Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Minggu, 29 Juli 2012

GUE DIANTARA MEREKA – PART 11


 

Gabriel terpaku, berdiri mematung, dengan ekspresi sedingin batu es terbentuk di wajahnya,.,

"Ternyata gw bukan anaknya papa sama mama.,.,"

"Ternyata gw bukan siapa-siapa diantara mereka"

Gurat-gurat kekecewaan begitu tergambar jelas di wajah Gabriel. Nafasnya tersengal-sengal tak beraturan, detak jantungnya berdetak begitu kencang, seakan-akan dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri.

"Gw ngerti sekarang, gw ngerti kenapa papa ga pernah sayang gw, kenapa dia ga pernah sedikit pun peduli sama gw"

"Dia anak kita juga Pa.,"

Tiba-tiba Gabriel teringat kata-kata mamanya yang selalu bisa menghentikan omongan papanya ketika memojokan dirinya.

"Ternyata ini maksud mama, ternyata mama berbicara begitu buat ngingetin papa kalo gw adalah anaknya yang ternyata sebenarnya bukan anak mereka." Batin Gabriel.

"Abang Iyel lagi ngapain diri disitu???" Suara Shilla mengagetkan Gabriel, bukan hanya Gabriel yang merasa terkejut, tetapi juga Rio dan Ify yang saat itu memang sedang membicarakan tentang rahasia Gabriel.

"Iyel.," Ujar Rio panik.

"Sejak kapan kamu ada disitu.,???" Tanya Rio lagi.

"Cukup lama buat gw bisa denger semua yang lu obrolin sama dia" Ujar Gabriel dengan sinis, sampai-sampai menunjuk Ify hanya dengan sebutan dia.

"Ternyata gw ngerti semuanya sekarang, kenapa lu ngerasa biasa aja pada saat papa belain lu terus, karena lu tau gw bukan siapa-siapa elu. Iya kan???" Tanya Gabriel dengan kembali tersenyum sinis kepada Rio.

"Ga kaya gitu Yel, apapun yang terjadi lu tetep ade gw Yel" Terang Rio

"Aaaaakkkh bullshit semua nya, gw bukan siapa-siapa diantara lu semua, ga usah lu so' so' peduli sama gw, gw adalah gw dan LO adalah LO!!!" Teriak Gabriel.

"Sebenernya ini ada apa sih Bang, Shilla ga ngerti, kenapa abang teriak-teriak kaya gini" Tanya Shilla

"Diem lo, ini bukan urusan lu" Teriak Gabriel kepada Shilla.

Shilla betul-betul kaget dengan perilaku Kakaknya yang selama ini tidak pernah kasar terhadapnya.

"Abang, sebetulnya abang kenapa.,???" Shilla mulai mengeluarkan bulir-bulir bening dari sudut matanya.

"Lu ga usah panggil gw dengan sebutan abang lagi, gw bukan siapa-siapa lu" Ujar Gabriel kepada Shilla.

"Abang, Shilla ga ngerti maksud abang"

Tapi tidak ada satu pun yang menjawab kebingungan Shilla itu. Semuanya hanya terdiam.

"Kita ke kamar kamu ya Shil, biar abang Iyel sama abang Rio bisa bicara berdua, nanti kakak certain semuanya sama kamu" Ujar Ify menenangkan Shilla, dan meninggalkan Gabriel dan Rio dalam situasi yang penuh dengan ketegangan.

"Sejak kapan lu tau semuanya???" Tanya Gabriel dengan nada yang begitu dingin, tanpa ekspresi di wajahnya.

"Gw tau dari dulu" Jawab Rio lirih.

Gabriel menoleh kearah Rio, dia menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tidak percaya dengan ucapan kakaknya barusan.

"Jadi maksud lu, lu tau semuanya dan lu nutupin semuanya dari gw???"

"Karena menurut gw ga ada gunanya juga gw kasih tau elu kan Yel???"

"Ga ada guna nya kata lu???"

"Lu ga tau gimana perasaan gw Yo pada saat papa selalu memojokan gw,"

Rio begitu terhenyak pada saat Gabriel memanggil dirinya dengan sebutan Rio, tanpa embel-embel Abang di depannya.

"Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul di otak gw Yo, pertanyaan kenapa papa ga pernah peduli sama gw, kenapa papa sama sekali ga pernah anggep gw ada. Dan lu bilang sekarang itu semua ga ada gunanya???Setidaknya gw ga terlalu berharap papa bakal sayang gw Yo" Kalimat terakhirnya Gabriel ucapkan dengan suara yang begitu lemah, bahkan lebih terkesan berbisik.

"Maafin gw Yel"

"Gimana lu bisa tau???" Tanya Gabriel meminta penjelasan dari Rio.

"Malam itu Yel.," Rio memulai menceritakan kejadian sekitar tujuh belas tahun lalu.

"Malem itu, pas gw lagi tidur, gw denger ada bayi nangis di luar rumah. Gw bangunin mama, dan ternyata mama juga mendengar hal yang sama. Akhirnya kita sama-sama mencari asal suara tangis bayi itu, akhirnya gw sama mama nemuin seorang bayi di depan pintu rumah kita Yel, di depan pintu rumah ini. Awalnya papa ga setuju sama rencana mama yang pengen ngerawat bayi itu, dia pengen mama kasih bayi itu ke panti asuhan, waktu itu gw yang masih berumur lima tahun bener-bener pengen punya ade Yel, akhirnya gw ngerengek sama papa biar kita bisa tetep ngerawatnya, termasuk mama yang sudah terlanjur sayang, mama juga begitu memohon agar papa bisa nerima bayi itu di keluarga kita. Akhirnya papa luluh dan setuju menerima bayi itu, dan bayi itu adalah lu Yel" Terang Rio panjang lebar.

Gabriel mendengar penjelasan Rio dengan perasaan yang tidak karuan. Hatinya dipenuhi oleh perasaan kecewa, marah. Gabriel bingung kepada siapa dia harus merasa marah ataupun kecewa. Kini dia bahkan tidak tahu siapa dirinya, siapa orang tuanya, siapa keluarga dia sebenarnya. Gabriel bangkit dari duduknya. Dia melihat pantulan dirinya sendiri dalam cermin yang terletak tepat di hadapannya. Mimik wajah Gabriel terlihat begitu tegas menggambarkan emosi yang luar biasa. Urat-urat kemarahan terbentuk di kening Gabriel yang di penuhi peluh siang hari itu.

"Ternyata gw cuma anak buangan, anak yang tidak diharapkan oleh orang tuanya sendiri, gw mungkin anak seorang pelacur, atau mungkin gw ini anak hasil perselingkuhan, atau mungkin juga gw ini anak haram" Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar memenuhi pikiran Gabriel, perasaan jijik terhadap dirinya sendiri sempat terlintas di benaknya. Sampai akhirnya Gabriel tidak kuasa lagi menahan kekecewaan dan amarahnya.

Praaaaaang.,

Cermin itu pecah oleh satu tonjokan yang keras dari tangan kanan Gabriel. Dan seketika itu tetesan darah segar mengucur dari sela-sela kepalan tangan Gabriel.

"Iyel.," Teriak Rio

Shilla dan Ify yang mendengar hal ini keluar dari kamarnya Shilla.

"Rio ada apa???" Tanya Ify panik.

"Abang, tangan Abang kenapa" Ujar Shilla seraya mendekati Gabriel.

"Lu jangan deketin gw, gw ini kotor, gw ini cuma anak haram" Teriak Gabriel

"Lu ga boleh ngomong kaya gitu Yel" Ify menengahi.

"Diem lu, lu bukan siapa-siapa gw, lu ga ada hubungan apa-apa sama gw."

Ify hanya bisa diam mendengar ucapan Gabriel itu.

"Yel, please lu jangan kaya gini," Rio memohon.

"Yel tangan lu luka,"

"Kenapa kalo tangan gw luka, ini ga seberapa dengan sakit yang gw terima dari bokap selama ini, bokap lu maksud gw" Gabriel kembali dengan nada bicara yang tenang namun kental dengan nada sinisnya.

"Abang jangan ngomong kaya gitu, gimana pun juga dia papa abang juga"

"Bokap gw???lu liat ini???" Gabriel menunjukan tangan kanannya yang berlumuran darah tepat di depan wajah Shilla.

"lu liat darah ini???ga ada setetes pun darahnya mengalir di darah gw ini" Ujar Gabriel.

"Iyel, tolong denger gw, kali ini aja gw mohon dengerin gw, siapapun elu, elu tetep sodara kita Yel, gw abang lu, Shilla sama Iyan adalah adek lu, ga ada yang bisa ngerubah itu Yel" Terang Rio.

Tapi ucapan Rio itu sama sekali tidak dicerna oleh indera pendengaran Gabriel. Bahkan tangisan Shilla pun tidak bisa meluluhkan hati Gabriel.

Gabriel meraih kembali tas sekolah yang tadi sempat dia jatuhkan ke lantai. Selangkah demi selangkah Gabriel meninggalkan ruangan itu, meninggalkan rumah itu, rumah yang menurutnya tidak berhak dia untuk berada disana.

"Yel, lu mau kemana???" Rio menahan laju langkah Gabriel dengan menarik lengan Gabriel, namun bukan langkah kaki Gabriel yang terhenti, tetapi rio malah tersungkur jatuh akibat dorongan keras dari Gabriel.

"Abang, abang jangan tinggalin Shilla," Shilla memelas dengan air mata yang mengalir deras di pipinya, namun sama sekali tak di gubris oleh Gabriel.

Gabriel tinggal selangkah lagi menuju pintu keluar dari rumah itu, namun dia merasa ada genggaman kecil di salah satu jarinya, Gabriel terkejut ketika melihat Iyan dengan senyum lugunya menggenggam jari kelingkingnya, menatap Gabriel dengan tatapan yang begitu polos, seolah memohon agar kakaknya itu tidak pergi meninggalkan rumahnya. Gabriel perlahan melepaskan genggaman tangan Iyan, dan mengelus rambut halusnya.

"Maafin gw, selama ini gw selalu nyalahin lu, selalu bentak-bentak lu, padahal gw sama sekali ga berhak buat ngelakuin semua itu sama lu." Ujar Gabriel, yang kemudian meneruskan niatnya untuk meninggalkan rumahnya itu.

***

Gabriel berjalan gontai tak tentu arah. Dia sama sekali tak punya tempat untuk dia tuju. Tidak mungkin dia kerumah Agni saat itu, itu sama saja dengan tidak meninggalkan rumahnya.

Gabriel terus melangkahkan kakinya, entah kini dia sudah berada dimana. Tak disadari olehnya hari telah berganti malam, cahaya matahari telah terganti oleh cahaya bulan dan bintang. Akhirnya Gabriel menghentikan langkahnya disebuah pelataran toko. Dia berdiri terpaku di depannya, dia melihat pantulan bulan dari kaca toko tersebut. Melihat itu Gabriel teringat sesuatu.


 

"kita sama-sama hidup dibawah matahari, bulan dan bintang, dan semuanya bercahaya. Gw cuma mau bilang disaat lu terpuruk, terjebak dan merasa sendirian, please lu inget gw, karena gw bakal ada buat lu,"

***

Gabriel kini telah berdiri di sebuah rumah yang cukup besar, berlantai dua, dengan bentuk yang hampir sama persis dengan rumah disamping kanan kirinya.

Ragu-ragu Gabriel memasuki halaman dari rumah itu. Gabriel hanya menatap pintu rumah yang terbuat dari kayu jati itu. Belum juga dia sempat menekan bel atau setidaknya mengetuk, pintu rumah itu sudah terbuka dari dalam. Terlihat seorang laki-laki paruh baya keluar dari dalam rumah itu.

"Kamu siapa???" Tanyanya dengan raut wajah menyelidik.

"Nama saya Gabriel Om, saya temen Sivia, saat ini saya lagi ada masalah dirumah saya, jujur saya ga punya temen lain selain Sivia dan saya juga ga punya tempat tujuan lain, jadi kalo Om mengijinkan saya minta ijin menginap buat malem ini." Terang Gabriel jujur, karena Gabriel memang bukan tipikal orang yang suka berbasa basi.

Ayah Sivia sedikit merasa aneh dengan sikap Gabriel yang sangat blak-blakan, namun dia sudah cukup banyak mendengar cerita tentang Gabriel dari putrinya, sehingga dia sedikit bisa mengerti dan memaklumi sikap Gabriel itu.

"Via, ini ada temen kamu" Panggil Ayahnya Sivia.

"Siapa yang dateng malem-malem gini???" Tanya Sivia kepada dirinya sendiri,

Sivia melangkah menuju ke pintu rumahnya, betapa kagetnya Sivia setelah mengetahui siapa yang datang kerumahnya malam hari itu.

"Iyel.,???"


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 10


 

Di lain tempat Sivia sedang duduk dengan gusar di tempat dia berjanji dengan Gabriel, sesekali matanya melihat ke jam tangannya, sudah hampir satu jam dia menunggu, namun belum terlihat sedikit pun tanda-tanda Gabriel akan datang ke tempat itu, namun Sivia tetap menunggu.,.,.,.,.

***

Pemakaman Ibunda Agni telah selesai dilaksanakan karena memang tidak ada keluarga lain yang harus ditunggu Agni. Para pelayat pun sudah mulai berpamitan, termasuk keluarga Gabriel, kecuali Gabriel sendiri. Agni terlihat begitu rapuh, begitu lemah, tak berdaya, matanya menatap lesu tempat tidur dimana selama ini ibunya berbaring lemah tak berdaya menyerah kepada penyakit paru-paru yang di deritanya. Air mata Agni kembali membasahi pipinya, sesaat ketika dia teringat bagaimana dia merawat ibunya selama ini, menyuapinya, memandikannya, ibunya yang selalu mendengar keluh kesahnya. Sejurus kemudian Agni mengalihkan perhatiannya pada sesosok laki-laki yang dari semenjak pemakaman ibunya tidak pernah jauh dari dirinya. Laki-laki itu adalah Gabriel, sahabatnya, satu-satunya orang yang dimiliki Agni saat ini, tidak ada orang lain yang didekatnya kini selain Gabriel. Gabriel sendiri terlihat gundah, sesekali matanya melirik jam tangan digital yang dipakai di sebelah kanan tangannya, terlihat waktu sudah menunjukan jam setengah tujuh malam.

"Udah lewat jam enam, gw yakin Via udah pulang, ga mungkin dia nunggu gw sampe semalem ini" Batin Gabriel

"Tapi kalo dia masih disana gimana???Apa gw sms dia aja ya.,???" Dia merogoh-rogoh semua kantong bajunya.

"Akh sial, hape gw ketinggalan dirumah" Gumam Gabriel.

"Gw harus kesana, siapa tau Via masih nunggu gw disana, diakan orangnya nekat" Pikir Gabriel, seraya bangkit dari posisi duduk sila nya, berniat pergi ke tempat dimana tadi Sivia menunggu dirinya yaitu halaman belakang sekolah. Namun baru saja Gabriel berada di posisi berdiri tangan Agni menahan dirinya.

"Please Yel, jangan tinggalin gw" Agni begitu memelas

"Gw sekarang ga punya siapa-siapa lagi selain elu, gw sendirian Yel" Air mata Agni semakin deras saja membasahi kedua pipinya yang tirus.

Gabriel saat itu betul-betul berada di puncak kebimbangan. Tidak mungkin dia meninggalkan Agni disaat terburuk dalam hidupnya, Agni yang selama ini selalu ada untuk dirinya.

"Ya Tuhan, seandainya saat ini gw bisa menjadi orang yang egois seperti biasanya, seandainya saat ini gw bisa menjadi gw yang ga peduli sama sekitar gw" Batin Gabriel lagi. Akhirnya Gabriel kembali pada posisi duduknya semula, dengan Agni yang menyandar kan kepalanya di bahunya Gabriel.

"Lu janji ya Yel, lu jangan pernah tinggalin gw"

"Gw kan dah pernah bilang Ag, gw bakal ada selalu buat lu, karena lu temen baik gw, satu-satunya sahabat gw" Jawab Gabriel.

"Via, maafin gw, saat ini gw bener-bener ga bisa ninggalin Agni sendiri, lu pasti bisa ngerti" Ujar Gabriel dalam hatinya.

***

Malam sudah beranjak larut. Sunyi, sepi, hanya suara jangkrik yang terdengar dihalaman belakang sekolah itu. Hanya cahaya bulan yang menerangi bagian paling belakang dari sekolah SMA itu. Semua ruangan kelas terlihat begitu kosong, hampa, tak ada satu siswa atau guru pun terlihat, begitu berbanding terbalik dengan keadaan di siang hari. Namun diantara gelapnya malam hari itu, Sivia masih duduk termangu di kursi tembok halaman belakang sekolahnya itu, sesekali dia menengokan kepala ya kearah pagar pembatas sekolah dengan halaman belakang itu. Dia masih sangat berharap kalau Gabriel akan menemuinya malam itu. Terdengar bunyi langkah dari samping pagar pembatas itu, mendengar itu Sivia begitu sumringah.

"Iyel.," Panggilnya.

Namun hanya kekecewaan yang Sivia dapat, setelah Sivia perhatikan ternyata itu hanya suara angin yang meniup daun-daun kering yang menutupi kebun sekolahnya.

"Iyel, gw nunggu lu, berjam-jam gw nunggu lu, kenapa lu ga dateng Yel.,???Apa iya semua yang gw lakuin buat lu selama ini ga ada artinya apa-apa buat lu???" Sivia berbicara kepada dirinya sendiri.

Dia mengarahkan pandangannya ke atas langit dimana bulan purnama bercahaya begitu kontras diantara dominasi warna hitam langit malam itu.

"Apa gw ga punya kesempatan jadi terang buat lu kaya bulan purnama itu Yel???Apa hati lu sedikitpun ga ada buat gw Yel???Gw kecewa sama lu Yel. Ternyata selama ini gw terlalu berharap banyak dari lu" Ingin rasanya Sivia meneteskan air matanya pada saat itu, namun dia tahan meskipun hatinya begitu sakit, kekecewaan luar biasa menyelimuti seluruh ruang hatinya.

"Gw ga akan nangis gara-gara cowo egois kaya lu Yel. Lu ga berhak bikin gw buang percuma air mata gw Yel, ternyata lu jahat Yel" sekuat tenaga Sivia menahan air matanya, namun dia hanya gadis biasa yang selalu mencurahkan segala perasaannya lewat tangis, akhirnya air matanya mulai keluar dari sudut-sudut matanya. Nafasnya begitu sesak, dia menghapus setiap tetes bening yang bergulir di pipinya, mencoba untuk menghentikan laju air matanya, namun percuma, kelenjar air matanya berfungsi begitu baik, menghasilkan tetesan-tetesan deras yang tak henti-henti.

"Ternyata lu jahat Yel" Gumam Sivia lagi.

Tepat disaat itu handphonenya berdering. Terlihat tulisan 'Ayah' di layar handphone nya.

"Iya Ayah.," Sivia menjawab telponnya dengan suara terbata-bata menahan tangisnya, dia tidak ingin ayahnya mengetahui kesedihan hatinya, meskipun selama ini dia selalu bercerita tentang Gabriel kepada ayahnya itu.

"Ini udah jam tujuh malem Via, bibi bilang kamu belom pulang dari pulang sekolah tadi, kamu dimana.,???" Tanya Ayahnya khawatir

"Via masih di sekolah Ayah, lagi ada acara, Via sekarang mau pulang kok Yah, Ayah jangan khawatir, bentar lagi Via nyampe rumah"

"Ya udah Ayah tunggu"

Sivia memutuskan untuk pulang, langkahnya begitu gontai meninggalkan tempat dimana dia dan Gabriel merasa begitu dekat tadi siang.

***

Seperti biasa pagi hari itu semua aktivitas sebuah SMA dimulai, terlihat berratus-ratus siswa berlalu lalang dengan seragam abu-abunya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang sudah mulai bergosip, beberapa ada yang menyerbu kantin karena belum sempat sarapan, ada juga yang sibuk dengan pulpen dan buku peernya sedang mencontek peer yang harusnya dikerjakan dirumah.

Sivia terlihat sudah menempati bangkunya, wajahnya begitu terlihat murung, melihat sekilas ketempat duduk Gabriel yang masih tak berpenghuni.

"Akh, kenapa gw masih peduli sama tuh orang sih??? Pikir Sivia

"Senyum Via, Senyum, ga boleh cemberut kaya gini" Sivia memaksakan sedikit senyuman di bibirnya, tapi bukan senyum yang terbentuk, malah muka Sivia yang terlihat jadi aneh.

"Lu kenapa Vi.,???" Tanya Angel teman sebangku Via, yang saat itu baru tiba di kelasnya.

"Bibir lu lagi kenapa, kok lu mencong-mencongin kaya begitu" Tanyanya lagi.

"Ga pa pa kok, lagi olah raga muka" Jawab Via sekenanya

"Lu ada-ada aja Vi"

Tepat pada saat itu, sosok yang sangat begitu di tunggu Sivia semalam terlihat memasuki ruangan kelas. Sivia yang masih menyimpan kekecewaan dihatinya sama sekali tidak menghiraukannya, dia memalingkan wajahnya pada saat Gabriel tepat melintasi mejanya. Gabriel yang merasakan sikap dingin yang aneh dari Sivia ini menyadari kalau hal ini sudah barang tentu akibat ketidakhadirannya di belakang sekolah itu.

Gabriel menempati tempat duduknya, pandangannya dia tujukan kearah Sivia yang kini tengah berbincang dengan Angel teman sebangkunya.

"Vi, gw tau lu bakal marah, tapi kenapa gw ngerasa ga nyaman banget ya pas lu sama sekali ga peduliin gw" Ujar Gabriel dalam hatinya.

***

Jam istirahat tiba, kini giliran Gabriel yang duduk sendiri di halaman belakang sekolahnya. Sama seperti yang dilakukan Sivia semalam, dia mengarahkan pandangannya kearah pagar pembatas itu, berharap Sivia melakukan apa yang biasanya dia lakukan, yaitu selalu mendatangi Gabriel ke tempat itu pada jam istirahat. Namun yang diharapkan Gabriel sama sekali tidak terjadi, sampai bel istirahat selesai berbunyi, tak sedikit pun Sivia menampakan batang hidungnya di halaman belakang sekolah itu. Entah mengapa rasa kecewa yang begitu besar menggelayuti hatinya.

"Vi, apa perasaan ini yang lu rasain kemaren???perasaan kecewa yang teramat sangat karena gw ga dateng Vi???" Tanyanya kepada Sivia yang tidak berada disitu.

"Kenapa lu harus ada di hidup gw sih Vi, kenapa lu bikin gw jadi aneh kaya gini, kenapa gw sangat berharap lu dateng dan nanya alasan gw kenapa ga bisa dateng kemaren, kenapa gw jadi sangat peduli terhadap lu Vi???" Gabriel mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Dan tak lama kemudian dia kembali menuju kelasnya.

***

Jam pulang sekolah sudah berakhir sepuluh menit yang lalu. Gabriel kini telah duduk manis di salah satu bangku metromini yang bangku sebelahnya masih kosong. Metromini itu belum melaju, masih menunggu penumpang-penumpang yang akan menuju tempat sesuai trayek dari metromini tersebut.

Mata Gabriel tertuju pada sosok gadis manis yang baru saja menaiki metromini tersebut.

"Via.," Ujarnya pelan.

Gabriel sangat berharap Sivia memilih tempat duduk di sampingnya seperti kebiasaannya akhir-akhir ini. Namun harapan Gabriel kembali sia-sia, Sivia lebih memilih duduk di bangku kosong yang terletak di depan bangkunya Gabriel. Sesaat kemudian metromini itu penuh sesak oleh penumpang, dan mulai melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Gabriel hanya bisa menatap punggung Sivia, dia memperhatikan rambut kuncir kuda milik Sivia yang bergerak ke kiri ke kanan mengikuti gerak dari metromini tersebut.

Sivia kembali berdiri pada saat ibu muda yang sedang mengandung tidak mendapatkan tempat duduk ketika menaiki metromini tersebut. Kejadian beberapa hari lalu terulang, Sivia merasa pundaknya ditepuk dan terlihat Gabriel berdiri di belakang Sivia memberikan bangkunya agar Sivia bisa duduk.

"Duduk Vi" Ujar Gabriel

"Ga usah, ma kasih, bentar lagi juga nyampe kok, ga usah so' peduli sama orang deh" Jawab Sivia dengan tampang juteknya.

Beberapa saat kemudian Sivia memang turun tepat di depan jalan kompleks perumahannya.

Dan selang lima menit kemudian Gabriel pun turun didepan jalan menuju rumahnya. Gabriel berjalan terlihat begitu tidak bersemangat. Dia menundukan kepalanya, menyembunyikan kedua tangannya di saku celananya, menendang-nendang kerikil yang ada di depan kakinya, debu mengepul di setiap gerakan tendangannya.

"Vi, apa lu beneran semarah itu sama gw???" Gabriel berbicara sendiri.

"Apa lu udah ga mau peduli lagi sama gw, kalo kaya gitu itu artinya lu bohong sama gw Vi, lu bilang apapun yang terjadi lu bakal tetep peduli sama gw Vi, apa kesalahan gw begitu telak, sampe-sampe lu lupa sama janji lu sendiri Vi???" Pertanyaan-pertanyaan itu begitu deras mengalir di otaknya Gabriel.

Pikiran dan seluruh perhatian Gabriel masih terpusat pada Sivia sampai akhirnya dia tiba di rumahnya, dan mendengar percakapan antara Rio dan Ify yang saat itu sedang membicarakannya dirinya. Pembicaraan yang betul-betul membuat Gabriel mengerti kenapa dirinya diperlakukan berbeda oleh papanya diantara saudara-saudaranya yang lain.

"Yo, akhir-akhir ini kamu kok keliatannya lagi seneng banget sih???" Tanya Ify

"Iya nih Fy, aku seneng soalnya Iyel mulai berubah jadi lebih baik akhir-akhir ini" Terang Rio begitu bersemangat.

"Oh Ya, kok bisa Yo???"

"Iya, ini gara-gara Via, temen sekelasnya Iyel yang waktu itu pernah aku certain sama kamu. Aku sendiri ga tau gimana caranya dia bisa merubah Iyel sedikit demi sedikit. Yang jelas aku senang dengan perubahan Iyel ini Fy,"

"Aku kan udah bilang Yo, ngedepin Iyel itu harus banyak-banyak sabar, kayanya sabar kamu kalah tuh sama Via"

"Mungkin iya kaya gitu ya." Jawab Rio

"Kamu tau ga Fy, sekarang Iyel mulai sayang sama Iyan, dia juga sekarang lebih sering bertanya sesuatu sama aku, trus yang lebih penting lagi dia ga pernah ngungkit-ngungkit soal papa Fy"

"Bagus donk kalo gitu Yo"

"Hemm, dan kamu tau itu artinya apa Fy???" Tanya Rio

"Apa???"

"Itu artinya rahasia itu akan tetap tersimpan Fy, karena Iyel sudah berubah"

"Tadinya aku sedikit berpikir untuk menceritakan siapa Iyel sebenernya Fy, kalau dia sama sekali tidak bisa berubah"

"Jadi sekarang kamu udah lega kan Yo, dan kamu sudah mulai bisa menjadi kakak yang lebih baik buat dia tanpa menyinggung-nyinggung siapa dia sebenernya"

"Kamu benar Fy, aku legaaaa banget, akhirnya aku ga harus kasih tau dia kenapa papa bersikap tidak adil terhadapnya, kenapa papa selalu menyayangi aku daripada dia, dan yang jelas akhirnya aku ga usah kasih tau dia, kalau dia itu bukan anak mama sama papa.,.,." Terang Rio tanpa menyadari bahwa Gabriel sedari tadi berdiri dibelakang tembok yang menyekat ruang tamu dan ruang keluarga rumahnya itu, dan pendengaran Gabriel begitu baik mencerna setiap kata demi kata yang keluar dari bibirnya Rio pada saat itu.

Gabriel terpaku, berdiri mematung, dengan ekspresi sedingin batu es terbentuk di wajahnya,.,

"Ternyata gw bukan anaknya papa sama mama.


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 9


 

Pertanyaan Sivia itu dijawab dengan jawaban yang tidak pernah disangka ataupun dibayangkan oleh Sivia.

Gabriel menjawabnya dengan senyum kecil di bibirnya

Sesaat kemudian Gabriel kembali berjalan menuju gerbang sekolahnya, tanpa memperdulikan Sivia yang masih berdiri dengan perasaan tak percayanya.

***

Sivia tak sedikitpun bergeming dari tempatnya berdiri, dia mengucek-ngucek matanya masih tak percaya dengan baru saja yang dia lihat dengan mata kepalanya.

"Iyel senyum.,???" Gumam Sivia

"Ya Tuhan mudah-mudahan ga terjadi hujan badai hari ini gara-gara Iyel senyum" Gumamnya lagi.

"Tapi apa iya tadi Iyel senyum, apa cuma perasaan gw doank ya, apa gw cuma mimpi ya.,???"

Seketika itu Sivia menengok ke kiri dan ke kanan mencari orang yang berada paling dekat dengan dirinya. Dan matanya kini tertuju pada sebuah warung rokok yang berada di ujung halte itu, yang kebetulan Sivia sudah kenal dengan penjual warung tersebut. Sivia berjalan menuju warung itu.

"Bang, abang" Panggil Sivia kepada penjual warung itu

"Kenapa neng, mau beli permen yang biasa.,???" Jawab penjual warung itu

"Bukan bang, tapi mau minta tolong" Jawab Sivia

"Minta tolong apa.,???"

"Tolong cubit tangan aku nih bang" Sivia menjulurkan tangannya ke penjual warung itu

"Maksud neng ini apa.,???" Si penjual itu mengeryitkan keningnya tak mengerti dengan permintaan Sivia.

"Akh pokonya abang cubit aja, neh cepetan, ntar aku kesiangan lagi"

Tanpa diperintah untuk kedua kalinya abang penjual itu langsung mencubit lengan Sivia.

"Adaaaawww.," Teriak Sivia

"Si abang nyubitnya kenceng banget sih, sakit tauuu"

"Yah tadi kan si enengnya yang minta di cubit"

"Ga pa pa deh bang, ma kasih ya" Jawab Sivia yang kemudian meninggalkan warung rokok itu dan berjalan menuju sekolahnya.

"Ternyata gw ga mmpi, Iyel bener-bener senyum tadi" Sivia berjalan dengan senyum terkembang dibibirnya.

Sivia sampai di kelasnya, dia menaruh tasnya, duduk di bangkunya dan kemudian mengarahkan pandangannya ke barisan paling belakang deretan bangku di baris sebelahnya. Terlihat Gabriel disana. Gabriel yang tidak sadar kalo Sivia sedang memperhatikan dirinya, karena dia terlalu sibuk memilah-milah lagu di Ipodnya, Gabriel yang kembali dengan raut wajah kakunya, tak pernah terbayang oleh Sivia kalo wajah itu telah membentuk senyuman paling manis tadi.

***

Teeeeetttt.,.,

Bel istirahat seperti biasa terdengar begitu memekakan telinga. Puluhan siswa-siswi berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Sebagian besar mereka langsung menyerbu pojok sekolah dimana kantin berada. Sebagian lagi ada yang menyerbu toilet karena menahan panggilan alam selama jam pelajaran berlangsung, ada juga yang langsung bergosip kesana-kemari, namun ada juga beberapa orang siswa yang memutuskan tetap berada dikelas.

Gabriel seperti biasa tak ada satupun aktivitas lain yang dilakukannya selain menuju halaman belakang sekolahnya. Dia berjalan begitu santai, melewati meja Sivia yang masih terlihat duduk di mejanya, seakan-akan tak ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Semuanya tetap sama, tak ada tegur sapa, tak ada interaksi, bahkan tak ada sedikit pun tatapan dingin Gabriel untuk Sivia saat itu. namun Sivia mengerti hal itu, dia tahu tidak mungkin untuk Gabriel secara tiba-tiba mempertontonkan kedekatannya dengan Sivia.

Sivia masih menatap Gabriel, meskipun yang ada dalam penglihatannya kini hanyalah bagian punggung Gabriel.

"Via, lu ke kantin ga.,???" Tanya Angel teman sebangkunya.

"Lu duluan aja deh, gw nanti nyusul aja." Jawab Sivia

"Ya udah, gw duluan ya"

Sesaat setelah Angel pergi, Rio menghampiri Sivia.

"Via" Panggil Rio

"Eh Pak Rio, kenapa Pak.,???"

"Ma kasih ya Via" Ujar Rio

"Ma kasih buat apa Pak.,??" Tanya Via

"Karena kamu sedikit demi sedikit udah bisa merubah Iyel"

"Aku bukan merubah Iyel kok Pak, aku cuma bantu dia buat jadi diri dia sebenernya"

"Ya pokoknya apapun itu, Bapak tetep ucapin ma kasih"

"Tapi bapak ga keberatan kan kalo aku sering maen kerumah bapak???"

"Sama sekali engga kok Via" Ujar Rio ke salah satu anak didiknya itu. tepat pada saat itu terdengar ribut-ribut dari luar kelasnya Sivia, dan hal itu membuat Rio dan Sivia keluar untuk mencari tau apa yang sedang terjadi.

***

Terlihat segerombolan siswa-siswi ditengah lapangan basket siang itu. Mereka sedang mengelilingi dua orang murid laki-laki yang selama ini paling tidak pernah akur di SMA itu. Mereka meyakini bakal terjadi perkelahian besar siang itu.

"Ternyata yang di skorsing udah sekolah lagi nih.,???gimana, enak kan tinggal dirumah.,???kenapa harus balik ke sekolah sih,udah tenang-tenang sekolah ga ada lu" Terang Cakka kepada Gabriel dengan nada menyindir.

Gabriel masih diam saja, tanpa ekspresi apa-apa di wajahnya.

"Lu tau ga sih, kesian banget sih abang lu punya ade kaya lu yang bisanya cuma malu-maluin dia doank" Ujar Cakka lagi.

Mendengar abangnya di sebut, emosi Gabriel mulai tersulut, kedua tangan yang berada di samping badannya kini sudah mengepal menandakan emosi yang sudah berada pada puncaknya, nafasnya tersengagal-senggal tak beraturan, dadanya naik turun serasi dengan tarikan nafasnya, kedua matanya kini menatap tajam penuh kemarahan. Tepat pada saat itu, ujung matanya melihat sekelebat gadis yang saat itu ikut mengerumuni dirinya dan Cakka.

"Kenapa, lu mau marah, lu mau nonjok gw lagi, lu mau kena skorsing lagi" Sindir cakka lagi, namun entah kenapa kata-kata Cakka ini sama sekali tidak tercerna oleh pendengarannya Gabriel. Di telinga Gabriel malah terngiang-ngiang apa yang di ucapkan Sivia tadi pagi,

"Lu kan sebel banget sama gw Yel, jadi kalo lu lagi emosi, lu inget gw aja, jadi emosi lu beralih ke gw, abis itu lu boleh cari gw, lu boleh keluarin semua unek-unek lu ke gw, dan gw bakal diem aja sampe lu merasa puas"

Dan sesaat itu juga, emosinya mulai mereda, kepalan tangannya kini melemah, nafasnya mulai beraturan kembali, dan mata yang penuh kemarahan itu kini telah berubah dengan mata yang lebih teduh dari biasanya. Yang tertinggal kini hanya senyum sinis yang dia tujukan untuk Cakka,

"Terserah LO mo ngomong apa, gw ga PEDULI" Ucap Gabriel seraya pergi meninggalkan kerumunan siswa-siswi yang tampak sedikit kecewa karena adegan perkelahian yang sudah mereka bayangkan sama sekali tidak terjadi.

"Cakka.,!!!" Panggil salah satu orang guru

"Ternyata selama ini kamu yang selalu cari gara-gara, ikut kamu ke kantor"

Cakka yang masih tertegun dengan tindakan Gabriel itu hanya bisa mengikuti langkah gurunya menuju ruang kepala sekolah. Sedangkan Sivia, senyum puas terkembang di bibir manisnya.

***

Sivia yang mengetahui kalau Gabriel pasti ada dibelakang sekolah saat itu langsung melangkahkan kakinya menuju ke tempat yang sama. Dan perkiraannya tidak meleset sama sekali. Terlihat Gabriel disana, duduk manis di bangku tembok kesayangannya, namun bedanya tanpa rokok di bibirnya.

"Iyel" Panggil Sivia

Gabriel menengok sekilas.

"Gw bangga sama lu hari ini, seneng deh ternyata lu inget juga kata-kata gw" Ujar Sivia dengan tawa kecil dibibirnya.

"Jangan seneng dulu lo," Ucap Gabriel dengan nada jutek seperti biasanya,

Tawa Sivia langsung berhenti saat itu juga.

"Ada satu lagi yang belom gw lakuin sesuai saran lu" Kata Gabriel

Sivia mengingat-ngingat setiap kata yang diucapkannya kepada Gabriel, sampai akhirnya dia ingat akan kalimat terakhirnya.

"Abis itu lu boleh cari gw, lu boleh keluarin semua unek-unek lu ke gw, dan gw bakal diem aja sampe lu merasa puas"

"Jadi sekarang lu mau marah-marahin gw???" Tanya Sivia dengan muka cemberut.

Gabriel kini berbicara dengan menatap wajah Sivia.

"Lu kan bilang, abis itu gw boleh nemuin lu, keluarin unek-unek gw, dan lu bakal diem aja. Iya kan.,???" Tanya Gabriel. Sivia hanya mengangguk.

"Trus sekarang kenapa lu yang nyari gw, trus kenapa malah lu yang ngomong ini-itu,"

"Iya yah" Jawab sivia cengengesan

"Yah udah sekarang lu diem" Ujar gabriel.

Sivia pun diam, namun Gabriel sama sekali tidak mengeluarkan unek-uneknya, dia lebih memilih menikmati suasana hening yang terbentuk antara dirinya dan Sivia sampai akhirnya bel tanda masuk berbunyi.

***

Sepulang sekolah Gabriel langsung mengunci diri dikamarnya. Tanpa melepaskan baju seragamnya, dia langsung merogoh-rogoh isi tasnya, dimana dia memasukan secarik kertas pemberian Sivia di sekolah tadi.

Setelah menemukan kertas yang sudah mulai lecek itu, Gabriel membuka lipatannya dan membaca isinya.


 

Dear Gabriel,

Yel, kita sama-sama hidup dibawah matahari, bulan dan bintang, dan semuanya bercahaya. Gw cuma mau bilang disaat lu terpuruk, terjebak dan merasa sendirian, please lu inget gw, karena gw bakal ada buat lu, bukan cuma buat nemenin lu, tapi gw bakal jadi salah satu cahaya buat hidup lu, bantu lu keluar dari masalah lu, bantu lu biar senyum yang selama ini ga pernah lu kenal bisa jadi akrab sama bibir lu.

Gw tau gw ga berarti apa-apa buat lu, buat hati lu, buat hidup lu, tapi gw mohon kasih gw kesempatan buat bikin lu berarti buat gw, buat hati gw dan buat hidup gw.

Jadi gw mohon Yel, tolong biarin gw jadi salah satu cahaya yang paling terang di hidup lu di antara bulan, bintang dan matahari.

Kalo lu kasih kesempatan gw buat itu, tolong temuin gw di belakang sekolah tempat lu biasanya sendirian. Gw bakal ada disana nunggu lu.


 

Gabriel hanya bisa terdiam, otaknya berpikir keras apa yang harus dia lakukan pada saat itu. dia kembali menatap lembar kertas itu, pikirannya kembali teringat pada semua hal yang telah Sivia perbuat untuk dirinya. Hatinya tak bisa menyangkal kalau Sivia lambat laun telah mengisi hari-harinya, telah mengisi bagian kosong dari hatinya. Dan seketika itu juga, masih dengan seragam sekolahnya Gabriel langsung berlari menuju ke tempat dimana Sivia menunggunya saat itu.

Namun tepat pada saat Gabriel keluar dari halaman rumahnya, dia melihat Agni berdiri lesu di hadapannya dengan air mata di pipinya dan ucapan lirih dari bibirnya.

"Yel, ibu Yel., nyokap gw meninggal" Ucap Agni lemas.

Gabriel sekarang benar-benar dalam kebimbangan yang luar biasa, dia tak mau mengecewakan Sivia, namun dia juga tak mungkin meninggalkan Agni yang sedang sangat membutuhkan seseorang disampingnya,

Di lain tempat Sivia sedang duduk dengan gusar di tempat dia berjanji dengan Gabriel, sekali sekali matanya melihat ke jam tangannya, sudah hampir satu jam dia menunggu, namun belum terlihat sedikit pun tanda-tanda Gabriel akan datang ke tempat itu, namun Sivia tetap menunggu.


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 8


 

Sivia berjalan dengan hati yang begitu senang sore hari itu.

"Iyel, sedikit demi sedikit pasti gw bisa masuk ke hati lu" Ucap Sivia optimis kepada dirinya sendiri. Namun rasa senangnya itu terputus karena kehadiran seseorang yang tiba-tiba berada dihadapannya.

"Hey, kalo jalan liat-liat donk, jangan maen ngeloyor di depan orang aja" Ujar Sivia kepada orang itu.

"Eh elu, kirain siapa, ada apa.???" Tanya Sivia yang mengenali orang yang ada di hadapannya itu. Orang yang menunjukan tempat tinggal Gabriel kepada dirinya kemarin.

"Gw mo nanya, lu punya hubungan apa sama Iyel.,???"

"Maksudnya.,???" Tanya Sivia tak mengerti arah pembicaraan orang itu.

"Gw cuma mau tau apa maksud lu deket-deketin Iyel kaya gini, datengin rumahnya, so'-so' baik sama keluarganya, maksudnya apa???"

"Apa urusan lu nanya-nanya, ini semua ga ada hubungannya sama lu kok" Jawab Sivia dengan nada yang sedikit meninggi.

"Gw lupa belom ngenalin diri gw, gw Agni, gw temen Iyel dari kecil" Terang orang itu dengan sinis

"Oh jadi ini yang namanya Agni yang di certain Shilla kemaren" Batin Sivia

"Trus kalo lu temennya Iyel, emank kenapa, gw juga sama-sama temennya Iyel"

"Tapi gw ga suka lu deket-deket sama Iyel, dan gw harap ini terakhir kalinya lu dateng kerumahnya Iyel"

"Apa hak elu, ngelarang-larang gw dateng kerumah Iyel, penghuni rumah itu aja ga keberatan kok" Ujar Sivia sedikit kesal.

"Lu suka sama Iyel.,???" Pertanyaan Agni begitu telak terhadap Sivia

"Iya gw suka sama Iyel, trus lu mau apa.,???" Jawaban Sivia begitu mengejutkan Agni, dia tak menyangka kalau Sivia akan seterus terang itu.

"Gw tau kok, lu temen Iyel dari kecil, gw juga tau lu punya perasaan sama Iyel, tapi sorry disini lu ga berhak buat ngelarang gw terus deket sama Iyel, dan sampai kapanpun gw bakal terus deket sama Iyel, karena Iyel butuh orang yang bisa bikin dia lebih baik, bukan orang yang membiarkan dia terus tertutup seperti ini dan membiarkan Iyel hanya menjadi miliknya sendiri kaya LO.," Terang Sivia tegas

"Maksud lu apa ngomong kaya gitu" Agni sudah mulai emosi

"Gw tau lu nyaman dengan kondisi Iyel seperti ini, karena lu beranggapan dengan kondisi Iyel seperti ini cuma lu yang bisa deket sama dia, iya kan.,???"

"Lu ga tau apa-apa soal Iyel, apalagi soal gw." Jawab Agni merasa tersudut mendengar ucapan Sivia barusan.

"Karena gw ga tau apa-apa soal Iyel, makanya gw bakal cari tau dan gw bakal bikin Iyel jadi orang yang lebih menyenangkan, bukan cuma buat gw, tapi juga buat orang lain di sekeliling Iyel"

Tanpa berkata apa-apa lagi Sivia langsung meninggalkan Agni begitu saja, dia tidak mau perdebatannya dengan Agni merusak suasana hatinya yang sedang merasa sedikit senang sore hari itu.

***

Hari kedua skorsing, Gabriel tetap tidak melakukan sesuatu yang berarti dirumahnya, tak sedikitpun ada niat untuk merenungi kesalahannya apalagi menyadarinya. Dia turun dari kamarnya menuju meja makan untuk sarapan dengan bertelanjang kaki, celana selutut yang entah sudah berapa hari tak dicuci, dan kaos oblong tak berlengan.

"Yel, hari ini lu mo ngapain dirumah.,???" Tanya Rio

"Ngapain???Maksudnya.,???" Jawab Gabriel seraya memasukan sesuap roti ke dalam mulutnya.

"Ya kali aja lu mau bahas pelajaran sekolah sama Via, toh dia kan sering dateng kesini, biar lu ga ketinggalan pelajaran" Ujar Rio lagi

"Oh jadi elu yang nyuruh-nyuruh dia dateng kesini, maksud lu apa, lu pikir dengan gw ga sekolah tiga hari gw bakal bego, gitu.,???sampe-sampe lu ngirim dia jadi guru privat gw, sepintar apa dia berani-berani ngajarin gw???" Terang Gabriel dengan nada sinisnya

"Bukan begitu Yel, bukan gw kok yang nyuruh dia dateng kesini, itu kemauan dia sendiri" Terang Rio

"Terserah lah" Gabriel meninggalkan meja makan tanpa menghabiskan potongan roti di piringnya. Sedangkan Rio hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkah laku adiknya itu.

"Gw pikir setelah pembicaraan kita kemarin lu bakal sedikit berubah Yel" Gumam Rio

"Abang harus sabar sama bang Iyel," Ujar Shilla yang dari tadi hanya diam mendengarkan sedikit cekcok antara kedua abangnya itu.

"Tau ga Bang, aku yakin kok sebetulnya Bang Iyel itu baik, tapi dia cuma masih inget soal dulu-dulu sama papa aja" Shilla mencoba untuk sedikit menghibur Rio

"Iya abang juga tau kok Shil.,"

"Dan abang tau ga, Kak Via mau bantu kita buat bikin Abang Iyel jadi lebih baik"

"Abang juga percaya kalo Via bisa membantu Iyel," Sedikit senyum optimis terbentuk di bibir Shilla dan Rio pada saat ingat akan Sivia.

***

Panas matahari begitu menyengat siang hari itu, namun itu tak menyurutkan niat Gabriel untuk pergi menuju lapangan sepi tempat biasanya dia bertemu Agni, namun karena Agni bekerja, jadi saat itu hanya Gabriel sendiri terduduk lesu dipinggir lapangan bola mini itu. Gabriel teringat peristiwa beberapa tahun lalu pada saat dia masih duduk di kelas dua SD, dia dan kakaknya Rio sama-sama mengikuti perlombaan balap kelereng dalam rangka tujuh belas Agustusan. Pada saat itu Gabriel memenangkan perlombaan itu dan Rio hanya menempati juara kedua. Rasa bangga begitu bergejolak di hatinya, dia membuktikan kalau dia bisa mengalahkan Rio dan dia berharap itu akan membanggakan papanya.

"Papa.,papa.,Iyel.,menang.,Iyel menang" Teriak Gabriel kecil pada saat itu, tapi apa yang dia dapat, bukan sambutan bahagia dari papanya seperti yang dia harapkan, namun dia melihat papanya malah menghampiri Rio tanpa mempedulikan Gabriel sedikitpun dan kemudian mengatakan sesuatu kepada Rio yang membuat hati Gabriel kecil sangat terluka pada saat itu.

"Ayo Rio kita pulang, ga pa pa kamu cuma juara dua, ini kan cuma balap kelereng, menang juga ga terlalu bikin bangga kok."

Gabriel yang teringat akan hal itu merasa luka hatinya beberapa tahun yang lalu itu terbuka kembali. Dia menatap kosong bagian lapangan tepat dimana dia berdiri beberapa tahun lalu itu. Kemudian tangan kirinya mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya, mengambilnya sebatang lalu menyulutnya. Inilah pelampiasan kemarahannya, kemarahan yang dia pendam dalam hatinya, dan hanya dia keluarkan lewat tiupan-tiupan asap rokoknya. Belum sampai separuh dia menghisap rokok itu, tiba-tiba tangan seorang gadis mencabut rokok itu dari bibirnya Gabriel, menghempaskannya ke badan bumi lalu menginjak-nginjaknya tanpa ampun.

"Apa sih lu,???" Teriak Gabriel betul-betul merasa kesal dengan perlakuan gadis itu.

"Lu tuh ga sadar juga ya Yel, lu kena skorsing gara-gara benda itu, masih aja lu ngisep barang ga berguna itu" Bentak gadis itu

"Bukan urusan lu, gw dah bilang berkali-kali, bukan urusan LU!!!"

"Yel, lu bilang orang ga peduli sama lu, sekarang gw tau kenapa orang ga peduli sama lu, bukan karena orang itu jahat tapi karena lu sendiri yang ga peduli sama diri LU!!!" Ucapan Sivia begitu tegas membuat telinga Gabriel betul-betul bisa mencerna setiap kata yang diucapkan Sivia. Dan hal itu mampu membuat Gabriel tertegun. Sivia menatap tajam kearah Gabriel,

"Yel, liat mata gw, LIAT MATA GW!!!" Teriak Sivia yang membuat pandangan Gabriel yang tadinya kosong kini beralih menatap kearah mata Sivia juga.

"Bener kan apa yang gw bilang tadi Yel," Tanya Sivia kini dengan nada suara yang meluluh.

"Lu liat mata gw Yel, lu harus percaya kalo gw beneran peduli sama lu, lu boleh bilang ga ada orang yang peduli sama lu, tapi lu salah Yel, gw peduli sama lu" Terang Sivia dengan mata yang sedikit mulai berkaca-kaca. Gabriel tak bisa memungkiri apa yang dilihat dari mata bening Sivia itu, mata itu begitu memancarkan ketulusan.

"Kenapa lu begitu peduli sama gw Vi, lu kenal gw belom lama"

"Gw ga tau Yel, kalo boleh jujur gw juga ga tau alasan pasti kenapa gw sebegitu pedulinya sama lu, tapi pertama kali gw kenal lu, hati gw yang merasa Yel, hati gw yang bicara, Tuhan yang kasih gw petunjuk lewat hati gw Yel" Jawaban Sivia ini betul-betul tak bisa diterima oleh logika Gabriel. Ingin sekali Gabriel tidak percaya dengan perkataan Sivia itu, namun dia sama sekali tak punya alasan untuk menyangkalnya, dan tanpa dia sadari di lubuk hatinya dia begitu sangat berterima kasih atas kehadiran gadis itu di dalam hidupnya akhir-akhir ini.

***

Hari ketiga skorsing pun Gabriel lewati sama seperti hari-hari sebelumnya, dengan kedatangan Sivia kerumahnya, sikap Gabriel pun sedikit demi sedikit mulai mencair. Nada sinis di setiap ucapannya mulai berkurang. Sikapnya terhadap Iyan pun mulai berubah, mulai terlihat sedikit rasa peduli dan sayang kepada adik bungsunya itu. Dan terang saja hal itu membuat Rio dan Shilla sangat senang. Mereka yakin lambat laun Gabriel akan menjadi orang yang lebih baik dan lebih peduli terhadap lingkungannya.

***

Matahari sudah memulai tugasnya kembali menyinari bagian barat dari wilayah Jakarta pagi hari itu. Gabriel sudah bersiap dengan seragam abu-abunya, masa skorsingnya telah berakhir. Dia menuju meja makan untuk sarapan, saudara-saudaranya sudah terlihat siap dikursinya masing-masing. Gabriel mengambil selembar roti kemudian melahapnya tanpa memberikan toping apa-apa pada rotinya.

"Abang baik-baik di sekolah ya.,???" Ujar Shilla

Gabriel hanya melirik sekilas kearah adik kesayangannya itu.

"Kamu harus percaya sama abang kamu Shil," Ujar Rio

"Kamu inget kan di sekolah abang kamu ini punya 'Guardian Angel' pribadi" Ujar Rio lagi berusaha mencairkan suasana dengan mencoba untuk bercanda.

"Ga penting banget sih obrolannya" Jawab Gabriel seraya meraih tas punggungnya kemudian langsung pergi tanpa pamit meninggalkan meja makan itu.

"Abang.," Panggil Shilla

Gabriel menoleh kearah Shilla.

"Salam buat 'Guardian Angel' nya ya," Goda Shilla

Gabriel yang merasa kalo yang dimaksud 'Guardian Angel' oleh kedua saudaranya itu adalah Sivia, untuk pertama kalinya merasa sedikit panas di pipinya akibat tersipu. Gabriel langsung mengambil langkah seribu karena tidak mau kedua saudaranya mengetahui apa yang dirasakannya pada saat itu.

***

Gabriel telah duduk manis disalah satu bangku metromini jurusan sekolahnya, setelah beberapa meter melaju, metromini itu berhenti di suatu kompleks perumahan. Seorang gadis menaiki metromini itu dan tanpa memilah-milah tempat duduk dia langsung duduk di bangku samping Gabriel yang saat itu memang masih kosong.

"Pagi Yel,, seneng deh liat kamu ada di kelas lagi" Ujar Sivia

Gabriel melirik sekilas kearah Sivia, perasaan aneh sedikit kembali mendera hatinya, perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Tapi rasa gengsi Gabriel masih terlalu tinggi untuk mengakui hal tersebut.

Seorang ibu-ibu tua terlihat menaiki metromini itu, yang semua bangkunya kini sudah penuh oleh penumpang. Sivia yang melihat hal itu merasa tidak tega. Dia bangkit berdiri memberikan tempat duduknya kepada ibu-ibu tua itu.

"Duduk bu, saya bentar lagi turun kok" Ujar Sivia pada Ibu-ibu tua itu

"Ma kasih ya neng" Jawab Ibu-ibu itu.

Kurang lebih lima menit berdiri tiba-tiba Sivia merasa pundaknya ada yang menepuk dari belakang. Terlihat Gabriel sudah dalam posisi berdiri di belakang Sivia saat itu.

"Duduk lu," Ujar Gabriel tanpa ekspresi di wajahnya.

Sivia hanya tersenyum melihat perlakuan Gabriel saat itu dan menerima tawaran Gabriel untuk menempati tempat duduknya.

"Akhirnya sedikit tapi pasti lu udah mulai berubah Yel" Batin Sivia.

Selang beberapa menit Gabriel dan Sivia turun di sebuah halte tak jauh dari sekolahnya. Gabriel berjalan cepat di depan Sivia. Sivia sangat mengerti hal itu, dia tahu Gabriel sama sekali tidak ingin orang melihat kedekatannya dengan dirinya.

"Yel.," Panggil Sivia

Gabriel menghentikan langkahnya. Menengok kearah Sivia yang kini berada beberapa langkah di belakangnya.

"Lu harus inget kata-kata gw ini ya Yel."

"Gw tau lu susah nahan emosi lu, tapi gw punya solusi buat itu Yel." Terang Sivia lagi

Gabriel mengernyitkan keningnya, tanda tak mengerti.

"Lu kan sebel banget sama gw Yel, jadi kalo lu lagi emosi, lu inget gw aja, jadi emosi lu beralih ke gw, abis itu lu boleh cari gw, lu boleh keluarin semua unek-unek lu ke gw, dan gw bakal diem aja sampe lu merasa puas"

"Gimana Yel, setuju kan,???"

Pertanyaan Sivia itu dijawab dengan jawaban yang tidak pernah disangka ataupun dibayangkan oleh Sivia.

Gabriel menjawabnya dengan senyum kecil di bibirnya.


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

Kamis, 26 Juli 2012

GUE DIANTARA MEREKA – PART 7


 

Namun baru saja beberapa langkah Gabriel berjalan, langkah Gabriel terpaksa berhenti karena dia mendengar kalimat dari Agni yang tak pernah dia sangka sebelumnya.

"Gw suka sama lu Yel.,gw sayang sama elu.,!!!"

Gabriel membalikan tubuhnya kearah Agni.

"Maksud lu ngomong itu apa Ag.,???" Tanya Gabriel dengan tatapan dinginnya

"Gw beneran suka sama lu Yel, gw ga tau dari kapan, tapi gw ngerasa perasaan gw ke elu lebih dari perasaan gw sebagai temen Yel. Lu yang selalu ada buat gw, lu satu-satunya temen yang selama ini paling deket sama gw, dan lu satu-satunya cowo yang ada di hati gw Yel" Terang Agni dengan menatap mata Gabriel

"Gw tetep ga ngerti maksud lu Ag" Jawab Gabriel lantas kembali melanjutkan langkah kakinya. Namun kembali terhenti pada saat Agni kembali berbicara.

"Lu ga usah pura-pura ga ngerti Yel, gw tau lu sebetulnya tau maksud gw apa. Please Yel buka hati lu dikit aja, buat gw, buat gw yang selama ini selalu ada di deket lu. Dan yang gw pengen sekarang cuma lu tetap selalu ada buat gw bukan sebagai temen, tapi lebih dari itu."

"Sampai kapanpun gw bakal akan selalu ada buat lu kok Ag, tapi sorry, tetep sebagai temen"

"Apa karena cewe itu Yel???"

"Bukan Ag, ini bukan karena apa-apa, bukan karena siapa-siapa dan bukan karena apapun, ini murni karena perasaan gw sendiri Ag." Jawab Gabriel seraya meninggalkan Agni sendiri tersedu di tengah lapang yang sepi itu.

Agni berjalan dengan gontai menuju rumahnya. Dia masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Gw pikir lu juga sayang sama gw Yel. Kenapa selama ini lu cuma baik sama gw, kalo akhirnya lu kasih hati lu buat orang lain Yel???" Pertanyaan ini hanya Agni ungkapkan di dalam hatinya saja.

Setibanya di rumah, Agni mendengar suara batuk yang tidak henti-henti dari kamar ibunya.

"Ibu, ibu kenapa.,???" terlihat oleh Agni ibunya batuk dengan mengeluarkan darah.

"Bu, penyakit ibu semakin parah, tapi Agni ga bisa berbuat apa-apa bu, Agni anak yang tak berguna bu" Agni merasa begitu terpuruk menghadapi kenyataan bahwa penyakit paru-paru ibunya semakin parah, dan semuanya menjadi terasa begitu berat untuk Agni setelah penolakan Gabriel tadi.

***

Gabriel mengeliat dari tidurnya, cahaya matahari terasa begitu menyilaukan matanya. Rasa kantuk masih terasa berat menggelayuti kedua matanya. Namun terpaksa Gabriel terbangun dari tidurnya karena medengar ketukan berkali-kali di pintu kamarnya.

"Bang Iyel, abang.,banguuuun, udah jam setengah tujuh" Teriak Shilla sambil mengetuk-ngetuk kamar Gabriel yang terkunci dari dalam.

"Apa sih Shil,???" Gabriel membuka pintu kamarnya dengan sedikit membentak Shilla.

"Berisik banget sih, lu dah tau kan gw hari ini ga perlu ke sekolah." Terang Gabriel dengan nada yang begitu kesal

"Shilla tau hari ini abang ga sekolah, tapi hari ini Bu Ira ga bisa dateng.,jadiii.,.," Shilla menggantungkan kata-katanya.

"Jangan bilang lu suruh gw jagain Iyan"

Shilla hanya menunduk mendengar ucapan Gabriel itu dan dengan gerakan lambat Shilla menganggukan kepalanya.

"Lu jangan gila deh, gw bisa mati berdiri kalo di tinggal berdua sama dia" Jawab Iyel bertambah emosi.

"Tapi ini beneran mendesak Bang, hari ini Shilla sama Bang Rio juga pulang agak sore soalnya ada les dulu"

"Shilla pergi dulu ya bang, Bang Rio udah nungguin Shilla" Shilla langsung pergi meninggalkan Iyel menghindari ocehan yang belum sempat keluar dari mulutnya Gabriel.

***

Gabriel keluar dari kamarnya dengan langkah yang lesu. Dia menuruni satu persatu anak tangga yang menghubungkan lantai dua dengan lantai satu rumahnya.

Terlihat Iyan yang sudah sendiri sedang duduk di lantai memainkan mobil-mobilan kesayangannya.

Gabriel duduk di sofa tepat di hadapan Iyan yang sama sekali tidak memperdulikan keberadaan Gabriel saat itu.

"Heh lu, kenapa sih lu harus ada di dunia ini???" Gabriel berkata begitu kasar kepada adik bungsunya itu.

"Tau ga, gara-gara lu nyokap jadi mati, dan lu tau, itu bikin orang yang sayang sama gw berkurang satu"

"Lu pikir orang yang sayang sama gw itu banyak, ENGGAK!!!, gw cuma punya nyokap sama kakak lu Shilla"

Gabriel tetap berbicara kepada Iyan, mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini dia pendam dalam hatinya, seakan-akan Iyan bisa mengerti dengan semua yang diucapkan oleh Gabriel.

"Lu ngerti ga sih Yan,???"

"Lu bikin gw jadi sendirian"

Selama beberapa jam Gabriel sama sekali tidak memperdulikan apa yang dilakukan Iyan, meskipun pada saat itu Gabriel tetap berada di samping Gabriel. Bagaimanapun juga ada sedikit rasa tidak tega di hati Gabriel untuk meninggalkan Iyan sendiri. Gabriel tetap sibuk dengan remote TV nya, sampai akhirnya mulai terdengar rengekan kecil dari Iyan.

"Udah deh lu jangan rese, jangan nangis, cengeng lu, bisanya cuma nangis doank" Mendengar ucapan Gabriel itu tangisan Iyan malah bertambah keras.

"Lu kenapa sih, ga ngerti omongan gw ya" Gabriel masih tetap dalam posisinya duduk di sofa, membiarkan Iyan yang menangis sendiri dilantai, tanpa ada sedikitpun niat untuk mendekati Iyan. Tangis Iyan kini benar-benar tak terbendung lagi, suara tangisnya semakin kencang. Dalam kebingungannnya terdengar nada pesan di handphonenya Gabriel. terlihat nama Shilla di layar LCD handphonenya.

"Abang, kalo Iyan nangis Shilla dah siapin susu di botol. Abang tinggal seduh aja, pake air panas dulu setengah, nanti kalo dah larut baru ditambahin air dingin"

Terang Shilla dalam SMS nya.

Kemudian Gabriel bangkit menuju dapurnya meninggalkan Iyan yang masih tetap dalam tangisnya. Gabriel mengikuti saran yang Shilla berikan dalam pesannya tadi. Kemudian kembali menghampiri Iyan dengan sebotol susu hangat di tangannya.

"Neh, ini kan yang lu mau???" Gabriel mengulurkan botol susu itu ke hadapan wajahnya Iyan. Gabriel mungkin lupa Iyan masih berumur dua tahun, yang masih perlu diajari bagaimana cara memegang dan meminum susunya. Iyan sama sekali tak mempedulikan botol susu yang di siapkan Gabriel untuknya, dan Iyan masih tetap sibuk dengan tangisnya.

"Lu tuh sebetulnya mau apa sih. Hargai usaha gw dikit bisa ga sih??? Gw udah susah-susah bikinin lu susu, lu malah ga peduliin, apa lu juga sama kaya mereka yang ga pernah ngehargain gw???" Tanya Gabriel dengan nada yang penuh dengan kekesalan.

Tak lama kemudian handphone Gabriel kembali berdering. Kembali nama Shilla terlihat disana.

"Abang, Shilla lupa kasih tau, Iyan itu baru mau minum susu kalo sambil di gendong"

Terlihat wajah Gabriel yang tidak percaya dengan isi dari SMS adiknya itu

"Apa.,???lu mau gw gendong???JANGAN HARAP!!!" Teriak Gabriel kepada Iyan. Namun tangisan Iyan betul-betul tak mau berhenti, dengan terpaksa untuk kedua kalinya Gabriel mengikuti saran dari Shilla lagi.

Dengan ragu-ragu dia mendekati Iyan, diangkatnya Iyan lantas medudukannya diatas pangkuannya. Kemudian dengan perlahan memasukan ujung dot susu itu ke mulutnya Iyan. Perlahan tangis Iyan mulai berhenti dan dengan semangat Iyan meminum susu dari botolnya itu sampai tak tersisa.

Pada saat Gabriel akan menurunkan kembali Iyan ke lantai, terasa cairan hangat membasahi pangkal paha Gabriel, bau pesing tercium sangat menyengat hidung Gabriel.

"Lu tuh ga punya pikiran banget sih, ngompol dimana aja, bau tau" Gabriel begitu kesal dengan kelakuan adiknya yang satu ini. sedangkan Iyan yang tak mengerti apa-apa malah membentuk tawa di bibir mungilnya.

"Gw bisa gila tau kalo terus-terusan sama lu, dan lu malah ketawa setelah ngompol di celana gw" Gabriel kini betul-betul kembali menurunkan Iyan kembali ke lantai. Dan masih dengan celana yang basah karena ompolnya sendiri, Iyan kembali mengalihkan perhatiannya kepada mobil-mobilannya yang sempat dia lupakan tadi. Sedangkan Gabriel sendiri berjalan menuju kamarnya untuk mengganti celananya yang basah karena diompoli Iyan. Belum sampai Gabriel dianak tangga kedua terdengar bel pintunya berbunyi. Gabriel mengurungkan niatnya untuk mengganti celananya dan berjalan menuju pintu rumahnya. Rasa terkejut betul-betul tergambar dari wajah Gabriel pada saat melihat siapa yang datang pada saat itu.

"Elu.,???ngapain lu kesini lagi, gw kan udah bilang ga usah ngurusin urusan gw"

"Terserah gw donk, orang gw kesini mo nengokin elu sama Iyan" Jawab tamu itu yang ternyata Sivia.

"Maksud lu.,???"

"Tadi Pak Rio bilang kalo lu dirumah sendiri sama Iyan, gw ga habis pikir kenapa Pak Rio ninggalin Iyan sama kakak yang ga sayang sama adeknya sendiri" Perkataan Sivia ini membuat Gabriel terhenyak. Dan tanpa menunggu ijin dari Gabriel, Sivia langsung memasuki rumah Gabriel. Sivia langsung mendekati Iyan yang pada saat itu memulai kembali aksi merengeknya.

"Halo Iyan, namaku kakak Via"

"Aduuuh Iyan sayang, kamu kenapa kok nangis???"

"Pasti kamu takut ya sama abang kamu yang galak itu"

Gabriel hanya berdiri memperhatikan tingkah laku Sivia itu.

"Celana kamu kok basah,???kamu ngompol ya???"

"Abang kamu kok tega ya biarin kamu dengan celana yang basah kaya gini, kamu kan bisa masuk angin" Kata Sivia smabil menggendong Iyan, tanpa merasa jijik dengan celana Iyan yang basah karena ompolnya.

"Kamarnya Iyan dimana Yel???" Tanya Sivia

Tanpa bicara dan hanya dengan menggerakan dagunya Gabriel menunjuk salah satu kamar yang berada di lantai satu yang tak begitu jauh dari tempatnya berdiri.

Kamar itu tertata rapi, dan sangat menggambarkan kamar seorang perempuan. Selama ini Iyan memang tidur bersama Shilla. Dengan sigap Sivia membuka celana basah Iyan dan menggantinya dengan yang kering. Setelah itu Sivia kembali meletakan Iyan dalam gendongannya dan menuju ke dapur rumahnya Gbariel.

"Lu pasti belom kasih Iyan makan kan Yel???"

Gabriel tak menggubris pertanyaan Sivia. Dan masih tetap berdiri mengamati semua yang diperbuat Sivia kepada adiknya.

"Abang kamu hari ini lagi bisu ya Yan, tapi kakak yakin tadi dia marah-marahin kamu terus, iya ga???" Iyan tertawa mendengar kata-kata Sivia itu, seakan-akan membenarkan omongan Sivia. Sivia membuka-buka lemari makan Gabriel, dan menemukan semangkuk sayur sop disana. Sivia memanaskan sayur sop itu, menyendok sedikit nasi dari magic jar, dan langsung menyuapi Iyan.

"Lu mau makan juga Yel, lu pasti belom makan juga kan???"

"Ga usah" Jawab Iyel singkat

"Ya udah kalo lu ga mau makan, mending lu sekarang ganti celana lu tuh, bau"

Gabriel baru sadar kalau semenjak Sivia datang perhatiannya betul-betul terpaku pada Sivia dan melupakan celananya yang basah karena ompol Iyan. Dan sedetik kemudian Gabriel pun pergi ke kamarnya. Mandi, mengganti bajunya dan kembali turun menemui Sivia dan Iyan. Gabriel tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, Sivia sedang asyik bersenda gurau dengan Iyan, dan dengan jelas terlihat tawa selalu terbentuk di bibir keduanya. Gabriel menghentikan langkahnya di anak tangga kedua paling bawah, memposisikan dirinya duduk dianak tangga itu dengan menekuk kedua lututnya, menopangkan kedua sikunya ke tangga yang lebih atas dari tempat dimana dia duduk. Dia begitu menikmati pemandangan yang dibentuk oleh dua orang manusia yang kini berada beberapa meter darinya. Sivia dan Iyan.

Setelah begitu lama bersenda gurau terlihat mata Iyan yang mulai terkantuk-kantuk,

"Kamu ngantuk yan Yan???aku gendong kamu ya, biar kamu tidur siang, tuh udah jam setengah tiga, gara-gara asik maen jadi lupa bobo deh Iyan nya" Terang Sivia lembut seperti kepada adiknya sendiri. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Sivia bisa membuat Iyan tertidur. Dan kini Iyan betul-betul terlelap dalam tidurnya. Sivia membaringkan Iyan di tempat tidurnya dan meletakkan beberapa bantal disekeliling Iyan menjaga Iyan agar tidak terjatuh dari tempat tidurnya.

"Iyan dah tidur, dan bentar lagi Shilla juga balik, jadi gw balik sekarang ya Yel" Pamit Sivia kepada Gabriel

"Lu hebat bisa ngurusin anak rese itu" Akhirnya Gabriel membuka mulutnya juga.

"Gw ga hebat kok Yel, biasa aja, semua orang juga bisa lakuin hal yang sama, termasuk lu juga"

Gabriel tersenyum sinis mendengar ucapan Via barusan.

"Gw.,???" Tanya Gabriel

"Iya elu, asal lu ngelakuinnya pake ini" Tangan Sivia menyentuh dada Gabriel,

"Hati lu Yel"

Gabriel merasakan desiran halus di hatinya pada saat tangan Sivia menyentuh dadanya tadi. Desiran halus yang baru kali ini Gabriel rasakan.

Sivia melangkah pergi meninggalkan Gabriel yang masih bingung dengan perasaan yang dia rasakan saat itu.

"Oh ya Yel.," Sivia kembali menoleh kearah Gabriel, membuat Gabriel tersadar dari keterpakuannya.

"Selama lu di skors gw bakal tiap hari kesini" Terang Sivia dengan senyum di wajahnya. Senyum yang mulai memiliki arti khusus di matanya Gabriel.

***

Sivia berjalan dengan hati yang begitu senang sore hari itu.

"Iyel, sedikit demi sedikit pasti gw bisa masuk ke hati lu" Ucap Sivia optimis kepada dirinya sendiri. Namun rasa senangnya itu terputus karena kehadiran seseorang yang tiba-tiba berada dihadapannya.


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 6


 

Setelah Gabriel tidak terlihat lagi oleh pandangan Sivia, Sivia pun tersenyum.

"Dugaan gw bener kan Yel. Pada dasarnya lu tetep cowo biasa yang ga tega ngeliat seorang cewe nangis."

Tanpa disadari Sivia dan Gabriel sepasang mata menatap mereka dengan perasaan tidak suka.

"Kok Iyel bisa bersikap baik sama cewe itu, apa hubungan mereka ya.,???padahal selama gw kenal sama Iyel, jangankan megang pipi gw, megang tangan gw aja ga pernah kalo bukan ga sengaja."

"Nanti aja deh balik kerja gw tanya sama dia." Pikir Gadis itu yang ternyata Agni.

***

Metromini berwarna orange itu terlihat sesak oleh penumpang. Salah satu penumpang metromini itu tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian yang baru saja dialaminya. Dia meraba-raba pipinya sendiri. Senyum simpul kembali menghiasi bibirnya.

"Iyel.,Iyel.,Iyel.," Gumamnya

"Perlahan tapi gw yakin pasti gw bisa masuk ke dalam kehidupan lu Yel, bukan buat ngacauin semuanya Yel, tapi gw harap gw bisa bantu lu buat dapetin hak lu yang selama ini hilang Yel, gw bakal bantu lu biar lu lebih di hargai orang,"

Tekad Sivia begitu kuat, seiring dengan perasaan sayangnya kepada Gabriel.

***

Di daerah selatan kota Jakarta, seorang laki-laki muda dengan motor Vega R nya berhenti di sebuah tempat kost wanita yang sering di datanginya. Laki-laki muda itu turun dari motornya, membuka helm yang menyembunyikan wajahnya. Kemudian berjalan lesu menuju salah satu pintu kamar kost yang berjejer mengelilingi halaman tempat kost itu.

Setelah dia mengetuk beberapa kali akhirnya pintu kamar kost itu pun terbuka. Seorang gadis muda dengan hanya memakai celana training dan kaos oblong berwarna kuning terlihat di ambang pintu kamar kost itu dengan senyuman terkembang di bibirnya.

"Rio.," Ujar Gadis itu

"Kamu gimana Fy, masih berasa ga enak badan.,???" Tanya Rio kepada kekasihnya yang saat itu tidak masuk kerja dikarenakan sakit.

"Sebetulnya aku tadi pagi cuma pusing doank sih, mungkin terlalu banyak begadang dikejar deadline." Ujar Ify, yang selama dua tahun ini bekerja sebagai columnis di salah satu kantor majalah ternama.

"Masuk dulu Yo.," Ajak Ify

"Makanya meskipun banyak kerjaan jangan lupa istirahat sama makan donk." Kata Rio

"Kamu sendiri kok keliatan lesu gitu, kenapa.,???" Tanya Ify yang melihat wajah Rio yang terlihat begitu kusut.

"Iyel Fy.," Ujar Rio dengan mimic wajah yang begitu tidak bersemangat.

"Kenapa lagi sama Gabriel.,???"

"Dia kena skors Fy."

"Kok bisa.,???"

"Ternyata kebiasaan merokoknya suka dia lakuin di sekolah juga" Terang Rio

"Aku bingung Fy, gimana caranya bicara sama dia, biar dia ngerti kalo aku tuh peduli sama dia, aku ga suka ngeliat dia seperti ini," Terang Rio lagi

"Kamu harus lebih sabar menghadapi dia Yo.,"

"Tapi percuma Fy, dia udah terlanjur benci sama aku"

"Dia ga benci sama kamu Yo, dia hanya kecewa dengan situasi yang ada selama ini, aku yakin kok kalo kamu lebih sabar dia akan mengerti semuanya. Ini semua juga bukan salah kamu kan Yo,"

"Aku tau Fy ini bukan salah aku, tapi aku udah ga tahan Fy, tanggung jawab yang aku pegang terlalu besar. Aku ga sanggup Fy. Dengan Iyan yang masih kecil, Shilla ade perempuan aku satu-satunya yang masih butuh perhatian lebih, dan sekarang Iyel.,.," Ujar Rio dengan tatapannya yang kini terlihat kosong.

"Kadang terlintas di pikiran aku buat certain semuanya sama Iyel Fy, semua rahasia itu, biar Iyel ngerti."

"Tapi itu kan ga menjamin semua masalah bakal selesai Yo, malah ada kemungkinan bakal timbul masalah baru.,"

"Kamu bener juga sih Fy" Sela Rio seraya menarik nafas yang begitu panjang menggambarkan betapa beratnya beban yang dipikul oleh Rio.

"Aku juga kadang jadi merasa bersalah sama kamu Fy.," Kata Rio lagi

"Aku.???,kenapa.,???" Tanya Ify heran

"Hubungan kita udah cukup lama kan Fy, aku juga udah cukup serius sama hubungan kita, tapi gara-gara masalah aku, semuanya jadi stuck ga ada perkembangannya."

"Aku ngerti kok Yo, aku juga ga akan maksa kamu, selama kamu masih ada disamping aku, aku juga akan tetap ada disamping kamu," Jawab Ify seraya menggenggam tangan Rio.

"Ma kasih ya Fy"

Saling pengertian yang terjalin diantara mereka berdua memang begitu kuat, tak heran kalo hubungan mereka yang telah terbina hampir tiga tahun itu selalu baik-baik saja.

***

Disalah satu jalanan perumahan itu Gabriel terlihat berjalan dengan pikiran yang melayang entah kemana. Setelah apa yang baru saja terjadi, Gabriel merasa aneh dengan dirinya sendiri.

Gabriel memasuki rumahnya, terlihat Shilla yang menunggu dirinya.

"Gimana bang.,Abang udah minta maaf sama kak Via.,???"

"Udah.," Jawab Gabriel singkat

"Trus.,???"

"Ga ada terusnya udah itu doank, bawel amat sih. Urusin aja tuh si Iyan, jangan ampe dia nangis, BERISIK!!.," Ujar Gabriel yang langsung pergi menuju kamar tidurnya.

Gabriel mengunci rapat pintu kamarnya. Kini dia duduk di tepian tempat tidurnya. Menatap kedua belah tangannya. Meraba-raba tangannya sendiri, tangan yang tadi menghapus air mata Sivia. Gabriel begitu tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan.

"Kenapa gw seperti ini.,???" Tanya Gabriel kepada dirinya sendiri.

"Kenapa dia harus memaksa masuk kedalam kehidupan gw, padahal kehidupan gw ga menarik sama sekali." Pikir Gabriel tadi

"Kenapa gw harus merasa peduli sama elu.,???Kenapa harus ada perasaan bersalah pada saat ngeliat lu nangis."

Setelah sekian lama Gabriel merenung didalam kamarnya itu, Gabriel tetap tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan dirinya.

"Aaaaarrrrggghhh.,kenapa lu bikin gw ga kenal sama diri gw sendiri Via.," Gabriel geram dengan sedikit perubahan yang terjadi pada dirinya.

Terdengar suara ketukan di pintu kamarnya Gabriel. Dengan gerakan yang dipaksakan Gabriel membuka pintu kamarnya. Terlihat Rio disana. Rio yang baru saja kembali dari tempatnya Ify, langsung menemui Gabriel berusaha untuk lebih dekat dengan adiknya itu sesuai dengan yang disarankan oleh Ify kekasihnya.

"Boleh gw masuk.,???"

Gabriel tak berkata apa-apa, dia hanya membuka pintu kamarnya lebih lebar menandakan bahwa dia memperbolehkan Rio untuk masuk.

Keduanya kini sama-sama duduk di tepi tempat tidur Gabriel.

"Yel, gw minta maaf." Ujar Rio dengan nada yang begitu halus

"Maaf buat apa" Gabriel dengan nada dingin seperti biasanya.

"Maaf karena gw ga bisa berbuat apa-apa soal skorsing lu"

Gabriel tersenyum sinis mendengar omongan Rio tersebut

"Lu ga perlu minta maaf,, terserah mereka mau lakuin apa aja sama gw, lu ga usah peduli, gw sendiri aja ga peduli. Dan itu juga bukan urusan lu."

"Itu urusan gw Yel, karena lu adek gw."

"Gw harus gimana yel, biar lu percaya kalo gw itu peduli dan sayang sama lu." Terang Rio

"Peduli kata lu, sayang kata lu, kalo lu peduli ma sayang sama gw, kenapa lu selalu diem aja pada saat bokap ngerendahin gw, kenapa lu diem aja pada saat itu.,???lu tau perasaan gw saat itu Bang.,sakit.," Terlihat raut kecewa di wajahnya Gabriel saat itu. Raut wajah yang sama sekali belum pernah dilihat oleh Rio sebelumnya.

"Pada saat itu gw sama sekali ga bisa berbuat apa-apa Yel, gw ga punya nyali buat ngelawan bokap. Gw bukan elu yang pemberani Yel." Terang Rio

Sebuah keajaiban tercipta dirumah itu. Percakapan yang selama ini tidak mungkin terjadi kini terjadi juga. Seorang kakak beradik yang sekiranya saling membenci kini sedang berbicara dari hati ke hati.

"Lu tau Yel, sebetulnya kadang gw ngiri sama lu.,"

Gabriel menoleh kearah kakanya dengan perasaan heran

"Gw ngiri karena lu bisa ngelakuin apa aja yang lu mau, sedangkan gw.,gw selalu harus ngikutin apa yang bokap mau."

Gabriel sama sekali ga percaya dengan apa yang diucapkan Rio barusan.

"Terserah lu percaya atau engga Yel, tapi itu yang gw rasain sebenernya." Terang Rio seraya membalas tatapan Gabriel yang kini tertuju pada matanya.

"Jadi please Yel.,tolong jangan benci gw." Tatapan Rio kini begitu memelas.

"Gw ga benci sama elu bang. Tapi setiap gw ngeliat elu, selalu mengingatkan gw sama perlakuan bokap ke gw.,dan itu belom bisa gw lupain bang." Terang Gabriel dan tak lama kemudian meninggalkan Rio sendiri yang masih tertegun oleh ucapan Gabriel barusan.

***

Gabriel kembali termenung, namun kini dia duduk di lapangan tempat biasanya dia bersama Agni. Meskipun malam sudah agak larut, namun lapangan yang sepi itu begitu terang oleh lampu sorot yang berada di salah satu pojok lapangan itu.

Gabriel dikejutkan oleh kedatangan Agni yang tiba-tiba duduk disampingnya.

"Lu kenapa Yel.,???" Tanya Agni tiba-tiba

Gabriel melihat kearah Agni sekilas,

"Ga kenapa-kenapa kok." Jawab Gabriel

"Cerita donk Yel sama gw, biasanya lu selalu cerita semuanya sama Gw"

"Ga ada yang perlu gw certain sama lu kok Ag.,"

"Lu kenapa sih Yel, lu berubah tau ga.,"

"Apa sih lu ngomong ga jelas."

"Lu berubah Yel, sekarang lu ga pernah cerita apa-apa sama gw, apa karena kehadiran cewe itu ya.,???" Pertanyaan Agni ini betul-betul mengejutkan Gabriel.

"Maksud lu cewe apa sih.,siapa.,???"

"Cewe yang tadi dateng kerumah lu, yang lu hapus air matanya." Ujar Agni dengan suara yang sedikit tercekat.

"Lu tuh apan sih Ag, gw lagi pusing, please deh jangan bikin gw tambah pusing" Teriak Gabriel yang saat itu langsung berdiri berniat meninggalkan Agni.

Namun baru saja beberapa langkah Gabriel berjalan, langkah Gabriel terpaksa berhenti karena dia mendengar kalimat dari Agni yang tak pernah dia sangka sebelumnya.

"Gw suka sama lu Yel.,gw sayang sama elu.,!!!"


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas

GUE DIANTARA MEREKA – PART 5


 

"Maaf permisi mau tanya, kalo Jln. Manggis No. 23 sebelah mana ya .,???" Tanya Sivia dengan nada suara begitu sopan.

Namun gadis yang ditanya tadi malah mengernyitkan keningnya dan bertanya kepada dirinya sendiri.

"Mau apa cewe ini nyari rumah Iyel.,???"

"Kamu muridnya Abang Rio ya,.???" Tanya Agni

"jadi kamu tau alamat rumah ini.,???bisa minta tolong anterin saya kesana, kalo engga arahnya kemana ya.,???" Tanya Sivia lagi.

"Kamu beneran muridnya Bang Rio, apa mau les ditempatnya Bang Rio ya.,???" Tanya Agni lagi

"Aku memang sekolah di SMA Pak Rio aku juga muridnya dia, tapi sebetulnya aku temen sekelasnya Gabriel.," Jawab Sivia

"Sejak kapan Iyel punya temen cewe selain gw" Batin Agni

"Temennya Iyel.,???"

"Iya, memang kenapa.,???"

"Ga pa pa sih cuma aneh aja, setau gw Iyel ga punya temen deket." Jawab Agni dengan perasaan tidak suka terhadap Sivia. Agni sedikit tidak rela apabila ada orang lain yang dekat dengan Gabriel selain dirinya. Karena memang perasaan Agni kepada Gabriel lebih dari seorang teman.

"Jadi rumahnya sebelah mana ya.,???" Tanya Sivia lagi.,

"Lu tinggal lurus aja, nanti di depan ada belokan, lu belok aja, rumahnya cat biru." Terang Agni dengan sedikit tidak rela memberitahukan letak dari rumah Gabriel.

"Ma kasih ya.," Jawab Sivia

"Kalo boleh tau ada urusan apa lu kerumah Iyel."

"Urusan sekolah" Jawab Sivia singkat, kemudian tanpa membuang waktu lagi dia langsung menuju kearah yang ditunjukan oleh Agni tadi.

Sedangkan Agni masih berdiri di teras rumahnya dengan perasaan yang bingung.

"Sejak kapan Iyel peduli dengan urusan sekolah.,???" Agni bergumam kepada dirinya sendiri. Perasaan cemburu sedikit tumbuh dalam hatinya.

***

Sivia kini telah berdiri di depan sebuah rumah bercat biru, berlantai dua, dengan alamat yang sesuai dengan yang diberikan gurunya tadi. Terdengar bunyi tangis anak kecil dari dalam rumah itu. Dengan pasti Sivia melangkahkan kakinya ke dalam pelataran rumah tersebut. Dia berdiri di depan pintunya kemudian memencet bel yang ada di bagian samping pintu tersebut.

Tidak sampai satu menit pintu rumah itu terbuka, terlihat seorang gadis manis berkulit putih yang tampak lebih muda dari Sivia. Dia adalah Shilla adik dari Rio dan Gabriel.

"Permisi, benar ini rumahnya Pak Rio.,???" Tanya Sivia ragu-ragu kepada gadis muda itu.

"Iya betul, tapi Abang Rio nya belum pulang, tadi sih dia bilang mau mampir kerumah temennya dulu," Jawab Shilla.

"Sebetulnya aku nyari Gabriel, dia ada.,???"

"Abang Iyel.,???" Tanya Shilla heran.

"Iya Iyel, dia ada kan.,???"

"Abang belom pulang juga," Jawab Shilla masih dalam keheranannya.

"Aku boleh nungggu dia.,???"

"Boleh kok, ayo masuk kak." Ajak Shilla

"Kakak mau minum apa.,???"

"Ga usah, kita ngobrol-ngobrol aja, nama kamu siapa.,???"

"Nama aku Shilla, nama kakak siapa???"

"Nama ku Sivia. Kalo itu siapa.,???" Sivia menunjuk kepada anak kecil yang sedang sibuk dengan botol susunya, terlihat matanya berkaca-kaca sisa tangisannya tadi.

"Oh itu adik kita yang paling kecil namanya Bastian." Terang Shilla

"Kakak kok bisa temenan sama Abang Iyel.,???" Akhirnya Shilla mngeluarkan pertanyaan yang dari setadi memenuhi pikirannya

"Sebetulnya aku ga tau sih temenan apa engga sama abang kamu itu, aku sih pengen temennan sama dia, tapi abang kamu itu aneh." Jawab Sivia sambil tersenyum

"Kok kakak mau temenan sama abang Iyel, kata orang kan dia orangnya kasar, ga baik sama orang."

"Iya sih, tapi kakak ngerasanya sebetulnya Iyel itu orang yang baik, buktinya kamu sama Pak Rio baik kan.???

"Sebetulnya abang emang baik kak, baik banget malah, dari kecil dulu dia orang yang paling sering belain aku kalo aku di godain sama temen-temen aku. Aku sayang banget sama abang Iyel, kalo boleh aku bilang, aku lebih sayang bang Iyel daripada bang Rio, tapi kesian bang Iyel dari dulu suka dimarahin terus sama papa, ga kaya sama bang Rio, papa selalu baik mulu." Shilla betcerita panjang lebar tanpa canggung-canggung, dia merasa begitu nyaman menceritakan semuanya kepada Sivia.

"Dulu waktu abang SMP sebenernya dia selalu jadi juara umum di sekolahnya, tapi bang Iyel diem aja, cuma aku yang tau, bang Iyel cerita semuanya sama aku."

"Kenapa dia ga cerita sama yang lain.,???" Tanya Sivia

"Kata abang percuma, ga akan ada yang peduli. Papa selalu lebih peduli sama bang Rio, padahal bang Rio cuma jadi juara dua aja di kelasnya. Papa juga ga pernah mau ngambil rapot atau datang ke sekolah bang Iyel. Tapi kalo ke sekolah bang Rio, papa semangat banget. Kesian kan bang Iyel.," Terang Shilla dengan mata yang berkaca-kaca.

"Jadi ini Yel kenapa lu bersikap ga peduli sama orang, karena lu merasa ga ada orang yang peduli sama lu, lu ga adil Yel, lu ga bisa samain setiap orang kaya bokap lu." Batin Sivia.

"Kak Via.,kak Via.," Panggil Shilla, karena terlihat Sivia kini sibuk dengan lamunannya sendiri.

"Oh iya kenapa Shil???"

"Ga pa pa, cuma tadi Shilla liat ka Via ngelamun gitu."

"Kak Via lagi mikirin abang kamu Shil.,"

"Kakak suka ya sama bang Iyel.,???"

"Maksud kamu,???"

"Kakak cantik, kakak juga baik, aku suka kalo bang Iyel sama kakak, pasti bang Iyel jadi baik deh."

"Abang kamu memang baik kok Shil," Jawab Sivia dengan senyum manisnya.

"Trus kamu sendiri yang ngurusin ade kamu itu.,???"

"Engga sih, kalo pagi ada bu Ira yang jagain, tapi kalo siang gantian kalo ga sama aku ya sama bang Rio."

"Loh Iyel engga.,???"

"Abang Iyel ga suka sama Iyan."

"Kok bisa, kan adiknya sendiri, sama kamu aja dia sayang???" Tanya Via heran

"Soalnya Bang Iyel selalu nganggep kalo Iyan yang nyebabin mama meninggal, soalnya mama meninggal pas ngelahirin Iyan. Bang Iyel itu selain deket sama aku, deket banget juga sama mama, karena cuma mama yang selalu belain Bang Iyel dari papa, jadi pas mama meninggal ga ada lagi yang bisa belain bang iyel, sampai setaun kemarin akhirnya papa meninggal juga, tapi Bang Iyel belom bisa maafin papa, soalnya sampai papa meninggal pun tetep ga mau ditemenin sama Bang Iyel, bang Iyel ngerasa sakit hati banget."

"Abang Iyel juga ga terlalu deket sama Bang Rio, mereka kalo ketemu berantem mulu. Bang Iyel ngerasa Bang Rio selalu jadi anak emas papa, dan dari kecil dia selalu dibanding-bandingkan sama Bang Rio. Papa selalu nganggep bang Rio itu lebih baik daripada Bang Iyel. Papa kaya ga sayang gitu sama Bang Iyel. Aku jadi suka kesian sama bang Iyel yang selalu disalah-salahin sama papa."

Dari percakapannya dengan Shilla siang itu banyak sekali yang Sivia dapat mengenai Gabriel, lambat laun Sivia pun mulai mengerti kenapa Gabriel memiliki tingkah laku seperti sekarang.

"Ma kasih ya Shil.," Ujar Sivia

"Ma kasih kenapa kak.,???"

"Ma kasih karena kamu udah cerita banyak soal abang kamu, aku jadi banyak tau soal abang kamu, aku janji deh kalo kamu mau bantu aku, kita berdua bisa bikin abang kamu jadi lebih baik dari sekarang, gimana.,???" Tawar Sivia

"Aku mau kak, aku mau abang bisa berubah. Biar dia baik nya bukan cuma sama aku atau kaka Agni doank."

"Agni.,siapa.,???"

"Dia temen abang dari kecil, kak Agni juga baik sih sebetulnya, tapi dia ga pernah berusaha ngerubah abang jadi lebih baik, menurut dia abang Iyel udah cukup baik dengan sikapnya sekarang, karena abang emang baik sama dia."

"Abang kamu suka kali sama Agni."

"Kakak cemburu ya.,???"

"Apa sih kamu ini." wajah Sivia terasa memanas di goda Shilla seperti itu.

"Kak Agni emang suka sama abang, dia pernah cerita sama aku, tapi pas aku tanya sama abang dia bilang cuma nganggep kak Agni temen doank."

"Ooooh.," Jawaban Sivia singkat, tanpa di sadari ada sedikit kelegaan di hatinya ketika mendengar penjelasan Shilla tadi.

"Aku seneng ngobrol sama kamu Shil,"

"Aku juga seneng kok kak, aku seneng bang Iyel punya temen yang baik kaya kakak."

Terjalin keakraban diantara mereka berdua.

"Ngapain lu disini.,???" Tiba-tiba suara Gabriel mengagetkan Sivia dan Shilla.

"Abang udah balik.,???" Tanya Shilla

"Kak Via dari tadi nunggu abang." Ujar Shilla lagi

Gabriel masih berdiri di depan mereka dengan tatapan yang dingin dan sedikit memancarkan kemarahan. Gabriel sama sekali tidak menghiraukan perkataan Shilla.

"Gw tanya ngapain lu disini.,???"

"Abang kenapa sih dateng-dateng langsung marah-marah" Tanya Shilla

"Diem lu, gw nanya ama dia, ngapain dia disini."

"Gw cuma pengen maen aja kok Yel, sapa tau lu butuh catetan selama lu di skors." Jawab Sivia

"Apa.,??? Abang kena skors.,???" Tanya Shilla

Gabriel yang ditanya tidak menjawab pertanyaan adiknya itu.

"Lu tuh kenapa sih kerjaannya cuma nyampurin urusan orang doank, jangan sok peduli deh, gw ga butuh lu tolongin, gw ga butuh lu belain, lu ga tau apa-apa soal gw, lu jangan coba-coba deketin keluarga gw, dan lu jangan coba-coba deket sama gw, ngerti ga sih lu, mending lu urusin aja urusan LOE SENDIRI" Kata-kata Gabriel tajam dan beberapa kalimat terakhirnya di ucapkan dengan nada yang cukup keras dan tegas.

Sivia tidak mengeluarkan sepatah kata pun, air matanya kini mulai mengalir dari ujung matanya. Sejurus kemudian Sivia berlari meninggalkan Shilla dan Gabriel keluar dari rumahnya Gabriel.

"Abang ini kenapa sih, kak Via kan ga ada maksud jelek dateng kesini, tadi kita ngobrol banyak dan aku ngerasa kak Via baik kok, kak Via itu peduli ama abang, tapi abang malah menyakiti hati kak Via, abang tuh punya perasaan dikit dong bang."

"Gw cuma ga suka dia ngurusin urusan gw, ga ada hubungannya sama dia juga kan.," Jawab Iyel

"Tapi kan bisa ngomongnya ga usah kasar gitu. Baik-baik aja, abang bisa baik sama Shilla, kenapa abang ga bisa baik sama kak Via juga, dia juga baik kan sama abang.," Ucapan Shilla itu sedikit membuat Gabriel luluh. Shilla memang selalu bisa membuat Gabriel mendengarkan kata-katanya.

"Trus sekarang gw harus gimana.,???" Tanya Gabriel

"Abang harus minta maaf sama kak Via."

"Apa ???minta maaf,??? ENGGAK!!!"

"Abang Please.," Shilla memasang wajah memelasnya

Akhirnya Gabriel pun berlari meninggalkan Shilla, untuk mengejar Sivia.

Dilihatnya Sivia kini sedang berjalan beberapa langkah di depan Gabriel. Gabriel tahu Sivia sedang menangis.

"Via.," Panggil Gabriel.

Sivia menghentikan langkahnya kemudian menoleh kearah Gabriel. Terlihat air matanya yang masih mengalir di pipinya.

"Gw minta maaf."

"Apa.,???" Tanya Via

"Gw minta maaf soal yang tadi dirumah gw, gw ga maksud bwt lu sakit hati."

Gabriel mendekati Sivia, tiba-tiba Gabriel melakukan sesuatu hal yang tidak di sangka oleh Sivia. Gabriel menghapus air mata Sivia dengan kedua belah tangannya, meskipun masih dengan ekspresi dinginnya.

"Gw ga suka ngeliat cewe nangis karena gw." Setelah itu Gabriel langsung meninggalkan Sivia begitu saja.

Setelah Gabriel tidak terlihat lagi oleh pandangan Sivia, Sivia pun tersenyum.

"Dugaan gw bener kan Yel. Pada dasarnya lu tetep cowo biasa yang ga tega ngeliat seorang cewe nangis."


 

Facebook: Ek Rkwt

Twitter: @rekscasillas