Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 01 Agustus 2011

"CINTA KEDUA" PART 5

Kembali bersama saya.
Gak usah lama-lama deh. Enjoy this!

Cakka kembali memasuki kamarnya. Kemudian ia duduk di ujung tempat tidurnya. Ia memperhatikan seorang gadis sedang terlelap di atas tempat tidurnya. Ia tak ingin mengganggu gadis itu.

“thanks.” Cakka tersenyum menatap gadis itu.
Lalu Cakka beranjak masuk ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Ia ingin menyegarkan tubuhnya siang itu. Kepalanya terasa panas melihat adegan-adegan tadi siang yang dilaluinya.
( adegan apa yo? Masih rahasia ya. )

***

Malam harinya di rumah Cakka, Sivia masih belum bangun juga dari tidurnya. Yaiyalah. Secara kamar Cakka yang kayak kapal pecah gitu udah berhasil di sulap oleh Sivia menjadi sebuah ruangan yang amazing. Wajar aja kalau dia kecapekan.

Cakka berjalan ke kamar di sebelah kamarnya. Ia membuka kamar Ray tanpa mengetuknya.

Cekreeek.
“Ray!” panggil Cakka.
Ray yang tadi sedang asyik main gitar kini menghadap ke arah kakaknya yang berdiri di pintu kamarnya.
“apa Kak?”
“gini, hari terakhir MOS bakal ada acara persami. Lo gak usah ikut! Gue males jagain lo.” Cakka berkata cuek. Setelah mengatakan pemberitahuannya kepada Ray, ia segera menutup pintu kamar Ray, tapi..

“tunggu kak.” Ray menahannya. “gue mau ikuuut kaaak.” Pinta Ray. Tampangnya udah kayak anak kecil yang bakalan ditinggal mamanya ke warung.
“gak ada yang jagain elo Ray. Gue ntar sibuk disana ngurusin acaranya.” Sanggah Cakka.
“tapi gue mau ikuuut kaak,” rengek Ray.

Tiba-tiba akal cemerlang melintas di kepala Ray. Ia berhenti merengek pada Cakka.
“emm, jadi, lo beneran gak bisa jagain gue Kak?” Ray tersenyum simpul.

Cakka melihat tampang aneh adiknya. Ia mengangkat sebelah alisnya. Bingung melihat perlakuan Ray.
“iya. Terus? Maksud lo apa?”
Ray tersenyum lagi. “kan ada Kak Sivia.” ucap Ray. Kalimat jenius itu terlontar begitu saja dari mulutnya.

Cakka memaknai kata-kata yang keluar dari mulut Ray. Ia setengah menganga mendengarnya.
“Sivia??”
Ray menganggukan kepalanya. Berharap kakaknya menyetujui permintaannya.
Cakka nampak berfikir. 1 menit kemudian.
“okelah. Gue serahin lo sepenuhnya ke dia. Tapi ingat! Kalau ada apa-apa, Sivia yang harus bertanggung jawab. Gimana?” Cakka memberikan setengah persetujuan.
“oke. Nanti Ray yang ngomong sama Kak Sivia.” Ray tersenyum lebar. Tapi, seketika senyum itu memudar karena ia tak tau dimana Sivia sekarang.

“kak. Lo tau gak kak Sivia ke mana? Daritadi gue udah keliling rumah nyariin dia tapi gak ketemu juga.” Ray nampak sedih.
Tak demikian dengan Cakka. Ia hanya sedikit tersenyum, catat ya, TERSENYUM. Lalu pergi dari hadapan Ray setelah berkata, “tenang. dia sama gue.”

1 detik, 2 detik, 3 detik..
“hah??” Ray menganga lebar. Sebelumnya tak pernah ia melihat kakak semata wayangnya itu tersenyum tulus.
Yah walaupun cuman sedikit. Bukankah sedikit kemajuan?
Tapi bukan hanya itu yang membuat Ray kaget. Perkataan Cakka ituloh.

“-Dia sama Gue- ?? maksud kak Cakka apa coba?” Ray menggaruk kepalanya. “aah. Daripada pusing mikirin Kak Cakka, mending mikirin Acha.” Ray menutup pintu kamarnya. Lalu kembali mengambil gitarnya.


***


Cakka kembali masuk ke kamar barunya. Kemudian duduk di pinggir tempat tidur lagi sambil menatap Sivia yang sedang tertidur.

