tadi, memutuskan untuk mendatangi makam kedua orang tuanya.

Gabriel menatap kedua nisan yang ada dihadapannya secara bergantian. Senyum yang selama ini jarang mampir ke bibirnya Gabriel, lagi-lagi terbentuk di bibirnya.

"Pa.,liat apa yang Iyel bawa???" Ujar Gabriel ke nisan Papa nya.

"Papa.,ini yang Iyel mau kasih buat papa taun kemaren.,tapi maaf pa, Iyel baru bisa kasih sekarang."

"Iyel yakin saat ini papa pasti bangga kan sama Iyel???"

"Iyel janji Pa, Iyel bakalan bikin Papa bangga terus sama Iyel. Iyel juga inget semua pesen Papa. Iyel ga bakal berantem lagi sama Abang, Iyel bakal jagain Shilla terus, dan Iyel juga bakal sayang sama Iyan.,Pa" Gabriel mengusap pusara Papanya itu.

Kemudian pandangan Gabriel beralih ke makam Mamanya.

"Ma.,sekarang Iyel beneran jadi anak mama. Darah mama sama papa sekarang ada dalam badan Iyel. Percaya atau engga Iyel bersyukur banget sama kecelakaan yang kemaren Iyel alami ma, karena gara-gara kejadian itu Iyel ngerasa bener-bener jadi bagian keluarga mama sama papa, dengan darah yang ada di badan Iyel sekarang, Iyel beneran ngerasa jadi anak mama sama papa. Iyel juga jadi tau ternyata banyak orang yang sayang sama Iyel, ternyata banyak yang pedulu sama Iyel"

"Ma.,Pa.,seandainya Iyel bisa ucapin ini secara langsung, tapi Iyel yakin papa sama mama bisa denger apa yang Iyel mau bilang sekarang"

Gabriel menghela nafas, terasa udara lembab menerpa indera penciumannya.

"Ma.,Pa.,ma kasih karena mama sama papa udah ngerawat Iyel, ma kasih karena papa sama mama udah kasih kesempatan Iyel buat jadi bagian di keluarga ini."

"Ma.,Pa.,Iyel sayang sama kalian berdua" Kalimat terakhir ini Gabriel ucapkan dengan sedikit tercekat menahan sesak didalam dadanya karena tangisan yang saat itu tidak bisa Gabriel tahan. Pundak Gabriel bergerak lembut naik turun akibat tangisnya.

"Sekali lagi Iyel bilang, Iyel sayang sama mama sama papa"

Kurang lebih tiga puluh menit Gabriel berada dipemakaman orang tuanya itu.

"Ma.,Pa.,Iyel pulang dulu ya, nanti Iyel pasti sering-sering maen kesini" Gabriel hendak berdiri dari jongkoknya, namun tiba-tiba Gabriel mengurungkan niatnya. Dia kembali ke posisi jongkoknya.

"Ma.,Pa ada satu orang yang sangat membantu Iyel jadi seperti sekarang"

"Iyel rasa orang itu sangat berarti buat Iyel"

"Dia Via, temen sekelas Iyel" Setelah itu Gabriel benar-benar meninggalkan pemakaman orang tuanya.

***

Di sebuah ruang tamu rumah berlantai dua itu, sepasang kekasih sedang duduk berdua menyaksikan sebuah acara televisi. Tiba-tiba lelaki muda yang duduk disamping kekasihnya itu meraih remote TV yang terletak di meja, kemudian menekan tombol Off.

"Kok dimatiin sih Yo.,???" Tanya Ify kekasihnya.

"Ada hal yang pengen aku omongin sama kamu" Jawab Rio.

"Penting ya, kok tampang kamu serius begitu" Ify merubah duduknya yang semula menghadap kearah TV, kini menjadi berhadap-hadapan dengan Rio.

"Fy, kita udah berapa lama sih sama-sama???"

"Hampir tiga tahun, emang kenapa kok tiba-tiba kamu nanya hal itu???"

"Fy, ma kasih ya kamu udah selalu ada disamping aku selama tiga tahun ini. Kamu juga udah setia sabar nunggu aku selama itu, aku ga tau deh gimana jadinya kalo aku ga dapat support sebesar yang kamu kasih buat aku" Terang Rio.

"Aku seneng kok Yo, bisa bantu kamu, aku juga seneng bisa selalu ada disamping kamu"

"Fy, sedikit demi sedikit masalah dirumah ini mulai berangsur-angsur membaik. Terlebih tentang Iyel, semuanya kini sudah terselesaikan. Jadi Fy aku rasa ini saatnya aku buat kasih kamu ini"

Rio mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Ify, tangan kanan Rio itu terkepal, terlihat Rio menggenggam sesuatu didalam kepalan tangannya itu.

"Itu apa Yo.,???"

Rio perlahan membuka kepalan tangan kanannya. Dan setelah kepalan tangan Rio terbuka dengan sempurna, terlihat benda mungil di telapak tangan Rio.

"Fy, kamu mau jadi bagian dari keluarga ini???apa kamu mau jadi kakak dari Iyel, Shilla sama Iyan???Apa kamu mau menjadi bagian hidupku Fy, jadi istriku???" Tanya Rio.

Dengan air mata yang tergenang di kedua bola matanya, dengan senyum bahagia yang merekah dibibir merahnya, Ify memandang bergantian kearah Rio dan telapak tangan Rio dimana sebuah cincin berada disana. Ify masih tidak percaya pertanyaan yang setelah sekian lama ia nantikan kini terdengar juga di telinganya.

"Fy.,,???"

Ify masih belum bereaksi. Malah air matanya yang terlihat semakin deras mengaliri kedua belah pipinya.

"Terima aja kak.," Tiba-tiba terdengar suara Shilla dari arah belakang mereka berdua. Ify dan Rio secara bersamaan menoleh kearah suara Shilla itu. Terlihat Shilla berdiri disana, bukan hanya Shilla namun juga Gabriel yang sudah kembali dari makam orang tuanya.

"Kak Ify, mungkin kakak ga mau punya adek kaya gw, tapi gw rasa abang adalah lelaki yang baik buat kakak" Ujar Gabriel saat itu.

"Fy.,???" Tanya Rio lagi.

Ify menghapus air matanya.

"Yel, aku seneng kok punya ade kaya kamu, kaya Shilla, kaya Iyan. Aku juga seneng banget kalian kasih kesempatan buat aku untuk jadi bagian di keluarga kalian."

"Dan Yo untuk kamu, aku udah nunggu pertanyaan itu lama.,dan kamu pikir aku bakal nolak Yo.,ga mungkin Yo,"

"Aku mau jadi istri kamu Yo" Ujar Ify seraya menatap lembut mata Rio. Tanpa membuang waktu Rio langsung melingkarkan cincin tersebut ke jari manis kiri Ify.

"Ma kasih banyak ya Fy" Ujar Rio yang langsung memeluk Ify dan mencium keningnya. Disaksikan oleh Gabriel dan Shilla.

***

Sore itu Sivia terduduk dikamarnya mengarah ke jendela kamarnya yang terbuka. Angin sepoi-sepoi meniup perlahan beberapa helai poni yang menutupi kening Sivia. Sivia masih betul-betul belum bisa melupakan kejadian tadi siang pada saat Gabriel memeluknya. Rasa malu dan tersipu kembali mendera dirinya setiap kali dia teringat akan hal tersebut. Sivia senyum-senyum sendiri. Kembali dia melakukan kebiasaannya mengembang kempiskan kedua belah pipinya secara bergantian.

"Iyeeeeellllllllllllll.," Sivia berteriak pelan. Dan tepat pada saat itu, Sivia mendengar nada dering SMS dari handphonenya. Perasaannya semakin tak karuan pada saat dia melihat siapa pengirim SMS tersebut.

"Iyel.,ngapain dia SMS gw???" Secepat kilat Sivia membuka pesan singkat dari Gabriel tersebut.


 

Vi, gw tunggu lu skrng di halaman blkng sklh.


 

Sender: Iyel.,


 

"Iyel ngajakin gw ketemu, ada apa ya???" Tanya Sivia dalam hatinya.

"Udah sore lagi" Gumam Sivia yang melirik jam wekernya, terlihat waktu sudah menunjukan pukul 16.40.

"Tapi ga pa pa deh, siapa tau ada yang penting" Tanpa berpikir panjang Sivia yang saat itu hanya menggunakan celana tiga perempat dan kemeja casual langsung pergi menuju halaman belakang sekolah dimana Gabriel sedang menunggu dirinya.

***

Dengan rokok yang baru saja dia nyalakan, Gabriel menunggu Sivia dihalaman belakang sekolahnya. Tidak terlalu lama dia menunggu, terdengar suara langkah seseorang menuju tempatnya berada. Gabriel mengarahkan pandangannya kearah suara langkah kaki itu berasal. Terlihat Sivia disana.

"Ada apa lu nyuruh gw datang kesini???" Tanya Sivia dengan berlagak kesal, padahal dalam hatinya senang bukan kepalang.

"Gw cuma mau bayar utang gw sama lu" Jawab Gabriel sama-sama dengan raut wajah juteknya.

"Utang???utang apaan lu sama gw???" Tanya Sivia tidak mengerti maksud Gabriel. Sivia pun mendekat dan kini duduk persis disamping Gabriel.

"Iya utang gw yang dulu pernah bikin lu nunggu lama disini"

Sivia teringat akan surat yang dia berikan untuk Gabriel beberapa waktu yang lalu.

"Oh itu" Jawab Sivia singkat.

"Waktu itu kan gw ga bisa dateng, jadi anggep aja hari ini adalah pengganti hari itu" Terang Gabriel tanpa menatap wajah Sivia.

"Gw udah lupa kok Yel"

"Tapi gw ga bisa lupa Via"

"Gw ngerasa hari itu adalah titik balik dimana gw tau ada seseorang yang peduli sama gw, yaitu elu" Kali ini Gabriel mengarahkan pandangannya tepat menusuk kedalam bola mata Sivia. Sivia sendiri langsung mengarahkan pandangannya kearah lain, menghindari kontak mata dengan Gabriel, dimana hal tersebut membuat dirinya menjadi salah tingkah.

"Gw cuma lakuin apa yang gw yakinin dalam hati gw Yel, dan hati gw bilang.,gw harus bantu lu"

"Ma kasih ya Via, karena lu udah susah payah masuk kedalam hidup gw yang rumit, hidup gw yang sebelumnya ga pernah gw hargain. Tapi karena lu.,gw jadi bisa ngeliat hidup dari sisi yang lain, dan sekarang gw sanagt ngehargain itu Via"

"Entah apa yang bikin lu sebegitu keras kepalanya memaksa buat bisa ngerubah pandangan gw soal hidup, lu bukan siapa-siapa gw, lu juga baru kenal gw sebentar, lu juga ga punya kewajiban buat bantu gw,"

"Gw udah pernah bilang kan Yel, Tuhan yang kasih gw petunjuk melalui hati gw.,Tuhan yang kasih petunjuk kalo lu tuh sebetulnya orang yang baik, dan saat ini Tuhan juga kasih petunjuk dalam hati gw, kalo sebenernya gw ngelakuin semua ini karena gw sayang sama lu Yel" Keduanya bertemu pandang.

"Sayang???"

"Gw masih asing dengan kata-kata itu Via, gw belum bisa sepenuhnya mengerti apa itu sayang"

"Karena itu yel, gw bakal bantu lu buat mengerti apa itu rasa sayang, gw bakal bantu lu buat ngerasain hal itu Yel, asalkan lu biarin gw tetep selalu ada didekat lu, tetep bisa sayang sama lu" Terang Sivia.

"Lu mau ngajarin gw soal kasih sayang???" Tanya Gabriel

Sivia hanya menganggukan kepalanya.

"Bisa mati berdiri gw kalo guru nya cerewet kaya lu" Ujar Gabriel yang kembali ke nada bicara sinis seperti biasanya.

"Ya iya lah cerewet.,orang yang diajarinnya juga bandelnya kaya lu" Balas Sivia.

"Tuh kan sekarang aja masih aja sama rokoknya itu, padahal udah beberapa kali gw bilang.,rokok itu jelek buat badan lu Iyeeeelll"

"Heh.,lu kan orang nya ga bego-bego amat ya, jadi lu pasti tau kan di rokok ini ada unsuyr yang namanya NIKOTIN.,itu zat yang bikin gw ga bisa gitu aja lepas dari rokok ini," Ujar Gabriel seraya mengacung-ngacungkan rokok yang menyala itu tepat di wajah Sivia.

"Aaahhh.,alesan.,bilang aja lu emang ga niat berenti ngerokok"

Tiba-tiba Gabriel mematikan rokoknya dengan membuangnya ke tanah dan menginjak-injak rokok tersebut hingga tak berbentuk.

"Puas lu???" Ujar Gabriel kepada Sivia.

"Iya donk" jawab Sivia dengan bangganya.

Saat itu Gabriel merogoh-rogoh saku celananya, dan kemudian terlihat Gabriel sudah memegang dua buah permen kojek ditangannya.

"Ini buat gw, dan ini buat lu" Ujar Gabriel seraya memberikan salah satu permen kojek itu kepada Sivia.

Sivia menerima kojek itu dengan raut wajah bingung.

"Kok buat gw, emangnya gw lagi nyoba berenti ngerokok juga???" Tanya Sivia.

"Bukan.,itu buat lu biar lu berenti cerewet" Jawab Gabriel yang membuat Sivia sedikit menekuk wajahnya.

"Udah lu makan aja tuh permen" Perintah Gabriel sambil membuka bungkus kojek miliknya dan kemudian memasukan kedalam mulutnya sendiri.

"Emang gw secerewet itu ya???" tanya Sivia lagi.

Gabriel tidak menjawab partanyaan Sivia itu, dia hanya mengerlingkan matanya kearah Sivia, yang Sivia anggap itu adalah jawaban 'iya' dari Gabriel. Akhirnya dengan sedikit rasa kesal dihatinya, Sivia pun mengikuti Gabriel membuka permen kojeknya.

Tanpa mereka berdua sadari ternyata hari sudah berganti malam.

"Vi.,lu liat itu???" Gabriel mengarahkan telunjuknya kearah langit yang malam itu dipenuhi bintang. Sivia mengarahkan pandangan matanya kearah yang ditunjuk oleh Gabriel tadi.

"Bintang maksud lu???"

"Hmm.," Jawab Gabriel

"Terus"

"Itu bintang yang bersinar buat lu, dan bintang yang bersinar buat gw adalah elu"

"Dan gw harap lu akan selalu bersinar buat gw" Ujar Gabriel yang kali ini dengan senyum dibibirnya.

"Gw janji buat itu Yel" Jawab Sivia seraya membalas senyuman Gabriel dengan sedikit tersipu.

Dengan mengulum permen kojeknya masing-masing, dengan posisi duduk yang lebih merapat, kini keduanya sama-sama menengadahkan wajah mereka masing-masing menatap bintang-bintang yang bertaburan diangkasa. Bintang yang bercahaya untuk hati mereka masing-masing.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 24


 

"Yel, jangan menyerah sebelum lu nyoba, saatnya kan tiba Yel, lu bakal bahagia, ngeliat bintang lu bercahaya." Ujar Sivia tersenyum.

Dan entah kenapa, ucapan Sivia itu seakan-akan memberikan kekuatan dan kepercayaan diri yang begitu kuat didalam diri Gabriel.

***

Setelah pembicaraan dengan Sivia di kamarnya siang hari itu, Gabriel akhirnya memutuskan untuk mengikuti seleksi awal di sekolahnya untuk mewakili sekolahnya dalam lomba matematika antar sekolah. Setelah mengikuti beberapa tahap, akhirnya Gabriel satu-satunya siswa yang memenuhi kriteria untuk mewakili sekolahnya.

Tiga tahap dalam perlombaan matematika itu telah Gabriel jalani dengan baik. Diawali dari jumlah peserta kurang lebih 135 SMA, sampai akhirnya tersisa 20 besar peserta, dan salah satunya adalah Gabriel.

Di sebuah gedung pertemuan disalah satu SMA swasta di Jakarta, Gabriel sedang harap-harap cemas menunggu hasil pengumuman pemenang lomba matematika yang telah berlangsung sekitar satu minggu kebelakang. Bukan hanya Gabriel yang ada di tempat itu, namun terlihat juga Rio, Ify, Shilla, Sivia, Agni, Cakka, Pak Duta kepala sekolah dari SMA Gabriel dan Bu Winda guru matematika Gabriel.

Sivia yang saat itu duduk tepat disamping Gabriel, membisikan sesuatu ke telinga Gabriel.

"Tampang lu biasa aja kali Yel, ga usah tegang gitu. Tampang lu tuh biasa aja juteknya setengah mampus, apalagi tegang gitu, urat-uratnya udah kaya mau pada putus" Bisik Sivia dengan sedikit tawa keluar dari mulutnya.

"Berisik lu" Jawab Gabriel singkat.

"Lu tau ga Yel, selama ini apa yang gw yakinin tuh ga pernah salah, dan kali ini gw yakin lu pasti menang." Bisik Sivia lagi.

Gabriel hanya menoleh dengan tatapannya yang tanpa ekspresi kearah Sivia. Melihat itu Sivia hanya memeletkan lidahnya.

Seorang laki-laki yang mungkin seusia Rio, naik keatas panggung dengan selembar kertas ditangannya. Satu lembar kertas berisi pengumuman pemenang lomba matematika yang diikuti oleh Gabriel.

Satu persatu nama pemenang disebut oleh laki-laki yang berada diatas panggung itu.

"Pemenang ketiga dari SMA Tarakanita atas nama Olivia Tiurmaida"

Seorang gadis muda berkaca mata dengan rok kotak-kotak naik keatas pentas.

"Pemenang kedua sari SMA negeri 08 atas nama Muhamad Raynald"

Kali ini seorang laki-laki berseragam putih abu-abu dengan percaya dirinya naik keatas panggung, berdiri tepat disamping pemenang ke tiga tadi.

"Pemenang pertama dari SMA negeri.,.,.,.,." Pembawa acara tadi menggantungkan ucapannya, membuat semua peserta yang belum dipanggil namanya menjadi tegang, tidak terkecuali Gabriel.

"Dari SMA negeri 108 atas nama Dea Amanda" Terlihat seorang gadis manis dengan wajah yang begitu gembira naik keatas panggung.

Terlihat kekecewaan yang begitu kental tergambar di raut wajah Gabriel saat itu. Gabriel bangkit dari tempat duduknya, berniat untuk meninggalkan tempat itu. namun tepat pada saat itu Gabriel merasa tangannya ditahan oleh seseorang.

"Lu mo kemana Yel" Tanya Sivia.

"Gw bosen disini, lagian mo ngapain lagi gw disini, ga ada lagi yang gw tunggu."

"Yel lu jangan jadi pengecut, menang atau kalah lu harus tetap ada disini. Menang atau kalah lu udah berusaha Yel, kali ini ga bakal ada yang mojokin lu, kali ini semuanya bakalan bangga sama lu" Ujar Sivia.

Gabriel tampak berpikir sejenak. Kemudian dia melirik kearah Rio yang sedang menatap dirinya, sebuah tatapan yang bisa diartikan bahwa Rio memohon kepada Gabriel untuk tetap tinggal. Akhirnya Gabriel pun mengurungkan niatnya untuk pergi, dan kembali menduduki kursinya.

Terdengar kembali suara pembawa acara tadi.

"Tersisa satu tempat lagi untuk pemenang kita dalam lomba matematika antar sekolah tahun ini"

"Satu tempat tersisa adalah untuk siswa yang terbaik dari yang terbaik, yaitu juara umum lomba matematika antar sekolah tahun 2010"

"Yang kali ini dimenangkan oleh SMA.,.,.,.,.,." Kembali pembawa acara itu menggantungkan kata-katanya.

"Dari SMA 76 atas nama Gabriel Damanik" Gemuruh terdengar dari seluruh penjuru gedung pertemuan itu.

"Iyel lu juara umum Yel" Teriak Sivia.

"Yel kok lu diem aja, lu memang Iyel." Kata Rio

Gabriel yang masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar itu, masih terpaku dalam duduknya, otaknya belum sepenuhnya mencerna perihal kemenangan dirinya itu.

"Untuk pemenang diharap segera naik keatas panggung, untuk menerima trophy dan hadiah" Panggil pembawa acara itu lagi.

"Abang.,abang" Panggil Shilla.

"Kenapa Shil???" Tanya Gabriel.

"Kok kenapa sih bang.,abang tuh menang.,cepetan naik panggung"

Seakan-akan baru tersadar dari lamunannya, Gabriel yang masih dengan wajah yang kebingungan, bangun dari tempat duduknya berjalan menuju keatas panggung.

Setelah menerima Trophy dan hadiah, Gabriel turun dari panggung dan langsung menuju dimana orang-orang terdekatnya berada.

"Abang selamat ya.,ini kan yang abang mau dari dulu" Ujar Shilla. Gabriel hanya tersenyum kaku mendapat ucapan selamat dari adiknya itu.

"Selamat Yel, kamu membanggakan sekolah kita" Kali ini kepala sekolahnya yang memberikan selamat kepada Gabriel.

"Gabriel, dari awal ibu udah yakin kamu pasti bisa" Giliran Bu Winda guru matematika Gabriel yang berbicara.

"Ma kasih bu, pa.," Jawab Gabriel singkat.

"Iyel, selamet ya Yel. gw seneng buat lu" Ujar Agni yang saat itu menyempatkan diri hadir di tempat itu juga.

"Yel.,Iyel,." Ujar rio, yang tanpa berkata apa-apa langung memeluk Gabriel.

"Ma kasih bang, gw ga bisa jadi kaya gini kalo bukan bantuan dari abang" Ujar Gabriel yang masih berpelukan dengan kakaknya.

"Lu tau Yel, gw yakin kali ini papa pasti bangga sama lu"

"Gw harap seperti itu bang"

Dan kini, dihadapan Gabriel berdiri seorang gadis manis berkulit putih, berlesung pipit dikedua pipinya. Senyum manis menghiasi bibir merahnya.

"Lu liat kan Yel, keyakinan gw kali ini bener lagi. Lu menang Yel, kali ini lu buktiin kalo lu bisa. Lu buat bangga kita semua, tapi bukan itu Yel yang penting. Yang paling penting adalah,…" Sivia diam sejenak, melihat satu persatu orang yang berdiri mengelilingi Gabriel.

"Yang paling penting adalah siapapun elu, apapun yang terjadi sama lu, kita semua yang ada disini sayang dan peduli sama lu Yel. Asalkan lu sendiri mau nerima keberadaan kita" Terang Sivia.

'Via bener Yel" Sambung Rio.

"Selamet Yel" Ujar Sivia lagi seraya mengulurkan tangannya kearah Gabriel.

"Ma kasih Via, ma kasih buat semuanya" Gabriel sama sekali tidak memperdulikan uluran tangan Sivia, namun saat itu, entah dorongan atau keajaiban darimana, tiba-tiba saja Gabriel memeluk Sivia.

"Gw ga bisa ngelakuin ini tanpa lu Vi" Ujar Gabriel saat itu.

Sivia yang saat itu berada dalam keterkejutan yang luar biasa, merasakan darahnya mengalirkan hawa panas keseluruh tubuhnya. Detak jantungnya menjadi tak beraturan. Kakinya serasa lemas tak bisa menopang tubuhnya sendiri.

Bukan hanya Sivia yang merasa terkejut dengan reaksi Gabriel yang bisa dibilang berlebihan itu. namun juga semua orang yang berada ditempat itu, semuanya sama sekali tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Seorang Gabriel yang selama ini kaku, dingin, jutek, kini berdiri dihadapan semua orang dengan memeluk seorang gadis.

"Iyel malu diliatin orang" Bisik Sivia, yang sebenarnya tak ingin pelukan Gabriel itu lepas dari dirinya.

Gabriel yang sepertinya tidak menyadari apa yang dilakukannya saat itu, kemudian melepaskan pelukannya terhadap Sivia. Dan kembali dalam sikap dinginnya. Sikap yang pada saat itu dia keluarkan untuk menutupi perasaan tidak karuan yang dia rasakan dalam hatinya.

"Sialan.,kenapa gw tiba-tiba meluk dia sih" Ujar Gabriel dalam hatinya.

Sivia yang masih merasa senang bercampur malu, menundukan kepalanya. Dia tidak mau semua yang berada disitu melihat perubahan warna pipinya yang memerah akibat tersipu. Namun dibibir manisnya tersungging senyum bahagia yang dia tahan dengan mengigit sedikit bibir bagian bawahnya.

"Ma kasih Yel, diantara semua orang gw yang lu pilih buat lu peluk, itu berarti banget buat gw Yel" Batin Sivia.

Setelah adegan yang tidak terduga itu, suasana diantara mereka menjadi kaku.

"Yel, kaka belom kasih selamat sama kamu" Ujar Ify yang mencoba menormalkan kembali suasana kaku diantara semua yang ada ditempat itu.

"Ma kasih kak," Jawab Gabriel yang dalam hatinya berterima kasih kepada Ify karena telah menyelamatkannya dari situasi tidak nyaman saat itu.

"Ya udah, acara udah selesai, kita pulang sekarang"Ujar Rio.

"Ayo fy, Shilla" Ajak Rio

"Yel kamu pulang bareng sama kita???" Tanya Rio.

"Engga deh bang, gw pulang sendiri aja" Jawab Gabriel

"Ya udah kalo gitu, kita duluan ya"

Gabriel hanya mengangguk.

"Yel gw juga pulang duluan ya" Ujar Sivia yang masih tidak berani menatap wajah Gabriel. Dan saat itu juga langsung pergi meninggalkan Gabriel. Gabriel hanya bisa mengikuti kepergian Sivia dengan lirikan matanya.

"Yel, bapak sama ibu juga pamit ya" Ujar kepala sekolah dan Gurunya Gabriel.

"Iya pak" Jawab Gabriel.

Tersisa Cakka dan Agni yang masih berdiri ditempat itu.

"Selamet Yel" Ujar Cakka seraya mengajak Gabriel untuk berjabat tangan.

"Lu emang pantes buat menang Yel. Ini adalah cita-cita lu taun kemaren, dan akhirnya lu dapetin sekarang Yel"

Gabriel menatap uluran tangan Cakka, dan dengan gerakan perlahan Gabriel menyambut uluran tangan Cakka.

"Ma kasih Cak, sebenernya semua ini karena lu juga. Lu yang kasih gw kesempatan buat ngikut lomba ini. sekali lagi lu ngalah buat gw Cak" Ujar Gabriel.

"Karena gw ga yakin kalo gw yang ikut bisa jadi juara umum seperti ini" Jawab Cakka.

"Cak,.," Seru Gabriel.

"Kenapa???"

"Maafin gw"

"Maafin buat apa???" Tanya Cakka.

"Maaf buat semuanya, maaf karena selama ini gw ga pernah suka sama lu,"

"Udahlah Yel, yang lalu ga usah kita inget-inget lagi, gw juga minta maaf buat semuanya Yel"

"Gw rasa, hari ini temen gw nambah satu" Ujar Gabriel yang kali ini giliran tangannya yang mengajak Cakka untuk berjabat tangan.

"Ya, temen, itu jauh lebih baik daripada dapet tonjokan dari lu" Ujar Cakka yang kemudian menyambut uluran tangan Gabriel.

Agni yang menjadi saksi damainya Gabriel dan Cakka tersenyum lega.

***

"Gw seneng ngeliat lu sama Iyel hari ini" Ujar Agni yang sedang berjalan dengan Cakka menuju pelataran parkir dimana Cakka memarkirkan motornya.

"Seneng karena gw udah baikan sama Iyel???"

"Hhmmm.," Jawab Agni singkat.

"Ya gw pikir ga ada gunanya lah gw terus-terusan musuhin dia, toh dia juga udah pernah nolong gw kan???itu artinya sebelum gw minta maaf, Iyel udah duluan ngenggep gw sebagai temennya"

"Bagus deh kalo kaya gitu"

Agni dan Cakka kini sudah berada dihadapan motornya Cakka, namun keduanya masih berdiri.

"Ag, gw boleh nanya ga???" Tanya Cakka

"Nanya apa???"

"Lu masih suka sama Iyel???"

"Gw kan dah bilang, ada orang yang lebih berhak suka sama Iyel daripada gw" Jawab Agni.

"Kalo misalkan gw bilang kalo gw suka sama lu gimana Ag???" Tanya Cakka ragu-ragu.

"Perasaan suka itu hak siapa aja kok Cak, gw ga bisa ngelarang lu buat suka sama gw" Jawab Agni.

"Trus lu suka juga ga sama gw???" Tanya Cakka lagi.

"Lu kenapa sih Cak, lu mo nembak gw???ribet amat, segala nanya macem-macem dulu, apa susahnya sih tinggal bialng 'Ag, mau ga jadi cewe gw?'.,.,tinggal ngomong gitu doank" Ujar Agni dengan senyum dibibirnya.

"Sebenernya maksud gw gitu sih Ag" Jawab Cakka seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal sama sekali.

"Jadi gimana Ag, lu mau jadi cewe gw???"

"Cak, jujur gw suka sama lu, gw sendiri ga ngerti kenapa gw bisa sedeket ini sama orang cuma dalam waktu beberapa minggu doank. Tapi Cak, gw belom bisa kearah sana buat sekarang"

"Maksud lu, lu nolak gw???" Tanya Cakka sedikit kecewa

"Ga nolak juga sih" Jawab Agni membingungkan Cakka.

"Maksud lu gimana sih Ag, gw ga ngerti"

"Maksud gw, kita kan kenal baru sebentar, gw belom tau soal lu banyak, dan lu juga belom tau gw, Agni yang yatim piatu, berenti sekolah karena harus kerja. Jadi gw pikir biarinlah kita kaya gini dulu, kaya gini juga kita tetep bisa deket kan???"

"Jadi ga nutup kemungkinan suatu saat lu bakal jadi cewe gw kan Ag???"

"Mungkin.," jawab Agni seraya memasangkan helm dikepalanya.

"Agni lu ini emang cewe aneh, tapi gw suka sama lu, pokoknya gw tunggu lu ampe kapapun deh" Ujar Cakka yang kini sudah berada diatas motornya.

"Gw pegang janji lu Cak" Ujar Agni yang melingkarkan tangannya dipinggang Cakka, karena Cakka sudah mulai melajukan sepeda motornya.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 23


 

"Jangan nangis, gw ga suka liat cewe nangis, dan gw janji ga bakal bikin lu takut lagi, gw juga ga mau kok koma buat kedua kalinya" Ujar Gabriel dengan sedikit senyum dibibirnya. Senyum kedua yang dia berikan untuk Sivia, terang saja Sivia pun membalas senyuman Gabriel seraya menghapus air matanya. Gabriel pun mengeratkan genggaman tangannya.

***

Di salah satu lorong Rumah Sakit, Cakka dan Agni terlihat berjalan beriringan menuju gerbang keluar dari Rumah Sakit itu. Cakka terlihat sangat murung, wajahnya dia tekuk, pikirannya dipenuhi hal-hal yang baru saja dia alami tadi pagi.

"Ya Tuhan, gw bener-bener bingung apa yang harus gw lakuin sekarang, apa yang harus gw lakuin buat bilang ma kasih sama Gabriel, sama orang yang udah ngorbanin nyawanya buat gw" Batin Cakka.

Agni yang berjalan disamping Cakka, menoleh memperhatikan wajah Cakka.

"Lu kenapa Cak.,???" Tanya Agni yang langsung membuyarkan lamunan Cakka.

"Ga kok, gw ga pa pa" Jawab Cakka.

"Lu masih mikirin soal Iyel???" Tanya Agni lagi.

Tiba-tiba Cakka menghentikan langkahnya.

"Lu bener Ag.,"

"Apanya yang bener???" Agni tidak memahami apa yang baru saja diucapkan Cakka.

"Lu bener ini saatnya gw buat minta maaf sama Iyel, gimana pun juga selama ini kan emang gw yang selalu cari gara-gara sama dia" Terang Cakka.

"Lu serius Cak???"

Cakka mengangguk tegas menjawab pertanyaan Agni ini.

"Lu balik bareng gw kan???" Tanya Cakka.

"Ga tau sih, tadi sebenernya gw cuma ijin setengah hari ke tempat kerja gw, tp ini udah sore kaya gini, bentar lagi juga mo maghrib. Jadi kayanya gw mo balik sih" Sebetulnya Agni sendiri menyadari jawabannya sama sekali tidak nyambung dengan pertanyaan Cakka.

"Jadi lu mo bareng atau engga???"

"Ga pa pa kalo gw bareng ama lu???" Tanya Agni.

"Ya ga pa pa lah, jalan kerumah gw kan ngelewatin rumah lu, tapi lu tunggu sebentar ya, gw mo nemuin Gabriel dulu bentar."

"Ya udah, gw tunggu di parkiran deh"

Detik itu juga, Cakka langsung membalikkan arah langkah kakinya kembali menuju ruang perawatan Gabriel.

***

Gabriel dan Sivia yang baru saja saling melepaskan genggaman tangan mereka berdua terlihat begitu canggung. Sivia yang duduk di kursi samping tempat tidur Gabriel menundukan kepalanya, mengarahkan tatapannya ke ujung kakinya yang dia ayun-ayunkan kedepan kebelakang diantara kedua kaki kursi tempat dia duduk. Sedangkan Gabriel sendiri terlihat memejamkan matanya dengan alasan ingin beristirahat meskipun tidak berasa ngantuk sedikitpun.

Sivia memberanikan dirinya untuk menengadahkan wajahnya. Menatap Gabriel yang tampak tertidur. Sivia memperhatikan wajah itu. Wajah itu berbeda dengan yang dia liat tiga jam lalu. Wajah yang tadi pucat kini sudah berseri kembali. Wajah yang tadi lemah kini sudah kembali kepada raut wajah kakunya. Sivia tersenyum.

"Ngapain lu liatin muka gw kaya gitu" Tiba-tiba saja suara Gabriel mengagetkan Sivia.

"Lu ga tidur ya Yel???" Jawab Sivia yang merasakan panas dipipinya akibat malu.

"Gimana bisa gw tidur kalo lu liatin terus???" Ujar Gabriel dengan nada bicara yang sinis.

"GR banget sih lu, siapa yang ngeliatin elu???lagian elu kan merem, gimana bisa tau kalo gw ngeliatin elu???"

"Nah itu lu sendiri yang bilang kalo lu ngeliatin gw" Ujar Gabriel seraya membuka kembali matanya. Mengarahkan tatapan matanya yang tajam kearah Sivia. Perasaan salah tingkah mendera Sivia pada saat dia mendapat tatapan tajam dari Gabriel, namun dia berusaha menormalkan perasaannya itu dan balik menatap Gabriel.

"Yel.,"

"Apa.,"

"Gw aneh deh Yel.," Ujar Sivia.

"Baru nyadar sekarang kalo lu aneh???"

"Ikh Iyel, dengerin gw.," Ujar Sivia kesal.

"Ya udah, lu aneh kenapa" Tanya Gabriel dengan nada yang sama sekali tidak berniat untuk bertanya.

"Lu niat dengerin gw ga sih???"

"Iyaaaa.,gw dengerin." Ujar Gabriel dengan nada juteknya.

"Gw aneh, soalnya kemaren-kemaren gw pengen banget ngerubah lu jadi orang yang ga jutek, gw pengen lu ga sinis lagi, gw pengen ngilangin sikap dingin elu, berusaha biar lu senyum. Tapi hari ini, gw seneng banget lu jutekin, gw seneng banget lu sinis sama gw, gw seneng banget ngeliat tampang kaku lu, tampang jutek lu. Karena dengan begitu gw tau lu udah jadi Iyel lagi, Iyel yang gw kenal. Iyel yang udah baik-baik aja. Dan gw lega banget Yel" Terang Sivia.

"Cuma itu anehnya???Lu ga nyadar ya, lu tuh anehnya lebih dari itu. lu ga inget dulu lu tiba-tiba deketin gw padahal lu belom kenal gw, lu terus dateng kerumah gw padahal udah gw bilang berkali-kali gw ga suka lu dateng kerumah gw. Trus lu juga tiba-tiba ngebuang rokok gw dan ganti pake permen kojek. Lu ga ngerasa gitu kalo itu tuh aneh" Ujar Gabriel.

"Terserah lu deh mo ngomong apa Yel.,yang jelas sekarang gw dah lega, dan bentar lagi mo magrib, jadi mendingan gw sekarang balik. Titip salam aja ya sama Pak Rio" Ujar Sivia yang bangun dari duduknya sambil menyelempangkan tas sekolahnya.

Gabriel hanya diam saja melihat Sivia melangkah menuju pintu keluar. Tanpa sedikitpun menghalangi maksud Sivia untuk pergi.

Tepat pada saat Sivia akan membuka pintu, pintu itu sudah terlebih dahulu terbuka dari luar. Terlihat Cakka berdiri dibalik pintu itu.

"Cakka, kok balik lagi???Ada yang ketinggalan???" Tanya Sivia.

Gabriel yang mendengar nama Cakka disebut, membiarkan perhatiannya tertuju kearah pintu dimana memang terlihat Cakka berdiri disana.

"Gw mau ngomong sebentar sama Gabriel" Cakka menjawab pertanyaan Sivia.

"Oh ya udah.,masuk deh" Ujar Sivia.

"Lu mau balik???"

"Iya, udah mo maghrib, takut bokap nyariin"

"Ya udah hati-hati" Ujar Cakka berusaha bersikap lebih ramah terhadap Sivia.

Setelah Sivia keluar dari ruang perawatan Gabriel, Cakka menutup kembali pintu ruangan itu dengan rapat. Kemudian dia melangkah ragu-ragu mendekati Gabriel.

Cakka kini sudah berdiri disamping tempat tidur Gabriel, namun mulutnya masih tertutup rapat, tak sepatah katapun keluar dari ujung lidahnya.

"Ada yang mau lu omongin sama gw Cak???" Tanya Gabriel memecah kekeluan yang terbentuk dilidah Cakka.

"Sebenernya banyak yang mo gw omongin sama lu, tapi gw bingung mo mulai darimana" Jawab Cakka.

Keduanya berbicara masih dengan wajah kaku mereka masing-masing.

"Gw masih ga habis pikir kenapa tadi pagi lu nolongin gw, padahal selama ini kita ga pernah akur, malah kita sering terlibat perkelahian"

"Gw masih ga percaya kalo yang nolong gw adalah elu, orang yang selama ini selalu gw ejek, selalu gw pojokin, selalu gw olok-olok dan entah apalagi yang sering gw lakuin sqma lu."

"Apapun alasan lu nolong gw hari ini, gw cuma bisa bilang ma kasih, kalo bukan karena lu mungkin sekarang gw yang terbaring disini. Tapi itu bukan berarti gw bersyukur, ga sama sekali. Malah gw tau sekarang ternyata pada dasarnya lu tuh orang baik," Terang Cakka.

"Yel.,gw juga mo minta maaf, selama ini selalu ngejek lu, gw selalu cari gara-gara sama lu, gw selalu mojokin lu," Cakka menghembuskan nafas seakan-akan beban perasaannya sedikit berkurang.

Gabriel tak berkata sepatah katapun, tak bereaksi sedikitpun.

"Mungkin lu masih nyimpen perasaan ga suka sama gw Yel"

"Kalo boleh gw jujur, ampe sekarang gw masih ga percaya tadi pagi lu bilang kalo gw ini temen lu,"

"Percaya atau enggak, karena ucapan lu itu, hari ini gw ngeliat lu koma kaya tadi, gw ngerasa takut banget Yel, bukan takut karena perasaan bersalah gw, tapi karena gw takut kehilangan orang yang nganggep gw temen"

"Dan meskipun lu ga percaya tapi sekali lagi jujur gw bilang gw lega ngeliat lu dah baikan sekarang,"

Cakka tidak peduli apakah Gabriel saat itu mendengarkan atau tidak semua yang diucapkannya saat itu, dalam hatinya Cakka hanya ingin mengeluarkan semua uneg-unegnya yang dirasakannya sepanjang hari itu.

"Gw rasa cuma itu aja yang pengen gw bilang ke elu." Tanpa menunggu respon dari Gabriel, Cakka membalikan tubuhnya berjalan kearah pintu keluar. Namun baru saja Cakka berjalan beberapa langkah, langkah Cakka terhenti oleh ucapan Gabriel.

"Kalo soal hari ini, lu ga usah terlalu ngerasa bersalah, dan lu ga usah terlalu GR, gw ngelakuin ini bukan buat elu. Gw cuma lagi berusaha berbuat baik, dan ternyata Tuhan kasih ujian, orang yang pertama kali harus gw tolong itu ternyata elu." Terang Gabriel tanpa sedikitpun ekspresi diwajahnya dan tanpa menatap kearah Cakka.

Berbeda dengan Cakka yang saat itu menoleh kembali kearah Gabriel, dan merubah raut wajahnya menjadi lebih bersahabat.

"Apapun alasannya Yel, gw tetep harus bilang ma kasih" Ujar Cakka.

Cakka terdiam sejenak, tampak memikirkan sesuatu. Kemudian dia mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan memberikannya kepada Gabriel.

"Lu harus cepet sembuh Yel, buat ini" Cakka mengulurkan kertas itu kepada Gabriel dan dengan gerakan terpaksa Gabriel menerima selembar kertas itu.

Setelah itu Cakka benar-benar meninggalkan Gabriel.

Ruang perawatan itu kini berubah menjadi sepi, sunyi seperti tak berpenghuni. Hanya tinggal Gabriel yang masih terbaring diatas ranjang rumah sakitnya kini sedang menatap selembar kertas yang diberikan Cakka tadi.

***

Tiga hari berlalu setelah kejadian pagi hari itu. Gabriel pun sudah keluar dari Rumah Sakit dan kembali kerumahnya. Namun Gabriel belum kembali kesekolahnya. Diperutnya masih tertempel kain kasa yang menutupi bekas lukanya. Rasa perih terkadang masih dirasakan Gabriel apabila terlalu banyak gerakan yang dilakukannya. Seperti halnya siang itu. Gabriel hanya duduk ditepian tempat tidurnya, ditangannya dia genggam selembar kertas yang diberikan Cakka padanya pada saat di Rumah Sakit kemarin. Berulang-ulang dia membaca isi selembar kertas itu. Sebuah surat pemberitahuan dimana sekolahnya akan kembali mengikuti perlombaan matematika antar sekolah.

"Itu kesempatan buat lu Yel" Tiba-tiba terdengar suara seseorang dari luar pintu kamarnya yang saat itu tidak tertutup. Terlihat Sivia disana.

"Ngapain lu masuk ke kamar gw" Ujar Gabriel ketus

"Lu ga liat, gw ga masuk kamar lu kok, gw masih selangkah diluar kamar lu, jadi lu ga usah nyolot kaya gitu" Jawab Sivia.

"Menurut gw itu kesempatan lu Yel, kesempatan buat buktiin ke semua orang kalo lu bisa, terlebih buat Papa lu Yel, meskipun dia udah ga ada, tapi gw yakin buat kali ini dia pasti bangga banget sama lu Yel" Sambung Sivia.

"Tapi gw takut kejadian itu terulang lagi Vi"

"Yel, jangan menyerah sebelum lu nyoba, saatnya kan tiba Yel, lu bakal bahagia, ngeliat bintang lu bercahaya." Ujar Sivia tersenyum.

Dan entah kenapa, ucapan Sivia itu seakan-akan memberikan kekuatan dan kepercayaan diri yang begitu kuat didalam diri Gabriel.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 22


 

"Abang.," Seru Gabriel lemah.

Rio yang saat itu memakai baju steril Rumah Sakit diluar kemeja kerja yang dipakainya, menghampiri Gabriel yang masih terbaring lemah diatas tempat tidurnya.

"Hai Yel.," Ujar Rio, dia tidak tahu kata-kata apa yang tepat untuk menyapa Gabriel saat itu.

"Lu kenapa ngeliatin gw kaya gitu???ngerasa kesian ya sama gw" Ujar Gabriel masih setia dengan sikap sinisnya, walaupun dengan kondisi tak berdayanya.

"Masih aja lu tuh sama sikap sinis lu itu Yel" Ujar Rio dengan senyumnya.

"Yel, gw tuh khawatir sama kondisi lu sekarang, lu ga tau kan diluar juga banyak yang nungguin lu, mereka nangis buat lu, mereka berdoa buat lu, mereka peduli sama lu dan mereka sayang sama elu.,Yel" Terang Rio.

Untuk beberapa saat entah karena sakit di perutnya atau karena sedang mencerna ucapan Rio, Gabriel membisu dalam diamnya.

"Abang.,"

"Ya Yel.," Jawab Rio

"Tadi gw ngerasa papa ada disini bang" Ujar Gabriel.

"Papa.,???"

"Iya, tadi gw ngerasa papa pegangin tangan gw, trus dia ngebisikin sesuatu dikuping gw Bang, sesuatu yang pengen banget gw denger dari dulu Bang.," Ujar Gabriel.

"Papa bilang apa sama lu Yel???" Tanya Rio

"Papa bilang.,gw anak papa, gw ga boleh berantem lagi sama lu, gw harus jagain Shilla, dan terakhir papa bilang gw harus sayang Iyan.,karena.,.,.,karena.,..,," Gabriel tidak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya. Gabriel memejamkan matanya, setitik bulir bening mengalir dari sudut mata Gabriel.

"Karena apa Yel.,???" Tanya Rio lembut.

"Papa bilang, gw harus sayang Iyan karena Papa juga sayang sama gw" Sambung Gabriel dengan suara terbata-bata menahan tangisnya.

"Lu denger kan Bang, papa bilang dia sayang gw.," Gabriel menatap Rio dengan pandangan mata yang begitu nanar namun dibalik itu terdapat sedikit gurat kebahagiaan.

"Yel, kemaren pada saat lu tau semuanya, lu bilang sama Shilla tak ada setetespun darah Papa mengalir ditubuh lu, tapi sekarang ga lagi Yel"

"Maksud lu Bang.,???" Tanya Gabriel tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Rio.

"Yel, mulai sekarang lu ga bisa nyangkal lagi, mau ga mau lu harus akuin kalo gw adalah abang lu, karena darah gw dah ngalir di darah lu, itu artinya darah papa sama mama sudah menyatu ditubuh lu. Itu artinya antara kita ada ikatan darah Yel, dan ga ada satu orang pun yang bisa ngerubah itu."

"Maksud lu, lu donorin darah buat gw???"

Rio mengangguk.

"Tapi gw minta bayaran buat darah yang gw kasih ke elu" Ujar Rio.

"Bayaran???" Tanya Gabriel

"Iya gw minta darah itu lu bayar dengan lu bisa anggep gw sebagai abang lu, lu lupain siapa elu, siapa gw, siapa Shilla, siapa Iyan. Yang gw mau hanya ada kata 'KITA' sebagai saudara." Terang Rio.

"Abang.,"

"Ma kasih abang udah nyelametin nyawa gw" Ujar Gabriel.

"Itulah gunanya saudara Yel, dan lu liat Yel, Tuhan yang mau kita jadi saudara, buktinya meskipun kita bukan saudara kandung, kita punya golongan darah yang sama. Dari awal Tuhan udah nentuin jalan hidup kita Yel, dan jalan hidup lu adalah bersama kita, sebagai ade gw, sebagai abang dari Shilla sama Iyan dan anak kedua mama sama papa" Ujar Rio.

"Gw rasa juga begitu" Ujar Gabriel.

Keduanya tersenyum dan sama-sama menitikan air mata keharuan.

***

Pintu ICU terbuka untuk kesekian kalinya. Kali ini Rio yang baru saja menemui Gabriel terlihat keluar dari pintu itu.

"Abang, gimana bang Iyel???" Tanya Shilla.

"Dia udah baik-baik aja," Jawab Rio.

"Berarti sekarang Shilla boleh ketemu Bang Iyel dong" Ujar Shilla.

"Aku juga pak.,aku pengen ketemu Iyel juga" Sambung Sivia.

"Kalian sabar ya, sekarang Iyelnya mo dipindah dulu ke ruang perawatan, nanti kalian bisa ketemu sepuasnya sama Iyel disana" Jawab Rio.

Sekitar sepuluh menit kemudian, sebuah brankar keluar dari ruang ICU itu. Gabriel terbaring diatasnya. Dari atas brankarnya, Gabriel menatap satu persatu secara bergantian orang-orang yang menunggui dirinya didepan ruang ICU tersebut. Dimulai dari Rio yang kini sedang memangku Iyan, disampingnya berdiri gadis manis kekasih Rio yaitu Ify. Disamping Ify berdiri adik yang paling disayangi Gabriel, Shilla yang terlihat bergandengan dengan Ify, calon kakak iparnya. Dari Ify pandangan mata Gabriel beralih ke sebelah kanannya, dimana Gabriel melihat satu-satunya sahabat yang dia miliki yaitu Agni, pandangan Gabriel kini tertuju pada sosok lelaki muda yang berdiri disamping Agni. Lelaki muda itu sedikit menundukan wajahnya, lelaki muda itu adalah Cakka, yang masih saja menyimpan rasa bersalahnya sehingga tidak memiliki keberanian untuk membalas tatapan Gabriel. Orang terakhir yang tertangkap oleh kedua bola mata Gabriel adalah seorang gadis cantik dengan lesung pipit di kedua belah pipinya, dengan kulit putihnya, dengan bola mata yang bening akibat genangan air mata. Tak lepas Gabriel menatap mata itu, mata yang membalas tatapan Gabriel dengan lembut. Dalam hatinya Gabriel berkata.,

"Ma kasih Via.,"

***

Kamar perawatan yang kurang lebih berukuran 3 x 4 meter persegi itu tampak lebih nyaman dibandingkan dengan ruang ICU tadi. Terdapat satu meja kecil disamping tempat tidurnya, satu lemari kecil tepat diseberangnya, dan satu buah kursi berada disamping kanan tempat tidurnya.

Gabriel masih terbaring diatas tempat tidur di kamar perawatan itu. Gabriel kini sudah terlihat lebih baik daripada beberapa jam sebelumnya. Sudah tidak ada lagi selang oksigen melintang dihidungnya, hanya selang infusi yang masih tertancap dipergelangan tangannya.

Tempat tidurnya kini dikelilingi oleh semua orang yang menunggunya di luar ruang ICU tadi.

"Sekarang Gabriel udah baikan, lebih baik kalian semua pulang aja dulu ya, lagian kan sekarang udah sore juga" Ujar Rio

"Ya udah deh bang, Shilla pulang duluan ya, kesian Iyan"

"Ya udah kamu hati-hati ya," Ujar Rio.

"Yo, kalo gitu aku pulang juga ya, biar aku bareng sama Shilla,"

"Oh ya udah bagus deh kalo gitu. Aku titip mereka ya"

"Abang.,Shilla sama Iyan pulang dulu ya, abang cepet sembuh, Shilla sedih ngeliat abang sakit kaya gini" Ujar Shilla dengan lagi-lagi air mata mengalir dipipinya.

"Ma kasih ya Shilla, kamu hati-hati berdua dirumah sama Iyan ya"

"Kamu ga perlu khawatir yel, aku nanti nginep dirumah kamu buat temenin mereka" Ujar Ify.

"Ma kasih ya kak, kak Ify emang baik, abang gw ga salah cari calon istri"

"Kita pergi dulu ya" Ujar Ify yang kemudian langsung pergi meninggalkan ruang perawatan Gabriel.

"Gw juga pulang Yel" Ujar Cakka singkat yang tak di jawab dengan respon apapun oleh Gabriel.

Agni menghampiri Gabriel.

"Yel, gw harap lu cepet sembuh ya, lu inget kan gw ga punya siapa-siapa lagi selain lu sekarang" Ujar Agni dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.

"Gila, ternyata gw harus koma dulu buat bikin lu nangis Ag" Canda Gabriel namun tetap dengan muka seriusnya.

"Ya enggalah Yel," Jawab Agni sambil tersenyum.

"Ya udahlah gw balik dulu ya Yel"

Di ruang perawatan Gabriel kini hanya tinggal tersisa tiga orang, yaitu Gabriel, Rio dan Sivia.

"Kamu ga pulang Via.,???" Tanya Rio.

Sivia hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Rio itu. Rio yang mengerti perasaan Sivia pada saat itu akhirnya meninggalkan Sivia dan Gabriel berdua.

"Yel, abang mau ke kantin dulu sebentar, kamu sama Via dulu ya"

"Kamu ga pa pa kan Via, bapak minta tolong jagain Iyel sebentar.???"

"Ga pa pa kok Pak.,lama juga ga pa pa" Ujar Sivia dengan nada bicara spontan dan begitu bersemangat. Rio hanya tersenyum melihat tingkah laku Sivia itu, dan Sivia yang menyadari hal itu hanya bisa tersipu dan sedikit menundukan kepalanya.

"Maksud aku.,ga pa pa kok pak aku nungguin Iyel sebentar"Sivia meralat ucapannya dan kini berusaha dengan nada yang biasa saja.

"Ya udah.,abang tinggal dulu kalian berdua ya"

***

Ruang perawatan itu terasa begitu sunyi, tenang, hanya terdengar detik-detik jarum jam berdetak. Hanya terdengar samar-samar deru nafas dari dua orang yang masih tersisa di dalam ruangan itu.

Gabriel dan Sivia hanya terdiam. Tak satupun dari mereka yang mencoba berusaha untuk memecahkan kesunyian yang terbentuk di ruangan itu.

Sivia yang kini duduk di kursi samping tempat tidur Gabriel, hanya bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Dia tetap menundukan kepalanya, pipinya yang chubby dia kembung-kembungkan bergantian ke kiri dan ke kanan.

"Kok lu diem aja, biasanya cerewetnya minta ampun" Suara Gabriel yang belum setegas seperti biasanya, cukup mengagetkan Sivia yang dari tadi hanya diam.

"Lu baik-baik aja Yel???" Tanya Sivia ragu-ragu.

"Ya enggaklah., gw ga baik-baik aja, emank ada ya orang yang sehat dirawat di Rumah Sakit" Jawab Gabriel dengan raut wajah kaku seperti biasanya.

Gabriel sedikit meringis kesakitan pada saat dia menggerakan badannya berusaha untuk mengambil minum yang terletak di meja samping tempat tidurnya.

"Sakit ya Yel???" Tanya Sivia lagi.

"Pertanyaan lu tuh aneh-aneh ya, ya iyalah sakit, lu ga liat perut gw luka segitu gedenya" Jawab Gabriel dengan nada sinisnya.

"Gw kan cuma nanya Yel" Ujar Sivia yang juga telah kembali ke sifat aslinya, berbicara dengan nada sedikit ketus.

"Gw haus, ambilin gw minum tuh, gw susah ngambilnya" Ujar Gabriel jutek.

"Kalo minta tolong sopan dikit donk, ga pernah ya bilang tolong" Jawab Sivia.

"Iya gw MINTA TOLONG,," Ujar Gabriel dengan sedikit nyolot.

"Ga ikhlas banget sih minta tolongnya"

"Lu aja ga ikhlas mau nolongin gw nya"

"Ya udah gw ambilin" Kata Sivia dengan terpaksa.

Sivia bangun dari duduknya, meraih segelas air putih yang terletak di meja disamping dia duduk. Kemudian mendekati tempat tidur Gabriel, membantu Gabriel minum dengan menyangga kepala Gabriel di tangan kanannya.

Detak jantung Sivia semakin kencang, tarikan nafasnya tak beraturan. Kelenjar keringatnya tiba-tiba bekerja dengan begitu baik sehingga ruang yang ber AC sekalipun tidak bisa menghalangi rasa panas dan gerah yang mendera tubuh Sivia.

"Ya Tuhan.,gw ga pernah sedeket ini sama lu Yel" Batin Sivia.

Gabriel membaringkan tubuhnya kembali. Dan Sivia pun kembali duduk di kursinya.

"Kondisi lu gimana sekarang???" Tanya Sivia lagi

"Mana gw tau, kalo mo nanyain kondisi gw, tanya aja sama dokternya" Jawab Gabriel ketus.

"Lu kenapa sih Yel, gw nanya itu salah, gw nanya ini salah," Jawab Sivia. Namun dibalik semua itu sebetulnya ada sedikit perasaan lega di hati Sivia.

"Ya Tuhan terima kasih, Iyel dah balik kaya biasanya " Batin Sivia.

Namun situasi yang kaku antara Gabriel dan Sivia akhirnya mencair dengan sikap Gabriel yang mulai mencair juga.

"Ternyata berbuat baik itu susah ya Vi, hampir aja gw kehilangan nyawa gw sendiri gara-gara gw belaga nolongin orang" Terang Gabriel.

"Engga susah kok Yel sebetulnya. Tadi pagi tuh lu cuma berada di tempat dan waktu yang salah Yel, tapi semuanya itu adalah kemauan Tuhan. Karena menurut gw semua yang ada didunia ini ga ada yang kebetulan Yel, semuanya udah diatur Tuhan, dan semua pasti ada maksudnya"

"Tapi lu ga nyesel buat berbuat baik kan Yel.,???"

"Kalo gw nyesel berbuat baik, berarti gw juga nyesel donk bisa kenal sama elu, soalnya elu kan yang ngenalin gw sama yang namanya 'berbuat baik'.,.," Jawaban Gabriel sama sekali bukan jawaban yang disangka-sangka oleh Sivia. Dan Sivia hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Gabriel itu.

"Gw boleh pegang tangan lu ga Yel.,???" Tanya Sivia.

"Lu mo ngapain tangan gw.,???" Tanya Gabriel seraya menarik tangannya menjauhi tangan Sivia yang sedari tadi hanya berjarak beberapa senti saja dari tangannya.

"Ga mo ngapa-ngapain Iyeeeellll.,boleh ga.,???" Tanya Sivia lagi.

Gabriel terlihat berpikir sejenak, kemudian perlahan Gabriel mendekatkan lagi tangannya yang dia tarik tadi kedekat tangan Sivia. Dan sedikit demi sedikit tangan Sivia pun meraba tangan Gabriel, sampai akhirnya kedua tangan mereka terjalin dalam sebuah genggaman. Dan tepat pada saat itu, tiba-tiba saja tangis Sivia terpecah.

"Lu kenapa nangis???" Tanya Gabriel

"Yel, tadi gw takut banget ngeliat lu koma. Gw takut lu kenapa-kenapa Yel, jangan kaya gitu lagi ya, please jangan bikin gw takut kaya tadi lagi"

"Jangan nangis, gw ga suka liat cewe nangis, dan gw janji ga bakal bikin lu takut lagi, gw juga ga mau kok koma buat kedua kalinya" Ujar Gabriel dengan sedikit senyum dibibirnya. Senyum kedua yang dia berikan untuk Sivia, terang saja Sivia pun membalas senyuman Gabriel seraya menghapus air matanya. Gabriel pun mengeratkan genggaman tangannya.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 21


 

"Saya Dok.,saya yang akan melakukan transfusi itu.,golongan darah saya juga 'O',.sama seperti Gabriel" Ujar seseorang tiba-tiba yang dari tadi hanya diam saja.

Semua menoleh kearah seseorang itu.

"Bang Iyel.," Seru Shilla.

"Abang Serius.,???" Tanyanya.

"Iya Shilla.,abang sangat-sangat serius"

"Tapi kan Pak Rio.,Iyel itu bukan.,.,.," Sivia menggantungkan ucapannya.

"Bukan berarti golongan darah kita harus ga sama juga kan.,???" Ujar Rio dengan senyumnya.

"Ya udah kalo gitu.,bisa ikut saya" Ujar Dokter yang merawat Gabriel.

"Ya udah Dok.,lebih cepat lebih baik kan.,???" Ujar Rio. Dan seketika itu langsung mengikuti langkah Dokter memasuki ruang ICU.

"Abang.," Panggil Shilla lagi dengan derai air mata membasahi kedua pipinya.

Rio menoleh kearah Shilla dengan lagi-lagi terkembang senyum dibibirnya.

"Kamu ga usah khawatir ya sayang, abang pasti baik-baik aja, kamu doain supaya abang bisa nolong abang Iyel ya.," Dan tanpa menunggu respon dari Shilla, Rio kembali melangkah memasuki ruang ICU.

"Shilla.,Shilla.," Panggil seseorang yang baru saja tiba di Rumah Sakit.

"Kak Ify.,"

"Maaf ya sayang kakak baru datang sekarang, tadi kakak ga bisa ninggalin kerjaan kakak di kantor" Terang Ify.

"Ga pa pa kok kak.,"

"Trus sekarang.,"

"Bang Iyel masih belom sadar, sekarang bang Rio lagi transfusi darahnya buat Bang Iyel"

"Ya udahlah lebih baik kita sekarang berdoa buat kebaikan semuannya." Ujar Ify.

***

Cakka terduduk lesu disalah satu kursi tunggu di luar ruang ICU dimana Gabriel dirawat. Duduk agak menjauh dari semua yang menunggui Gabriel di Rumah Sakit itu. Dia termenung, menyandarkan tubuhnya ke senderan kursi dengan kedua tangannya dia sembunyikan didalam saku celananya. Pikirannya melayang kembali ke peristiwa tadi pagi. Otaknya tidak bisa mencerna kenapa orang yang selama ini selalu dia pojokan malah menjadi penyelamat bagi dirinya. Perasaan bersalah, perasaan menyesal menyelimuti dirinya.

"Iyel.,Gabriel.,kenapa harus elu.,kenapa lu harus nolong gw.," Gumam Cakka.

Kini dia mengusap-ngusap wajahnya dengan kedua tangannya. Tampangnya begitu lusuh, tak bersemangat, tak ada sedikitpun gurat keangkuhan yang selama ini terbentuk diwajahnya apabila dia sedang mengolok-ngolok Gabriel.

Lamunan Cakka tiba-tiba terhenti dikagetkan oleh kehadiran seseorang yang sekarang duduk disampingnya.

"Luka lu juga harus diobatin Cak.," Ujar seorang gadis tomboy yang duduk disampingnya itu.

"Luka gw ga seberapa dibandingkan sama luka Gabriel, Ag.," Terang Cakka dengan nada suara yang sangat lemah. Di wajah Cakka memang tampak beberapa luka lebam akibat tonjokan ketiga preman tadi. Bukan hanya itu, disudut bibirnya juga terlihat sedikit darah yang mengering.

"Tapi bukan berarti lu diemin luka lu itu kan, bisa-bisa nanti lu tepar kaya Iyel juga"

"Gw masih ga abis pikir Ag, kenapa harus Gabriel yang nolong gw.,"

"Karena mungkin memang harus seperti itu Cak.,"

"Maksud lu.,???"

"Maksud gw, mungkin dengan kejadian ini lu bisa ngerti kalo Iyel tuh sebetulnya ga jahat-jahat amat, seburuk-buruknya Iyel, dia masih punya sisi baik juga. Dan mungkin ini saatnya lu sama Iyel baikan, lagian kan sebetulnya antara lu bedua ga ada masalah apa-apa, cuma masalah ego kalian doank"

"Tapi gw masih ga bisa percaya semua ini Ag," Ujar Cakka.

"Kenapa harus ga percaya???"

"Gw malu sama Gabriel, selama ini gw selalu ngejek dia, selalu mojokin dia. Gw ga tau harus gimana kalau nanti Gabriel sadar Ag."

"Lu ga perlu malu lagi, lu cuma harus berani bilang 'maaf'.," Ujar Agni dengan senyum.

"Sebelumnya gw minta maaf sama lu Ag.," Ujar Cakka.

"Minta maaf ke gw.,???buat apa.,???"

"Karena gw udah bikin Gabriel kaya gini, gw tau Gabriel itu orang yang paling penting buat lu"

"Jujur iya, karena dia satu-satunya orang yang gw punya sekarang"

"Lu sayang sama dia.,???" Tanya Cakka.

"Semua orang pastilah sayang sama sahabatnya Cak"

"Maksud gw lebih dari itu"

"Dulu iya, tapi sekarang gw ngerasa ga berhak"

"Kenapa???"

"Karena ada orang yang lebih berhak dari gw, orang yang lebih baik dari gw, orang yang bisa membuat Iyel lebih baik"

"Sivia,." Tebak Cakka.

Agni hanya mengangguk menjawab tebakan Cakka tersebut.

"Tapi jujur Cak, ngeliat Iyel seperti ini gw takut banget.,gw takut sesuatu yang buruk terjadi sama Iyel, dan kalo itu terjadi gw ga tau bakal jadi gimana Cak, gw sendirian" Ujar Agni menundukan kepalanya, bulir-bulir bening tiba-tiba saja menetes diatas telapak tangan Agni yang dia letakan di atas pahanya.

"Gw baru tau kalo cewe tomboy itu bisa nangis juga" Canda Cakka berusaha menghibur Agni.

Secepat kilat tangan Agni menghapus air matanya.

"Ga pa pa lagi Ag, ga masalah kalo lu nangis, gw aja yang cowo kadang suka nangis kalo masalah gw berat banget, apalagi elu, elu tuh cewe, dan sahabat paling setia buat cewe ya air mata," Terang Cakka.

Agni mengangkat kepalanya yang awalnya tertunduk, kini dia menoleh kearah Cakka. Mendengar ucapan Cakka tangis Agni semakin tak bisa dia tahan. Baru pertama kali ini dia menangis di hadapan orang, tidak juga dihadapan Gabriel orang yang selama ini paling dekat dengannya. Selama ini dia selalu menyimpan air matanya hanya untuk dia sendiri.

"Lu inget Ag, pada saat lu sedih, lu seneng, lu bahagia, lu terharu, lu sakit, tanpa lu sadar ataupun enggak, air mata adalah hal pertama yang bakal nemenin elu."

"Dan lu ga perlu cemas Ag, lu tau kan Gabriel itu orang yang sangat kuat, dia ga bakal nyerah gitu aja, dia bakal baik-baik aja"

Agni kembali menundukan kepalanya, bahunya terlihat bergerak turun naik menandakan dia sedang menangis tersedu. Kedua tangannya meremas ujung kaosnya, melampiaskan seluruh kesedihannya yang melanda dirinya saat itu.

Dalam tangisnya itu, Agni merasa bahunya dirangkul oleh sebuah tangan yang entah kenapa rangkulan itu membuat dirinya merasa lebih nyaman dan lebih tenang. Diliriknya pemilik tangan itu, ternyata itu adalah tangan Cakka.

"Lu ga usah takut sendirian Ag, mulai sekarang lu punya temen baru yang bisa lu andelin Ag.,"

"Gw.," Ujar Cakka seraya mengulurkan jari kelingkingnya kearah Agni.

Agni menatap Cakka, dan meskipun masih dalam isak tangisnya, dia berusaha mengembangkan senyuman semanis mungkin untuk Cakka dan mengaitkan jari kelingkingnya juga ke jari kelingking Cakka.

"Sekarang gw anter lu ketemu suster buat obatin luka lu ya.," Ajak Agni.

Cakka menganggukan kepalanya, dan keduanya kemudian berjalan keruang perawatan untuk menemui salah satu suster yang dapat menolong untuk mengobati luka Cakka.

***

Kursi tunggu didepan ruang ICU yang tadi pagi masih kosong, terlihat penuh terisi siang hari itu. Sivia duduk di posisi paling pinggir, tepat disamping pintu ICU. Disampingnya Shilla dengan Iyan tertidur dipangkuannya, karena memang waktunya dia untuk tidur siang. Dan di samping Shilla terlihat wajah tirus Ify dengan segurat kekhawatiran tampak dikedua bola matanya. Ketiganya sibuk dengan lamunannya masing-masing. Dan semuanya tampak kaget pada saat pintu ICU itu terbuka, terlihat Rio keluar dari ujung pintu ICU, menekuk pangkal sikunya, dengan segumpal kapas menutupi setitik lubang bekas tusukan jarum transfusi darah tadi.

Shilla, Sivia dan Ify langsung berdiri menghampiri Rio.

"Gimana Iyel.,Pak???" Tanya Sivia.

"Dia menerima darah bapak dengan baik, sekarang kita hanya tinggal menunggu Iyel sadar" Jawab Rio.

Raut kelegaan terlihat di wajah ketiga perempuan-perempuan cantik itu. dan mereka kembali duduk di tempat mereka semula. Terkecuali Sivia. Dia berjalan kearah pintu ICU, berusaha melihat keadaan Gabriel dari pintu ICU yang terbuat dari kaca. Namun Sivia hanya bisa mengintip Gabriel dari sela-sela tirai yang menutupi pintu kaca tersebut. Meskipun hanya sedikit tirai yang tersingkap, tetapi Sivia dapat melihat Gabriel dengan jelas. Tangis Sivia kembali pecah pada saat melihat Gabriel yang terbaring tak sadarkan diri, dengan selang oksigen melintang dihidungnya, dengan jarum infus di pergelangan tangannya. Gabriel tampak begitu lemah, tidak ada Gabriel yang Sivia kenal selama ini, Gabriel yang dingin, kaku, Gabriel dengan senyum sinisnya, dengan sindirannya. Hanya satu hal yang tidak berubah pada saat itu, wajah Gabriel yang tanpa ekspresi.

"Iyel, gw ga bisa liat lu kaya ini, gw lebih suka lu jutekin daripada lu diemin karena lu ga sadar kaya gini. Please Yel bangun, please Yel, jutekin gw lagi, kasih gw lagi senyum sinis lu, kasih lagi sindiran lu,"

"Iyel.,lu denger gw kan.,???" Gumam Sivia seraya meraba pintu kaca ruang ICU itu.

Rio yang melihat itu menghampiri Sivia.

"Kamu baik-baik aja Via???" Tanyanya

"Via ga bisa baik-baik aja selama Iyel masih belom sadar Pak" Jawab Sivia masih dengan tangisannya.

"Kamu tau kan Iyel itu orangnya keras kepala, dia ga bisa dibilangin, semaunya sendiri" Ujar Rio

"Dan kamu tau Via, kali ini bapak juga yakin dia bakal keras kepala. Iyel bakal keras kepala buat bertahan hidup Via, buat kita semua"

"Selama ini kamu udah yakin bisa ngerubah Iyel, dan kamu udah berhasil Via, sekarang sekali lagi kamu harus yakin kalo Iyel ga bakal bikin usaha kamu itu sia-sia Via, kamu harus percaya itu" Ujar Rio lagi dengan senyuman optimis dibibirnya.

"Iya pak.,Via percaya itu" Jawab Sivia terbata-bata.

Clek.,

Keduanya dikejutkan oleh pintu ICU yang terbuka. Dokter yang merawat Gabriel keluar dari ruangan tersebut. Shilla dan Ify pun ikut mendekat mengelilingi dokter itu, untuk mengetahui kondisi Gabriel.

"Gimana Dok.,gimana kondisi adik saya.,???"

"Bersyukurlah kalian, Gabriel sudah siuman sekarang"

"Ya Tuhan terima kasih.," Ucap semuanya bersamaan.

"Jadi sekarang kita udah boleh melihat dia Dok???" Tanya Rio lagi

"Boleh.,tapi kondisi Gabriel masih lemah, dia masih perlu istirahat yang banyak, jadi kalo mau melihat kondisi dia satu persatu aja ya.,dan itu pun ga boleh terlalu lama" Terang Dokter itu.

Atas persetujuan semua yang berada disitu, Rio orang pertama yang menemui Gabriel.

***

Gabriel mengerjap-ngerjapkan matanya, pandangannya masih buram pengaruh dari obat bius. Dia sedikit mengeliatkan tubuhnya, rasa perih menjalar diatas perutnya.

"Eeergghhh.," Gabriel mengerang perlahan, menahan sakitnya.

Dia memejamkan matanya kembali, bukan untuk tertidur, tapi dia mencoba menetralisir ingatannya, menyusun serpihan-serpihan ingatannya yang tercecer pada saat dia tidak sadarkan diri tadi. Sedikit demi sedikit dia berhasil menyatukan kilasan-kilasan peristiwa yang dia ingat, sampai akhirnya tersusun rapi menjadi suatu runtutan peristiwa yang dialaminya.

"Cakka.," Dia teringat akan Cakka.

"Apa dia baik-baik aja.,???" Gabriel merasa aneh sendiri, kenapa pada saat dia terbaring lemah seperti itu , kepeduliannya terhadap Cakka muncul begitu saja tanpa dia sadari.

"Kenapa gw mikirin dia sih" Masih saja ego nya sedikit menguasai Gabriel.

Tepat pada saat itu, Gabriel merasa ada seseorang yang menghampiri dirinya. Gabriel menoleh kearah dimana seseorang itu berjalan kearahnya.

"Abang.,." Seru Gabriel lemah.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 20


 

Gabriel merasakan perih yang sangat hebat dibagian perut sebelah kanannya, sedikit demi sedikit cairan berwarna merah kental merembes diatas kemeja seragam Gabriel yang berwarna putih, peluh membasahi kening Gabriel, giginya gemerutuk menahan sakit yang luar biasa, tangannya menekan bagian perut dengan luka yang menganga akibat tusukan pisau lipat, perlahan pandangannya mulai mengabur, tarikan nafasnya melemah, kesadaran Gabriel hilang sedikit demi sedikit, sampai akhirnya Gabriel jatuh pingsan bersimbah darah.

Ketiga preman itu terlihat begitu ketakutan, wajah mereka begitu panik, termasuk Cakka yang masih tidak percaya seseorang yang sering dia ejek ternyata malah menolong dia sampai terluka seperti ini.

"Kabur.," Teriak salah satu preman tersebut.

Mereka bertiga pun berlari meninggalkan Gabriel dan Cakka, namun sebelumnya salah satu dari mereka sempat mengambil handphone Gabriel yang terjatuh dari kantong celananya.

"Hey.,jangan kabur lo.,tanggung jawab lo betiga ma temen gw.," Teriak Cakka yang awalnya berniat untuk mengejar preman-preman itu, namun perhatian Cakka kini beralih kearah Gabriel yang terkulai tak sadarkan diri dipingir jalan. Cakka mendekati Gabriel dengan wajah yang begitu panik.

"Iyel.,Iyel.,bangun Yel.," Cakka menggerak-gerakan tubuh Gabriel, namun Gabriel tidak merespon.

"IYEL.," Panggil Cakka lagi. Kepanikan Cakka bertambah ketika melihat darah yang keluar dari luka Gabriel sama sekali tidak berhenti mengalir. Hampir sebagian baju seragam Gabriel kini berubah warna menjadi merah.

"Tolong.,tolong.,tolong.," Teriak Cakka mencari pertolongan.

Sayangnya daerah itu adalah daerah yang jarang sekali dilalui oleh kendaraan. Tak ada satupun terlihat kendaraan atau bahkan orang yang melintas ditempat itu.

"Iyel.,please Yel.,gw mohon lu bertahan" Cakka merasakan tarikan nafas Gabriel semakin melemah. Sampai akhirnya ada sebuah mobil pick up lewat didepan mereka. Dengan sigap Cakka memberhentikan mobil pick up tersebut.

"Stop pak.,stop.,tolong pa.,tolong.,temen saya luka.," Ujar Cakka.

"Emang kenapa de'???" Tanya supir mobil pick up itu.

"Tadi kita mau di rampok pak, temen saya kena tusuk pisau, sekarang dia pingsan pak.,tolong saya pak.,temen saya bisa meninggal kalau ga segera di tolong pak???" Ujar Cakka dengan begitu memelas memohon pertolongan dari pengemudi pick up itu.

"Ya udah.,kamu angkat temen kamu, kita bawa dia ke Rumah Sakit"

"Pak, temen saya taro di kursi depan aja, biar saya ngikutin bapak dari belakang pake motor saya"

Setelah menggotong Gabriel yang masih dalam keadaan pingsan kedalam mobil pick up nya, bapak pemilik mobil itu langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi, diikuti oleh Cakka.

***

Setibanya di Rumah Sakit, Cakka segera mencari pertolongan dari dokter Rumah Sakit tersebut. Setelah mengucapkan terima kasih kepada si pemilik pick up tadi, Cakka pun menyusul ke tempat Gabriel dibawa oleh sebuah brankar.

Koridor Rumah Sakit itu ramai oleh orang-orang yang berlalu lalang memenuhi setiap sudutnya. Ada beberapa pasien yang terlihat diatas kursi roda, ada juga beberapa yang sedang menunggu giliran diperiksa, atau ada juga beberapa orang yang hanya sekedar mengantar kerabat mereka yang akan berobat. Suara roda brankar begitu nyaring terdengar, menarik perhatian hampir seluruh pengunjung Rumah Sakit pagi hari itu. Brankar itu dibawa menuju ke ruang ICU, tampak seorang laki-laki muda terbaring diatasnya.

"Kamu tunggu disini aja" Ujar perawat yang tadi mendorong brankar itu kepada Cakka.

"Jangan lupa kamu hubungi keluarganya, ada kemungkinan korban kehabisan banyak darah dan mungkin butuh transfusi darah dari salah satu mereka"

"Iya sus.," Jawab Cakka singkat.

Tangan Cakka bergetar, berkeringat dingin, dia begitu ketakutan, khawatir melihat keadaan Gabriel yang sedari tadi tidak sadarkan diri.

"Gw musti hubungi siapa.,gw sama sekali ga punya nomor hp keluarga Gabriel" Cakka memutar otaknya,

"Via.," Pikir Cakka

"Akh.,sialan.,gw kan ga punya nomor hape dia juga" Cakka bertambah bingung, sama sekali tak terpikir siapa yang harus dia hubungi. Sampai akhirnya Cakka teringat sesuatu. Dia membuka tasnya, merogoh-rogoh isi tasnya, dan kemudian dia mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya.

"Ini dia.," Raut wajah Cakka terlihat sedikit lega menemukan benda yang dia cari.

Sebuah surat pemberitahuan dari sekolahnya mengenai akan diadakannya lomba matematika antar sekolah. Namun bukan hal itu yang menarik perhatian, matanya kini tertuju pada bagian atas surat pemberitahuan itu, tepatnya pada bagian kops suratnya.

"Ini yang gw cari.,gw telpon ke sekolah aja" Ujar Cakka.

***

Ruang kelas itu begitu tenang, sunyi senyap, hanya terdengar suara guru sedang menerangkan satu materi pelajaran. Ke tiga puluh Sembilan siswa siswi yang berada didalam kelas itu fokus kearah guru tadi. Tak terkecuali Sivia, matanya memang fokus kearah papan tulis, namun pikirannya melayang ke sebuah bangku yang terletak paling belakang di kelasnya dimana bangku tersebut terlihat kosong saat itu.

"Iyel kok ga masuk sekolah ya.,???" Batinnya.

"Apa dia ada masalah lagi.,???" Pertanyaan-pertanyaan tentang Gabriel memenuhi otak Sivia. Tepat pada saat itu bel jam pelajaran pertama pun terdengar. Sivia langsung bangkit dari tempat duduknya.

'Via.,lu mau kemana???" Tanya Angel bertanya kepada Sivia.

"Gw mau keluar sebentar" Jawab Sivia.

"Kan belom istirahat Via"

"Kalo gurunya masuk bilang aja gw lagi ke toilet" Jawab Sivia yang langsung meninggalkan Angel untuk menemui seseorang.

Setelah Sivia mencari ke beberapa sudut sekolah, akhirnya Sivia menemukan orang yang dia cari baru saja keluar dari salah satu kelas.

"Pak Rio.," Panggil Sivia.

"Eh,,kamu Via, ada apa???"

"Pa'.,Iyel ga pergi ke sekolah lagi ya.,???apa dia ada masalah lagi pa.,???" Tanya Sivia kepada Rio. Terang saja pertanyaan Sivia ini membuat Rio bingung.

"Loh.,memang Iyel tidak ada dikelas Via???" Rio malah balik bertanya.

"Ga ada pa.,makanya Via tanya sama bapak"

"Tapi tadi Iyel berangkat ke sekolah kok, malah dia pergi pagi-pagi banget, dia bilang ada perlu dulu, bapak pikir dia mau menemui kamu dulu.,"

"Tapi kok Iyel ga ada ya pak.,Iyel kemana lagi ya.,???" Sivia dan Rio mulai terlihat cemas.

"Coba bapak telpon handphonenya." Ujar Rio.

"Percuma pak.,tadi pagi Via dah coba sms.,tapi smsnya pending, pas Via telpon juga handphonenya ga aktif"

"Siapa tau kali ini sudah aktif" Ujar Rio seraya mengeluarkan handphonenya dan mendial nomor adiknya Gabriel. setelah beberapa detik, Rio memutuskan sambungan telponnya.

"Masih ga aktif Via." Ujar Rio.

Ketika Sivia dan Rio sedang kebingungan memikirkan keberadaan Gabriel, terdengar Pak Duta kepala sekolah SMU 76 memanggil-manggil Rio.

"Pak Rio.,Pak Rio.,"

"Ada apa pak.,kok bapak terlihat panik seperti itu???" Tanya Rio

"Ini soal Gabriel pak.,"

"Ada apa dengan adik saya"

"Baru saja Cakka telpon, katanya Gabriel sekarang di Rumah Sakit, kecelakaan" Terang Pak Duta.

"APA.," Seru Rio dan Sivia bersamaan.

"Tapi kenapa bisa sama Cakka.,???" Tanya Sivia merasa heran.

"Kalo untuk masalah itu bapak tidak tau." Jawab Pak Duta.

"Kalau begitu saya mohon izin pak, saya harus segera ke Rumah Sakit" Ujar rio.

"Silakan.,mudah-mudahan tidak terjadi hal yang serius dengan Gabriel"

"Saya ikut pak.," Ujar Sivia.

"Via.,ini masih jam pelajaran.,kamu ga boleh bolos"

"Tapi pak.,"

"Via,,kamu ga perlu khawatir, nanti bapak akan selalu kasih tau konsidi Iyel sama kamu, sepulang sekolah baru kamu boleh datang ke Rumah Sakit"

Sivia tidak bisa membantah kata-kata Rio meskipun saat itu keinginannya untuk menemui Gabriel begitu amat besar.

"Ya udah deh.,aku tunggu kabar dari bapak ya.,"

Setelah itu dengan perasaan yang begitu tidak karuan Rio meninggalkan Sivia untuk pergi ke Rumah Sakit.

***

Rio memarkirkan motor Vega R nya di pelataran sebuah Rumah Sakit. Dia berlari-lari kecil dengan wajah paniknya memasuki lobby Rumah Sakit itu. Rio menuju sebuah meja informasi dimana dia mencari info tentang keberadaan Gabriel di Rumah Sakit tersebut. Setelah menemukan tempat yang sesuai dengan yang diberitahukan oleh petugas informasi, Rio melihat Cakka yang terlihat sedang mondar-mandir di depan pintu ICU yang tertutup rapat.

"Cakka.," Panggil Rio

"Pak Rio.," Jawab Cakka.

"Kenapa Gabriel bisa kecelakaan.,???"

Cakka menceritakan sedetail-detailnya peristiwa yang dia alami dengan Gabriel. Mendengar semua yang diceritakan oleh Cakka raut wajah Rio bertambah panik.

"Iyel.,kenapa ini terjadi sama lu, disaat lu udah mulai berubah, disaat lu udah bisa menerima semuanya dengan baik" Gumam Rio seraya membenamkan wajahnya kedalam kedua telapak tangannya.

"Maafin saya Pak.," Ujar Cakka

Rio menoleh kearah Cakka yang saat itu terlihat begitu menyesali peristiwa yang terjadi hari itu.

"Ini bukan salah kamu kok Cak.,ini sudah takdir dari Tuhan.," Jawab Rio bijaksana

"Tapi kalau tadi Gabriel ga nolong saya, ini semua ga bakalan terjadi pak"

"Udah Cakka.,ga usah menyalahkan diri kamu yah.,mendingan sekarang kita berdoa untuk kesembuhan Iyel"

***

Detik demi detik.,menit demi menit.,jam demi jam berlalu seiring dengan kondisi Gabriel yang belum menunjukan kemajuan. Gabriel masih terbaring tidak sadar di dalam ruang ICU dengan dokter yang masih berusaha untuk menyelamatkan nyawa Gabriel.

"Pak Rio.,"

"Abang.,"

Terlihat Sivia, Shilla dan Agni datang bersamaan, karena jam sekolah memang sudah selesai. Terlihat Shilla yang juga membawa Iyan dalam pangkuannya.

"Kalian.," Ujar Rio.

"Abang gimana kondisi bang Iyel" Tanya Shilla dengan air mata mengalir dipipinya.

"Kamu sabar ya Shilla.,abang kamu masih di obati dokter"

"Trus apa kata dokter pak???" Tanya Sivia dengan suara tercekat menahan tangisnya juga.

"Dokter belum kasih tau kondisi Iyel terakhir Via.," Jawab Rio.

Baru saja Rio menjawab pertanyaan Sivia, pintu ICU terbuaka, terlihat seorang dokter yang keluar dari dalam ruangan itu.

"Gimana kondisi adik saya Dok.,???" Tanya Rio yang diikuti oleh anggukan semua yang berada disitu.

"Gabriel masih belum sadar, lukanya cukuo dalam, sedikit saja hampir mengenai hatinya. Kami sudah berhasil menjahit lukanya, dan pendarahannya juga sudah bisa dihentikan, tapi dia terlalu banyak kehilangan darah, jadi kami perlu satu orang dari kalian untuk melakukan transfusi darah." Terang dokter itu.

"Aku mau Dok.," Ujar Sivia tiba-tiba

"Aku juga.,"Ujar Cakka dan Agni kompak.

"Apa diantara kalian ada yang bergolongan darah 'O' ???" Tanya Dokter itu

"Aku 'B'.," Jawab Sivia lemah

"Aku juga 'B'.," Ujar Agni

"Lalu kamu.,???" Tanya Dokter kepada Cakka

"Golongan darahku 'A' Dok.," Jawab Cakka dengan penuh penyesalan karena tidak bisa membantu Gabriel.

"Trus sekarang siapa yang bisa nolong Iyel.,???" Tanya Sivia yang sekarang sudah tidak bisa lagi menahan laju air matanya.

"Ya Tuhan seandainya saja Iyel itu memang saudara kandung Pak Rio atau Shilla.,mungkin semuanya akan baik-baik aja" Pikir Sivia dalam hatinya, pikiran yang sama dengan yang ada di otaknya Agni saat itu.

"Memang Rumah Sakit ini tidak mempunyai stock darah???" Tanya Sivia

"Kebetukan stok darah 'O' memang jarang tersedia, kalaupun kita ambil dulu ke PMI.,itu akan buang-buang waktu, dan ada kemungkinan nyawa Gabriel malah tidak tertolong" Terang Dokter

"Jadi.,.,.," Ujar Sivia menggantungkan ucapannya, tidak sanggup dia membayangkan apa yang akan terjadi pada Gabriel kalau tidak secepatnya dilakukan transfusi darah.

"Saya Dok.,saya yang akan melakukan transfusi itu.,golongan darah saya juga 'O',.sama seperti Gabriel" Ujar seseorang tiba-tiba yang dari tadi hanya diam saja.

Semua menoleh kearah seseorang itu.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 19

"Ma kasih ya Yel.,lu udah bikin gw ngerasa berarti banget buat lu.,ma kasih karena lu udah kasih gw kesempatan buat itu"

***

Malam yang begitu luar biasa untuk Gabriel. Malam dimana untuk pertama kalinya dia mengucapkan kata yang selama ini di hapus dalam kamus hidupnya, sebuah kata sederhana yang sebetulnya sangat mudah diucapkan "Terima Kasih".,

Gabriel berbaring diatas tempat tidurnya, menyelipkan kedua telapak tangannya dibawah kepalanya, matanya menatap langit-langit kamarnya, cahaya remang-remang kamarnya menemani dia dalam lamunannya. Pikirannya menerawang menembus ruang dan waktu ke tempat dimana seorang gadis belia pun sedang melakukan hal yang sama seperti yang dirinya lakukan.

"Via.,ma kasih karena dengan susah payah lu selalu berusaha untuk masuk ke dalam hidup gw, dan akhirnya lu berhasil Via." Batin Gabriel.

Gabriel mengambil handphonenya yang pada saat berbaring itu ia letakan diatas dadanya. Gabriel membuka kembali pesan singkat yang dia terima dari Sivia. Satu kalimat yang sangat membuat dia merasa senang adalah kalimat dimana Sivia menyebutkan bahwa dia peduli terhadap Gabriel.

Gabriel bukannya tidak menyadari sudah berapa puluh kali Sivia mengatakan hal tersebut, namun malam hari itu kata-kata tersebut begitu mengendap di hati Gabriel, begitu menguatkan hati Gabriel, begitu berarti di dalam hati Gabriel.

"Ternyata lu memang nemer-bener peduli sama gw"

"Via, lu udah buka hati dan mata gw.,ternyata dalam hidup itu memang banyak kebaikan kalo kita bisa melihatnya, dan salah satu kebaikan itu adalah elu, Via"

"Kadang gw berpikir Tuhan terlalu baik sama gw karena Dia udah kasih lu di dalam hidup gw akhir-akhir ini."

Otak Gabriel kini dipenuhi pikiran-pikiran tentang gadis bernama Sivia, seorang gadis yang baru dikenalnya beberapa bulan lalu, pada saat Sivia menjadi murid baru di sekolahnya Gabriel, namun baru satu bulan terakhir ini Gabriel bisa betul-betul merasakan kehadiran Sivia sebagai temannya. Teman.,??? Mungkin sebetulnya perasaan mereka berdua lebih dari sekedar "Teman", perasaan saling membutuhkan, perasaan saling melengkapi.

Lambat laun mata Gabriel mulai terpejam, kesadarannya hilang ditelan oleh lelap tidurnya malam itu, mungkin malam itu tidur Gabriel yang paling lelap selama hampir delapan belas tahun dia hidup. Gabriel tidur dengan sedikit tersungging senyuman di bibirnya.

***

Gadis belia yang malam itu memenuhi pikiran, hati dan raga Gabriel, belum dapat mengerjapkan matanya sedikitpun, dia merasa kalau kenyataan yang dia dapat malam hari itu akan lebih indah dari bunga tidurnya.

Sivia merebahkan badannya dengan posisi miring, sebagian tubuhnya dibalut selimut hangatnya, bersembunyi dari dingin AC kamarnya. Matanya terlihat berbinar-binar membaca berkali-kali pesan singkat yang diterimanya dari Gabriel. Senyum simpul tak lepas dari bibirnya, tersipu-sipu sendiri mengingat wajah Gabriel yang saat ini mengisi relung hatinya.

"Iyeeeeellll.,lama-lama lu bisa bikin gw gila" Gumam Sivia seraya merubah posisi tidurnya menjadi terlentang.

Sivia memeluk erat guling kesayangannya, menggigit salah satu kuku jarinya. Perasaan hangat Sivia rasakan menjalar diseluruh tubuhnya pada sat dia mengingat kejadian di halte minggu lalu. Saat pertama kalinya dia menerima satu senyuman manis dari Gabriel.

"Iyel, kenapa gw mikirin lu terus sih, rugi banget sih gw, elu mah jangankan mikirin gw, inget gw aja kagak" Sivia terlihat sedikit cemberut mengingat hal itu, tanpa dia tahu bahwa sebenarnya Gabriel pun di belahan lain kota Jakarta sedang memikirkannya juga.

"Yel, kayanya gw suka deh ama elu" Sivia mengucapkan hal itu dengan menatap kembali SMS dari Gabriel, seakan-akan pesan singkat itu bisa mewakili Gabriel untuk mendengar kata-kata Sivia tersebut.

"Kok gw bisa sih suka sama elu.,???" Sivia bertanya dalam hatinya seraya bangkit dari tidurnya, dan kini dia hanya duduk diatas tempat tidurnya itu.

"Lu tuh jutek, galak, ga ada manis-manisnya, ga ada bae-bae nya juga. Tapi gw akuin sih kalo lu lagi jutek, lu tuh keren bangggeeeet, cool abis, dan kayanya gw suka karena sikap lu itu deh" Sivia berbicara sendiri dengan senyum tersipu.

Sivia menoleh kearah meja rias disamping meja belajarnya, dimana terpampang sebuah cermin yang cukup besar. Sivia bisa melihat pantulan dirinya dari cermin tersebut, Sivia juga bisa melihat sendiri rona merah yang menghiasi pipi chubby nya malam itu.

"Iyel, gw suka sama lu.,"

"Gw suka elu Iyel.,ngerti ga sih Yel, gw kayanya suka sama lu.," Sivia berbicara dari atas tempat tidurnya ke pantulan dirinya didalam cermin tadi.

Sivia meraih bantalnya dan menutup wajahnya dengan bantal tersebut karena merasa malu terhadap dirinya sendiri.

"Aaaarrrrgggh.,Via lu beneran udah gila.," Seru Sivia sambil terus mengembangkan senyumnya.

Malam terus beranjak larut, menemani dua hati yang sedang diliputi kebahagiaan malam hari itu. Sivia dan Gabriel.

***

Malam seakan berlari begitu cepat, dihadapannya telah terpampang garis finish dan disambut ceria oleh matahari pagi.

Gabriel telah rapi dengan seragamnya pagi hari itu. Tampak lebih rapi dari hari-hari sebelumnya. Tidak ada lagi kemeja yang keluar dari celananya, tidak ada lagi rambut acak-acakan, rambutnya terlihat rapi, sedikit gel rambut membuat rambut bagian atasnya sedikit berdiri bergaya "spike".

Waktu seakan terhenti pada saat Gabriel turun dari kamarnya. Rio dan Shilla dalam sekejap menghentikan sarapannya, menganga melihat Gabriel yang sangat rapi pagi hari itu.

"Bang Iyel.," Ujar Shilla sambil menatap Gabriel mulai dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya itu.

Tidak terkecuali dengan Rio, yang saat itu juga begitu terkejut bercampur bahagia melihat Gabriel yang sepertinya telah bisa menerima kenyataan hidupnya dengan baik, dan ternyata Gabriel menyikapinya dengan baik, dengan sangat baik.

"Apa sih ngeliat gw ampe pada ga ngedip kaya gitu" Ujar Gabriel dengan tetap memasang tampang cool tanpa ekspresinya. Mungkin hal itulah satu-satunya yang tidak berubah dari Gabriel. Garis wajah Gabriel yang masih kental dengan kekakuan, sinis dan dingin.

"Bang Iyel rapi banget.,???" Ujar Shilla.

"Kenapa???ga boleh.,???kamu pikir bang Rio aja yang bisa rapi.,???" Jawab Gabriel.

"Ya bukan kaya gitu, tapi kan Shilla aneh ngeliat abang rapi kaya gini.,tapi Shilla lebih seneng ngeliat abang kaya gini" Ujar Shilla tanpa berani menatap kearah Gabriel.

"Udah.,udah.,mendingan kamu sarapan Yel.," Ujar Rio yang sebenarnya dari tadi juga merasa aneh bercampur senang melihat Gabriel saat itu.

"Sory bang, gw ga sarapan dulu, gw langsung pergi aja." Jawab Gabriel

"Ini baru jam enem seperapat Yel, ga kepagian.,???" Tanya Rio

"Gw ada perlu dulu" Jawab Gabriel lagi.

"Tapi nanti lu sekolah kan.,???"

"Iya." Jawab Gabriel singkat dan langsung meninggalkan Shilla dan Rio yang masih terpaku dalam ketidak percayaannya.

***

Areal pemakaman itu terlihat sepi dan tenang, tampak seorang lelaki muda berseragam putih abu-abu sedang berada disana. Dia jongkok diantara makam kedua orang tuanya.

"Apa kabar Ma.,Iyel kangen sama Mama" Ujar lelaki muda itu yang ternyata Gabriel.

"Ma, Iyel sekarang udah tau semuanya, ternyata Iyel bukan anak kandung mama sama papa, tapi Iyel harap mama masih mau Iyel panggil dengan sebutan Mama."

"Ma kasih ya Ma, karena selama ini Mama udah sayang banget sama Iyel, Mama udah jadi ibu yang baik banget buat Iyel, Iyel sayqng banget sama mama"

Sedetik kemudian Gabriel beralih ke makam lain disebelahnya.

"Pa.,Iyel ga tau mau ngomong apa sama Papa." Gabriel menarik nafas panjang, seakan berat kata-kata yang ingin diucapkannya.

"Entahlah Papa masih mau denger Iyel atau engga, tapi satu hal yang pengen Papa denger, Iyel minta maaf Pa, Iyel minta maaf karena selama ini selalu beranggapan buruk sama Papa, Iyel selalu marah-marah soal Papa, Iyel juga ga bisa banggain Papa. Tapi satu hal yang Iyel pengen Papa tau.,sebetulnya Iyel pengen bilang sejak lama tapi Iyel ga tau gimana caranya Pa, karena Iyel terlalu mementingankan ego Iyel. Tapi sekarang Iyel tau Pa gimana cara bilangnya, Iyel cuma harus inget kalo Papa adalah Papa Iyel, Papa yang udah ngebesarin Iyel dengan baik dan Iyel mau bilang.,.,.," Gabriel menghentikan sebentar kata-katanya, mengumpulkan semua kekuatan dari dalam hatinya, dengan suara tercekat dia berkata.,

"Pa.,Iyel sayang Papa.," Setitik air mata menetes dari sudut mata Gabriel.

Kedua tangan Gabriel menyentuh pusara Papa dan Mamanya, Gabriel kemudian tersenyum.

"Iyel sayang kalian berdua.,"

***

Hanya beberapa menit saja Gabriel berada di pemakaman itu. Kini Gabriel sedang berdiri menunggu mikrolet jurusan ke sekolahnya.

"Udah jam tujuh kurang seperapat neh.,kesiangan ga ya gw.,???" Tanyanya dalam hati. Mengingat jam masuk sekolahnya hanya tinggal 30 menit lagi.

Namun tepat pada saat itu, dari kejauhan Gabriel melihat seseorang yang sedang ditodong oleh tiga orang preman. Awalnya Gabriel mengacuhkan hal itu. Namun Gabriel yang kini sedang belajar menggunakan hati nuraninya sedikit terusik, apalagi pada saat dia melihat orang yang ditodong itu adalah orang yang dikenalnya.

***

Jalan didepan pekuburan itu memang selalu lengang dan sepi. Jarang sekali terlihat kendaraan yang melintasinya.

"lu ga usah belagu deh.,gw liat dari motor lu.,lu pasti orang kaya.,jadi ga rugi kan kalo lu kasih dompet lu ke kita" Ujar salah satu preman yang sedang menodongkan sebuah pisau lipat kearah Cakka.

"Kalian tuh pengecut, beraninya maen keroyokan" Jawab Cakka yang saat itu sedang dikerumuni oleh tiga orang preman.

"Lu yang banyak omong.," Seru preman lainnya yang tiba-tiba saja menonjok Cakka, sampai cakka tersungkur.

Satu preman lain kemudian membangunkan Cakka dengan paksa dengan menarik kerah kemeja Cakka. Darah segar mengucur dari sudut bibir Cakka.

"Cepet kasih dompet lu ma kita, kalo lu ga mau babak belur" Ujar preman itu.

Tiba-tiba saja semua yang berada di tempat itu tak terkecuali Cakka kaget mendengar omongan seseorang.

"Heh.,lu betiga.,kalo berani jangan maen keroyokan kaya gitu. Dasar lu orang-orang ga ada kerjaan" Ujar seseorang itu.

"Iyel.,???" Seru Cakka. Gabriel melirik sekilas kearah Cakka.

"Lu ga usah so' pahlawan deh, ikut campur urusan orang" Kata salah satu preman itu.

"Gw ga bakal ikut campur kalo orang yang lu todong itu bukan temen gw" Kata-kata Gabriel tersebut terang saja membuat cakka bingung.

"Sejak kapan dia nganggep gw temen???" Tanya Cakka dalam hatinya.

"LEPASIN TEMEN GW.,!!!" Teriak Gabriel.

Karena tersulut emosi, ketiga preman itupun mengalihkan perhatiannya kepada Gabriel, termasuk salah satu preman yang tadi mencengkram kerah Cakka.

"Berani lu ya sama kita.," Ujar preman-preman itu. Akhirnya perkelahian pun tak dapat terelakan.

Awalnya perkelahian cukup seimbang, Cakka dan Gabriel mampu melawan ke tiga preman itu. Namun pada saat tampaknya perkelahian itu akan dimenangkan oleh kubu Cakka dan Gabriel, perkelahian itu terhenti oleh teriakan seseorang.

Gabriel merasakan perih yang sangat hebat dibagian perut sebelah kanannya, sedikit demi sedikit cairan berwarna merah kental merembes diatas kemeja seragam Gabriel yang berwarna putih, peluh membasahi kening Gabriel, giginya gemerutuk menahan sakit yang luar biasa, tangannya menekan bagian perut dengan luka yang menganga akibat tusukan pisau lipat, perlahan pandangannya mulai mengabur, tarikan nafasnya melemah, kesadaran Gabriel hilang sedikit demi sedikit, sampai akhirnya Gabriel jatuh pingsan dengan bersimbah darah.


 

Ek Rkwt

@rekscasillas