“eh, gue ngantuk nih. Bangun dong lu!” ujarnya pelan. Cakka menggoyang-goyangkan badan Sivia. Namun tak ada jawaban dari Sivia.
“bangun wooy!” kini Cakka meninggikan sedikit suaranya. Tapi, tetap saja nihil.
“banguuuuun!!!” Cakka membuka selimut yang menyelimuti badan Sivia. ia berharap Sivia bangkit dari tidurnya, namun, tetap saja tak ada hasil.

‘ni anak kebo banget sih! Kayaknya gue mesti pake cara lain nih.’ Cakka berfikir. Ia menggaruk-garuk belakang telinganya. ‘nah, kali ini pasti dia bangun. Kena lo gue kerjain.’ Cakka mendapat ide yang cemerlang menurutnya.

Cakka mengambil jam weker di atas mejanya. Kemudian menyetel arah jarum jamnya.
“nah, selesai.” Ucapnya tersenyum senang.
Cakka berjalan kembali ke tempat tidurnya. Kemudian ia mendekatkan jam weker itu ke telinga Sivia.

“3.. 2.. 1..”
KRIIIIIIIIIIIIIIING..
“Aaaaaaa..” jerit Sivia. Jam weker yang di pegang Cakka terlempar ke lantai karena ditepis Sivia.
Cakka terduduk di lantai menahan deru tawanya. Ia memegang perutnya yang sakit karena tertawa melihat hasil kejahilannya.

“hosh.. hosh..” Sivia mengatur detak jantungnya yang berdetak cepat karena terkejut. “lo gila ya? kalo gue ada penyakit jantung gimana?” Sivia mengomel gak jelas sambil memegangi dadanya.
“itu sih derita loe! Buahahahaha.” Cakka kembali tertawa. Sivia cengo melihat Cakka.

“dasar lo! Ganggu mimpi indah gue aja!” Sivia beranjak dari tempat tidur Cakka. Mengingat mimpinya tadi, ia ingin menangis. Tapi dapat ditahannya. Ia segera berlari ke luar kamar itu meninggalkan Cakka yang masih tertawa.

BRAAKK!
Sivia membanting pintu kamar Cakka. Hal itu sekaligus membuat penghuni kamar sebelah keluar.

“loh, loh, loh, Kak Sivia?” Ray keluar dari kamarnya. Ia melihat Sivia sedang berdiri di depan kamar Cakka sambil mengucek-ucek matanya

“Kak Sivia kenapa?” Ray mendekati Sivia. Ia terlihat bingung melihat keadaan Sivia. Rambutnya berantakan. Matanya kucel. Dan keningnya berkerut.

Sivia mengarahkan pandangannya ke rah Ray. “gak papa.” Sivia berlari meninggalkan Ray yang bingung. Ia berlari menuju kamarnya.


***


Sivia masuk ke kamarnya. Mengambil selembar foto yang di selipkannya di kantong koper. Ia kemudian membawa foto itu ke atas tempat tidurnya. Ia menatap sayu ke arah orang yang ada di foto itu.

“aku kangen.” Mata Sivia memerah. Ia mengelus lembut foto itu.

“aku kangen sama kakak.” Ujarnya. “barusan aku mimpiin kakak. Mimpinya indaaah banget.”Air matanya tumpah. Ia tak dapat menyembunyikan rasa rindunya pada orang yang ada di foto.

Beberapa menit ia hanya memandangi foto itu. Ia menangis memandangi foto itu.
“kak, aku belum bisa lupain kakak.” Foto itu ia dekap di dadanya. Berharap yang dirindukan dapat merasakan perasaan sayangnya.


***


Di kamar Cakka, Ray mengomeli kakaknya habis-habisan. Apa lagi sih kejahilan yang kakaknya lakukan?

“sampai kapan kak lo kayak gini terus?” Ray menghela nafasnya. Kemudian kembali membuka suara,
“Kak Sivia itu baik. Jadi, kakak gak bisa menyamakannya dengan anak-anak cewek yang pernah kakak usilin.” Ungkap Ray bijak. Perasaannya menggebu-gebu.

“bawel amat sih lo! Udah deh. Gak usah ngurusin gue!” Cakka mendorong pelan tubuh Ray. Mengisyaratkan agar Ray keluar dari kamarnya.

“kalau sampai lo bikin Kak Sivia nangis, gue bakalan bertindak Kak.”
Cakka mengangkat sebelah alisnya. Pandangannya tajam ke arah Ray.

“emangnya kenapa? lo suka sama dia?”
“enggak.”
“trus?”
Ray menghela nafas panjang. Ia meredam amarahnya. “gue kangen sesosok ibu.” Ucap Ray pelan. Namun sangat jelas terdengar di telinga Cakka. “setelah bunda meninggal, gue rasa bakal gak ada lagi wanita yang sayang sama gue Kak.” Ray kini menunduk. Berharap suara gemetarnya tak terdengar jelas oleh Cakka. “gue rasa, semua wanita sama. Gak ada bedanya. Tapi, waktu pertama kali ketemu Kak Sivia, dia berhasil mengubah pandangan gue terhadap cewek kak.”

Cakka mengubah posisi duduknya yang tadi menghadap ke depan kini mengahadap ke arah adik semata wayangnya. Walaupun sikapnya kepada wanita sudah gak bisa ditolerir, tapi, kalau sama adiknya ini pasti dia bakal luluh. Walaupun terkadang cuek.

“jadi, gue minta elo jangan sekali-sekali jahilin Kak Sivia. apalagi sampai bikin nangis kayak tadi.”
Cakka melongo mendengar perkataan Ray barusan.
“hah? Emangnya tadi dia nangis ya? Cengeng amat!”
Ray menghadap ke arah kakaknya. “lo apain dia sampai matanya merah gitu Kak?”

“gak. Gue gak apa-apain kok. Gue cuman iseng aja bunyiin jam weker di telinganya. Masa gitu aja mewek?” Ucap Cakka enteng. Berasa gak ada beban dia.

“gila lo kak. Eh, tapi, kok Kak Sivia bisa ada disini tadi? Emangnya dia ngapain di kamar lo?” Ray menyelidik.
“mana gue tau.” Cakka menyembunyikan hal yang sebenarnya. Padahal ia tahu persis kalau Sivia ketiduran gara-gara capek bersihin kamarnya yang kayak kapal pecah.

“udah deh sana keluar. Gue mau tidur. Besok harus bangun pagi ini.” Cakka mendorong bahu Ray lagi. Kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Ia menutupkan selimutnya ke seluruh tubuhnya.
“iya-iya. Aaah. Kalau gitu gue ke kamar Kak Sivia aja deh.” Ray beranjak pergi. Tapi,
“eh eh eh. Tunggu.” Cakka menahan bahu Ray. “mau ngapain ke kamar Sivia?” tanya Cakka penuh selidik.

Ray mengangkat sebelah alisnya.
“emangnya kenapa? Kok lo yang sewot Kak?”
“ah, enggak. Emang kenapa?” tanya Cakka balik.
“aah. Lo gak jelas banget sih. Udah ah gue mau ke kamar Kak Sivia mau nenangin dia.”
“emangnya dia kenapa kok di tenangin segala?”
“gue liat tadi dia nangis. Kayaknya lagi ada something deh.”
“oya? Kenapa dia nangis?”
“ah lo banyak tanya Kak. Bawel bener.” Ray langsung pergi meninggalkan Cakka.

‘ nangis? apa tu cewek nangis gara-gara gue ya? ah, bodo amat deh. Ngapain juga gue mikirin dia. ’ Cakka membatin.


***

Saat aku tertawa di atas semua
Saat aku menangisi kesedihanku
Aku ingin engkau selalu ada
Aku ingin engkau aku kenang

Selama aku masih bisa bernafas
Masih sanggup berjalan
Ku kan slalu memujamu
Meski ku tak tau lagi
Engkau ada dimana
Dengarkan aku ku merindukanmu

Prok.prok.prok.prok.

“suara lo dari dulu gak berubah Yo !”
“eh kakak biasa aja kok.”
“ah pasti lagu tadi special kan. Ngaku deeh.”
“hehe. Iya Kak. Gak tau kenapa gue jadi kangen sama dia.”
“Yo, Yo. Itu tandanya lo harus cari dia !”
“hm. Semoga aja takdir menyatukan gue sama dia lagi Kak.”
“amiin. Eh, gimana sama Ify?”
“ah? Eh. Ng. Biasa aja Kak.”
***

Yeyeyey. Part 5 udah selesai.
Sivia kangen sama siapa? Ada yang tahu?
Wah wah wah. Event terakhir ada yang nyanyi lagu –Merindukanmu- tuh.
Wehehehe. Pasti kalian sudah tau kan?
Eh, tapi, kok ada Ify nya tadi?
Waaah. Apa ini maksudnya??
Wait for -- CINTA KEDUA part 6.

Keep comment please:)

-Echa-

Tidak ada komentar: