Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Selasa, 02 Agustus 2011

SEGALANYA PASTI BERUJUNG PART 7-9

“Vin…….”
Sivia tak mendengar apapun. Akhirnya dia memutuskan masuk ke dalam. Kamar Alvin kosong.

“Alvin???” Sivia masuk ke dalam. Alvin tak ada di manapun. Sivia mulai panik.

“Alvin????”
Terdengar bunyi kran hidup dari kamar mandi.
‘mungkin lagi di kamar mandi kali ya?’

Tok tok tok
“Alvin????” Sivia mengetuk kamar mandi Alvin. Tak ada jawaban dari dalam. Sivia berusaha mengetok lebih keras. Tak juga ada jawaban. Perlahan Sivia memutar handle pintu. Jantungnya berdebar karena panik. Perlahan pintu kamar mandi mulai terbuka.

“Alvin!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Sivia berteriak sekencang2nya melihat adiknya tergeletak bersandar di bak kamar mandi. Lumuran darah segar menempel di dinding tempat kepala Alvin tersandar.

“Mama!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Papa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Sivia menangis sejadi2nya melihat adiknya tergeletak dalam kondisi seperti itu. Bi Oky datang dengan tergopoh2 mendengar teriakan Sivia, disusul Pak Dave dan Bu Winda.

@ rumah sakit

“Sepertinya dia mengalami benturan yang sangat keras di bagian kepalanya. Mungkin dia terpeleset. Kami akan mengadakan pemeriksaan kalau2 Alvin mengalami gegar otak ringan.Kalau dilihat dari lukanya kemungkinan tidak akan terlalu beresiko. Sekarang Alvin baik2 saja.”

“Terima kasih, Dok…” Bu Winda tampak lega mendengar penjelasan dokter. Setelah menemui dokter Danu, Pak Dave dan Bu Winda menyusul Sivia yang sedang menemani Alvin.

“Alvin kenapa, Ma?”
“Alvin gapapa…..dokter bilang resiko benturannya ga akan terlalu parah.”
Sivia sedikit lega mendengar penjelasan Mamanya. Dia menatap wajah adiknya yang sedang tertidur. Sivia masih shock menemukan Alvin tergeletak di kamar mandi dalam keadaan seperti tadi. Dia masih terus menggenggam tangan Alvin.

“Mama masih pengen disini Pa.”
Besok pagi rencananya mama dan papa Sivia akan kembali ke Sidney. Mereka memang tak bisa lama2 karena pekerjaan sudah menanti.
“Mama sama papa ga usah khawatir. Sivia bakal jagain Alvin kok Ma. Nanti Sivia bakal kabarin mama keadaan Alvin.”
Bu Winda tetap tak puas dengan jawaban Sivia.
“Ma…..” Pak Dave mengelus pundak istrinya. Wajahnya mengisyaratkan agar Bu Winda percaya pada Sivia. Dia selalu bisa diandalkan. Akhirnya Bu Winda pasrah juga.

Malam itu Sivia, Pak Dave dan Bu Winda menginap di RS.

Keesokan harinya Bu Winda dan Pak Dave harus kembali ke Sidney. Saat mereka berangkat Alvin belum sadar. Sebenarnya Bu Winda ingin menunggu Alvin siuman tapi pesawatnya harus segera berangkat. Akhirnya mereka tetap pergi tanpa bisa melihat Alvin membuka mata.

Sivia sudah minta tolong Oik untuk memintakan ijin karena hari ini dia ga masuk sekolah.
Sekitar jam 11 siang akhirnya Alvin sadar juga. Dia meringis merasakan sakit di kepalanya.
“Kak….”
“Alvin….ya ampun Alvin kamu tuh kenapa sih???? Kakak tuh khawatir tau ga sih liat kamu terkapar di kamar mandi.”

“Alvin jatoh kak. Kepala Alvin kepentok pinggiran bak mandi.Alvin cuma pengen cuci tangan doang.”
“Alvin…Alvin……” Sivia mengusap tangan adiknya dengan wajah penuh kekhawatiran.
“mama sama papa?“
“mereka udah balik ke sidney Vin. Mereka titip salam.“
Alvin hanya tersenyum tipis.

Untung diingatkan sama Alvin. Sivia langsung mengabarkan ke mama papanya bahwa Alvin sudah sadar.

Sivia menyuapkan bubur buat Alvin……Badan Alvin masih lemes banget. Tadi dokter Danu juga sudah melihat kondisi Alvin setelah Sivia mengabarkan bahwa Alvin sudah sadar. Dokter menyarankan agar Alvin menginap dulu kurang lebih 5 hari sampai kondisinya pulih.

Sivia dan Bi Oky bergantian menjaga Alvin di rumah sakit. Kondisi Alvin juga berangsur-angsur membaik. Terkadang Sivia ditemani Oik yang datang ke RS sepulang sekolah. Alvin maksa kakaknya untuk ga ninggalin sekolah. Sebenarnya Sivia pengen ga masuk aja. Tapi Alvin bakalan ngambek kalau sampai Sivia bolos sekolah.
Ini hari ketiga Alvin dirawat di RS. Sivia benar2 tak konsen belajar di sekolah. Pikirannya hanya tertuju pada Alvin. Tapi demi adiknya itu akhirnya Sivia memaksakan juga berangkat sekolah. Walaupun akhirnya di sekolah Sivia cuma banyak ngelamun.

Sms dari Rio juga tak pernah dibalas sama Sivia. Dia benar2 sedang ngga mood untuk beromantis-romantisan.

Drrrttt…..drrtttt….(suara getar Hp Sivia yang diletakkan di atas meja). Si empunya Hp ga ngrespon.
“Via…Hp kamu tuh……”
Sivia masih tetap bengong bertopang daku. Dia melirik ke Hp nya tapi tetap ga diapa2in.

“Via,ada sms tuh…….” Oik ga tenang juga lihat sahabatnya bengong terus dari tadi.
Sivia membuka Hp nya ogah2an

From: 08*******711
“Via, sebenarnya aku sudah tau semua tentang kamu. Kamu dekat sama Rio ya? Kalau iya dan dia juga sama menyayangimu, jaga dia dan hormati dia. Karena aku begitu menghormati dia dan begitu menjaganya hingga aku kehilangan dia. Aku ga mau dia sakit hati sedikitpun sama seperti sakit hatiku saat ini. Kalaupun kalian ga dekat, berarti aku salah orang. Tapi kalau iya, aku sudah ikhlas. Jangan kasih tau sms ini ke dia, makasih ya Via sebelumnya.”

Sivia nganga baca sms yang masuk ke Hp nya. Alvin sekejap menghilang dari pikirannya. Sivia benar2 tak habis pikir dengan isi sms itu.

To : 08*******711
“Ini siapa? Seorang wanita kah?”

From : 08*******711
“Iya lah…masa cowo suka cowo”

Sivia langsung sadar. Bodohnya dia nanya kayak gitu. Maklum pikirannya sedang kacau balau mikirin Alvin.

To: 08*******711
“Apa dia tau perasaanmu?”

From : 08*******711
“Dia sangat tau dan sangat mengerti semua yang aku lakukan karena aku begitu menyayanginya. Aku mantannya. Sudah lebih dari 3 tahun kami dekat”

Sivia mulai on fire menanggapi sms itu. Dia mengetik balasan dengan cepat.

To : 08*******711
“Apa aku mengganggu hubungan kalian?”

From: 08*******711
“Menurutmu? Menurutku tidak karena aku sudah kehilangan dia. Dan dia berhak mendapatkan yang lebih baik. Jangan hanya sekedar sms dan chatting aja yang kamu persembahkan buat dia karena apa yang aku lakukan lebih dari sekedar itu. Aku tidak akan ikhlas kalau orang yang menggantikan aku hanya sebatas itu pengorbanannya. Paling tidak harus lebih besar dariku.Aku bahagia dia bahagia walaupun amat sangat cemburu. Aku tidak mau menggangu hubungan kalian. Gak usah dipikirin. Selamat belajar. Semoga sukses. Ingatkan dia untuk belajar. Sebentar lagi dia UN kan? Aku tau betul siapa Rio”

Nah….dari mana nih cewek tau kalau Sivia suka sms dan chatting sama Rio?

To: 08*******711
“mungkin apa yang pernah kamu berikan padanya tak akan pernah bisa aku berikan. Karena memang antara aku dan dia tidak ada hubungan seperti yang pernah kalian jalani.”

From: 08*******711
“Maaf Via kalau mengganggu belajarmu.Ada hubunganpun ga apa2. Sudah ku katakan aku bahagia kalau dia bahagia. Bisa jadi bukan aku yang diinginkan,tapi kamu.Ibuku selalu berpesan padaku untuk menikmati proses kedewasaanku karena ketika tau hasilnya aku akan harus berterima kasih pada orang yang ada dalam proses itu. Bisa jadi aku harus berterimakasih Kepadamu kan? Maaf sebelumnya Via, maaf kalau aku banyak berprasangka padamu.Maaf ya.Aku minta maaf sekali.Tidak usah beritahu dia.Tidak ada ancaman atau larangan juga untukmu kan? terima kasih.“

To: 08*******711
“Maaf? Ngga, aku yang harusnya minta maaf.Kamu pasti sangat menyayanginya.Aku tidak akan bisa memberi apapun untuknya. Seharusnya dia pantas mendapatkan orang yang bisa menyayangi dia seutuhnya seperti kamu”

Sivia sadar bahwa selama ini hubungannya dengan Rio benar2 sangat tidak jelas. Bisa dibilang mereka ga ada hubungan apa2. Tau sendiri kan gimana hubungan mereka?

From: 08*******711
“Itu resiko mencintai.Semangat ya Via. Semoga bisa berprestasi di sekolah. Setelahnya namaku Shilla .Have a nice day”

Sivia benar2 merasakan sesak di dadanya. Apa2an ini. Jadi???? Nomor misterius itu mantannya K’ Rio dan tiba2 sms yang isinya bikin orang nganga kaya begitu. Apa lagi ini????

Shilla tak sms Sivia lagi.
‘Baik banget ni cewek. Pasti dia sayang banget sama K’ Rio. Hhhhh….bisa apa ngga ya aku ngasih kebahagiaan ke K’ Rio?’ Sivia termenung memikirkan kembali HTS nya dengan Rio.

Bel masuk berbunyi. Sivia berusaha menyelesaikan pelajaran sekuat tenaga. Dia ingin segera pulang dan menjenguk Alvin.

Akhirnya bel pulang pun berbunyi.
“Oik, aku pulang dulu ya….mau jenguk Alvin….”
Sivia bersiap melangkah.
“Eh, Vi, aku ikut deh. Pengen liat Alvin juga.”
“Wah…..ayuk…..” Sivia senang Oik mau menemaninya.

@RS

“Alvin udah makan siang?”
“Udah ,Kak, Tadi Bi Oky udah bawain bubur kok.”
Alvin sudah bisa duduk. Bicaranya juga lebih bersemangt daripada kemaren.

“Mbak, Via….”
Saking serunya ngobrol sama Alvin…..Sivia ngga menyadari kalau dokter Danu sudah masuk.
“Eh…Dokter Danu….” Dokter Danu mendekat ke Alvin. Melihat keadaan Alvin lalu tersenyum
“Alvin udah ngerasa enakan?” tanya dokter Danu.
“Iya Dok.”
Dokter Danu melihat ke arah Oik. Oik menganggukkan kepala pada dokter Danu sambil tersenyum.

“Mmmmm mbak Via bisa ikut ke ruangan saya? Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan untuk pemulihan Alvin”
“Oh iya Dok.” Sivia mengikuti langkah dokter Danu menuju ruangannya. Oik dan Bi Oky menemani Alvin.

@ruangan dokter Danu.

“Bagaimana Dok?”
“Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, benturan itu tidak berdampak buruk pada kondisi Alvin. Alvin juga tidak mengalami gegar otak ringan. Mungkin besok Alvin sudah bisa menjalani perawatan di rumah saja”
“Syukurlah“ Sivia terlihat lega.
“Mbak Via………”
“Iya Dok?”
“Apa Alvin dari kecil suka sakit2an?”
Sivia yang mendengar perkataan dokter Danu tertegun. Lalu kemudian tersenyum sedikit terpaksa.

“Mmmmmm…..maaf Dok, Alvin itu bukan adik kandung saya. Saya ngangkat dia jadi adik baru beberapa bulan yang lalu.”
Sivia menjawab dengan sedikit tak enak hati. Dokter Danu sedikit kaget mendengar perkataan Sivia.
“Begini Mba Via…..Benturan saat Alvin terpeleset di kamar mandi itu memang tidak menimbulkan efek, tapi dari pemeriksaan kami, kami menemukan ada penyakit langka di dalam syaraf Alvin.”

Deg!!!!!!!!!! Jantung Sivia seakan berhenti sejenak mendengar penuturan dokter Danu. Bayangan penyakit2 mematikan melintas di pikirannya.
“Maksud Dokter?”

“Alvin mengidap penyakit Spinocerebellar Degeneration Disease. Penyakit ini menyebabkan salah satu bagian otak Alvin mengalami penyusutan. Penderita akan mengalami kesulitan dalam beraktivitas. Geraknya akan terganggu.”
Sivia mendengarkan penjelasan Dokter Danu dengan mata berkaca2. Dia tak tau harus berkata apa. Dia teringat kembali saat Alvin terjatuh dari kursi sampai memecahkan gelas, kemudian saat di restaurant Alvin tiba2 ambruk dan menubruk pelayan. Apa semua itu ada hubungannya dengan ini?

“Saya mengatakan ini bukan untuk menakut2i. Saya hanya ingin Mba Via sekeluarga bisa siap dengan kemungkinan terburuk karena penyakit ini……….(dokter Danu menarik napas dalam2, Tak tega juga melihat Sivia yang sekarang sudah benar2 menangis)…..bisa berujung dengan kematian.”

Badan Sivia gemetar. Pikiran buruknya jadi kenyataan. Dia tak bisa lagi menahan gejolak hatinya. Sivia menatap dokter Danu dengan muka putus asa.

“Apa Alvin bisa sembuh Dok?”
Dokter Danu kembali tertunduk menghadapi klien nya.
“Penyakit ini belum ada obatnya Via.”
Sivia merasakan dunianya menyempit. Dokter Danu menjelaskan sedetail mungkin tentang penyakit Alvin. Sivia tak bisa menahan emosinya. Dia sempat membentak Dokter Danu saat Dokter Danu mengatakan bahwa Alvin tak bisa diselamatkan.

Sivia percaya dengan kekuatan Tuhan. Sivia percaya keajaiban. Tak ada yang tak mungkin di dunia ini.
Sivia berlari menuju tempat parkir.
Dengan mata sembab dia mengetik sms pada Oik

To: Oik
“Oik, temuin aku di parkiran sekarang“

Sivia menangis sambil bersandar di mobilnya. Dia benar2 tak kuat menopang tubuhnya sendiri sampai akhirnya dia terduduk bersandar di ban mobilnya. Tak peduli apa pandangan orang melihat dia dalam keadaan seperti itu. Tak lama kemudian Oik datang.
Melihat Sivia terduduk di pelataran parkir, bersandar di mobil dengan muka semrawut sperti itu, Oik langsung berlari menghampiri Sivia.

“Ya Tuhan,,,,Sivia….kamu kenapa?”
Oik mmeluk Sivia yang menangis meraung2 . Orang2 yang lewat mengamati mereka dengan wajah heran.
“Kamu kenapa Sivia???”Oik benar2 panik melihat Sivia seperti itu.

“Alvin Oik Alvin” Sivia berteriak kencang membuat semua orang menengok pada mereka.

Sivia menjelaskan semuanya pada Oik. Oik yang sudah mulai menangkap maksud Sivia tak bisa menahan air matanya. Dia memeluk Sivia yang sudah lemas sambil ikut menangis.

“Kenapa mesti dia Oik???? Kenapa dia??? Aku ga mau kehilangan Alvin!!!!!! Aku ga ikhlas Oik aku ga ikhlas!!!!!!!!!!!!” Sivia semakin kalut terisak di pelukan Oik.

“Sivia….jangan menyalahkan takdir. Kamu ga boleh ngomong kayak gitu.”
Sivia melepas pelukan Oik dan menatap mata Oik tajam.

“Kamu bisa ngomong gitu karena kamu ga ngrasain!!! Ngomong gampang, Ik? Aku yang ngejalanin. Aku!!!!!!!!!!!” Sivia membentak Oik yang terbengong2. Oik memahami perasaan Sivia. Dia berusaha tak terbawa emosi.

Oik memutuskan membawa Sivia pulang setelah terlebih dahulu sms Alvin.

To: Alvin
“Kak Oik sama Kak Sivia pulang dulu ya Vin. Maaf ga sempet pamit. Ada rapat OSIS mendadak.”

Dia tak ingin Alvin melihat keadaan kakaknya yang sedang seperti ini. Oik menemani Sivia di rumah sampai larut malam. Sebenarnya dia ingin menginap tapi Sivia bilang dia pengen sendiri.
Rio dari tadi sms Sivia hampir 20 kali. Tak ada satupun yang dibalas. Berkali kali Rio telfon juga tak diangkat. Sivia menatap sms terakhir Rio dengan tatapan mata kosong dan air mata yang masih terus mengalir.

From: K’ Rio
“Via……Kamu kenapa??? Bales dong….angkat telfon aku”

Sivia benar2 shock. Dia tak pernah siap dengan kenyataan ini.
‘Apakah ini alasan ayah Alvin membuang dia?’ Sivia terus memikirkan nasib adiknya yang sungguh malang. Dia sendiri merasa ingin berteriak memaki takdir. Tapi dia selalu ingat pada Tuhan. Dia hanya menangis sepuasnya. Mukanya benar2 berantakan. Kamarnya penuh barang2 berserakan karena Sivia melampiaskan emosi dengan mengacak2 kamarnya. Rambutnya acak2an, wajahnya sudah merah dan berminyak karena terlalu lama menangis.

Hp Sivia bergetar

From: 08*******711
“Via,aku jadi benar2 beban dan merasa bersalah kepada kalian. Maaf…Aku juga tak mungkin kembali sama dia karena terlalu banyak perbedaan.Semoga Tuhan menjodohkan kalian dan berbahagia. Perasaanmu itu anugerah.. Aku bener2 seneng kalau ada orang yang lebih baik dariku menyayanginya. Aku adalah masa lalu baginya. Dan masa lalu tidak ada harganya bagi dia. Dia juga memiliki perasaan suka padamu.Sudahlah hentikan pembahasan sakit dan menyakiti.Intinya aku minta maaf padamu.ga seharusnya kamu mengenalku Via”

Sivia semakin menangis membaca sms itu. ‘Apa ini???? Apa aku menyakiti hati orang lain???’

“AAAAAARRRRRRRGGGGGGGGGHHHHHHHH!!!!!!!!!!” Sivia berteriak sekencang2nya. Dia terus menangis semalaman.

Semua bayangan Alvin hilir mudik di pelupuk matanya yang terpejam. Semuanya……dari awal mereka bertemu sampai terakhir dia melihatnya siang tadi….tak ada alasan baginya untuk tidak menangis…….Dia sayang Alvin. Dia sayang adiknya. Kali ini dia benar2 tak rela adiknya yang harus mengalami semua itu. Sinetron…..cerita yang selama ini selalu Sivia anggap hanya dilebih2kan oleh sutradara, ternyata sekarang benar2 ada di pelupuk matanya. Sekarang semua itu benar2 ada di hadapannya, di kehidupannya, menanti untuk dihadapi.
Menangislah Sivia. Air mata diciptakan untuk wanita agar mereka bisa mencurahkan perasaan dan isi hatinya.

>>>>>>>>>>

Jam 2 malam….tapi Sivia sama sekali tak berhasrat untuk tidur.
Sivia sudah tidak terisak2 seperti tadi. Sekarang dia hanya diam. Duduk memeluk lutut di lantai bersandar pada tepian tempat tidurnya. Air matanya masih terus mengalir. Ia menatap layar Hp nya nanar. Rio masih terus sms dan telfon. Sivia membaca semua sms nya tapi tidak membalasnya. Sekarang dia hanya memikirkan adiknya.

Sivia benar2 tidak tidur semalaman. Dia masih dalam posisinya. Tak berubah sedikitpun. Masih tetap menatap layar Hp dengan mata nanar. Matanya bengkak dan basah.

Sinar matahari menerobos masuk di celah2 jendela. Hari ini Alvin sudah boleh dibawa pulang. Tapi Sivia….menghapus air matanya saja masih belum mampu. Sivia membuka mulutnya. Mencoba berbicara sendiri walaupun setengah berbisik.

“Ayah……………..…ibu……………..…nenek……………….…”
Sivia terisak lagi mengingat keluarganya. Selama ini dia tak pernah lagi menangis karena mengingat mereka. Tapi kali ini dia benar2 tak bisa menahan rasa rindu sekaligus rasa takut kehilangan untuk yang keempat kalinya. Semua bayangan dan pikiran buruk hilir mudik di otak Sivia. Kali ini dia tak bisa mengendalikan dirinya. Entah kemana sosok Sivia yang kuat seperti dulu.

@ rumah Rio
Malam ini Rio tidak tidur semalaman. Dia menimang2 Hp nya dengan sejuta pertanyaan di benaknya. Malam ini benar2 rekor dia telfon orang. Lebih dari 30 kali dia mencoba menghubungi Sivia. Tak satupun panggilan yang terangkat. Tak ada satupun dari 26 sms yang dia kirim dibalas oleh Sivia. Dia benar2 tak ada hasrat untuk tidur sedikitpun malam itu.

@Kamar Sivia

Hp nya bergetar lagi. Sivia membuka sms dengan tenaga yang tinggal sisa. Badannya terasa lemas. Kepalanya mulai pusing dan matanya mulai berkunang2. Bukan dari Rio.

From : Oik
“Kamu sayang sama Alvin kan,Vi? Jangan buat dia bersedih karena melihat keadaanmu seperti ini. Bahagiakan dia, semangati dia, temani dia. Aku yakin kamu orang yang bijaksana, aku yakin kamu bisa. Aku disini sebagai sahabatmu siap mendengarkan keluhanmu setiap saat. Aku akan membantu apapun yang aku bisa. Jangan pernah ngerasa sendiri, Via. Semangatlah demi dirimu sendiri. Kalau tetap tidak bisa….setidaknya bersemangatlah demi Alvin….dia membutuhkanmu. Kamu orang yang kuat Sivia…..kamu pernah mengalami cobaan yang lebih berat. Alvin membutuhkanmu Sivia, Alvin membutuhkan kakaknya…”

>>>>>>>>>>

Oik berdiri di depan pintu kamar Sivia. Wajahnya tak bisa menyembunyikan kesedihan. Dia berusaha menempatkan diri di posisi Sivia. Membayangkan jka dia yang mengalaminya.
Dia pandangi sms yang barusan terkirim pada Sivia. Sms yang dia tulis baru saja saat dia mendengar isakan Sivia dari balik pintu.
Pagi ini Oik berniat menemani Sivia untuk menjemput Alvin di rumah sakit. Bi Oky tidak ada di rumah karena menunggui Alvin, jadi Oik langsung masuk dan menuju kamar Sivia. Tapi saat sampai di depan pintu kamar Sivia dia justru mendengar isakan Sivia. Hatinya ikut sakit.

>>>>>>>>>>

Kali ini Sivia tak hanya menatap layar Hp nya dengan tatapan nanar. Dia menggenggam Hp nya erat2. Memejamkan mata dan merenungkan apa yang tertulis disana. Air matanya semakin deras mengalir di wajahnya yang pucat.

Sivia membuka matanya…..

Dia berdiri walaupun agak gontai, berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang pegal2 dan kepalanya yang serasa berputar.
Kakinya melangkah mendekati meja rias di sudut ruangan. Ditatapnya wajahnya di cermin.

“Kamu bukan Sivia.”
Sivia berbicara sendiri pada bayangannya di cermin. Ia meraba wajahnya dengan kedua tangan, mengusap air matanya perlahan. Disisirnya rambutnya yang acak2an dengan jari2nya. Tangannya mengepal kuat. Dipejamkannya matanya dan sejenak kemudian dibukanya kembali.

Ia kembali menatap sejenak wajahnya di cermin dan kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

15 menit kemudian Sivia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar daripada tadi. Dia segera menuju meja riasnya dan berdandan, bersiap2 menjemput Alvin di Rumah Sakit. Diusapkannya bedak tipis di wajah dan menyisir rambutnya rapi. Setelah selesai, dia tersenyum tipis pada bayangannya sendiri di cermin. Matanya yang bengkak memang tak bisa disembunyikan, tapi dia harus tetap melanjutkan harinya. Bukan demi dirinya……tapi demi Alvin.

Sivia melangkah menuju pintu dan membukanya dengan semangat yang mulai tumbuh walaupun baru sedikit. Dia membuka pintu dan bersiap melangkah keluar namun terhenti saat melihat Oik berdiri mematung di depan pintu kamarnya.

“Oik???”
Oik menatap wajah Sivia dan tersenyum. Dia memang hanya berdiri di depan pintu hampir setengah jam. Dia sempat mengintip ke dalam kamar Sivia. Ia melihat Sivia berdiri di depan cermin, Oik mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam dan akhirnya hanya menunggu di luar.

Oik masih terus tersenyum pada Sivia. Sivia yang melihat sahabatnya seperti itu hanya mengernyit heran.

“Yuk….”
Oik menggandeng tangan Sivia dan menariknya menuruni tangga.
“Oik kamu…..” belum sempat Sivia melanjutkan kata2nya Oik sudah ngomong panjang lebar tanpa melihat ke arah Sivia sambil terus menarik Sivia menuruni tangga.

“Kita sarapan dulu ya. Kamu pasti belum makan kan? Aku bawa Sambal Kentang kesukaanmu lho. Aku masak sendiri. Kita makan bareng ya. Abis itu kita langsung jemput Alvin…..” Oik terus berbicara sembari terus berjalan menggandeng Sivia ke ruang makan.

‘Makasih Oik’ Sivia tersenyum melihat sahabatnya yang setia menemaninya disaat dia dalam keterpurukan seperti sekarang.

Sivia bertekad untuk melakukan seperti apa yang ditulis Oik di sms nya tadi pagi.

“Oke Bos!!!!!”
Oik yang mendengar Sivia berkata begitu sontak berhenti dan membalikkan badannya menghadap Sivia. Dia tersenyum, senang sahabatnya bisa bangkit.

Sivia dan Oik pun sarapan bareng. Oik memang pintar masak. Mereka sering masak2 bareng kalau liburan. Setelah sarapan, Oik memacu mobilnya menuju rumah sakit. Mereka berdua berjalan ke kamar Alvin dengan pikirannya masing-masing.

Sivia membuka pintu kamar Alvin dengan senyum terkembang yang sebisa mungkin dia manis2kan. Dilihatnya adiknya sedang duduk di tepi ranjang melihat Bi Oky membereskan barang2 yang akan dibawa pulang.

“Kak Via…” Alvin tersenyum sumringah pada kakaknya. Sivia yang melihat senyum Alvin sempat tertegun namun segera sadar dan tersenyum seperti biasanya.

“Udah siap Bi?” Iya Neng tinggal dikit lagi.
“Yaudah kalau begitu aku ke Dokter Danu dulu ya sekalian mau ngurus administrasi. Oik tunggu disini ya. Temenin Alvin.”
Oik mengangguk lalu melangkah mendekat ke Alvin.

“Udah kuat Vin?” Oik mengelus pundak Alvin.
“Udah Kak.”

Bi Oky sudah selesai membereskan barang2. Tinggal menunggu Sivia. Tak lama kemudian Sivia masuk dan merekapun bersiap2 pulang. Tadi Sivia sempat hampir menangis lagi setelah menemui Dokter Danu, tapi saat sampai di depan pintu kamar Alvin dia berusaha menyembunyikan kesedihannya. Sekali lagi, demi Alvin.

Oik membantu Bi Oky membawa barang yang tidak terlalu banyak sedangkan Sivia menuntun Alvin yang tidak mau memakai kursi roda karena merasa sudah kuat.

Oik menyetir mobilnya dengan Bi Oky di kursi depan. Sivia menemani Alvin di kursi belakang. Alvin bersandar di lengan Sivia yang melingkarkan tangannya di pundak Alvin.

Sivia merasakan getaran di Hp nya.

From: Shilla (dia sudah menyimpan nomor misterius itu)
“Ya Tuhan…emosi kalau ingat masa lalu. Benar kan itu masa lalu kalau Rio menyayangiku? Tapi rasaku tetap sama untuknya. Setidaknya entah sampai kapan. Karena sudah 3 tahun. Tidak perlu diceritakan secara gamblang kan perasaanku? Karena kamu tidak kenal aku Via. mulutku bisa berkata begitu tapi hati tak bisa dibohongi. Untuk menguatkan diriku sendiri. Untuk menyadarkan diriku aku sudah tidak disayangi. Jadi curhat….dimaafkan kan Via? Tidak ada beban lagi. Aku harap kamu juga begitu”

Sivia kaget juga membaca sms dari Shilla itu. Dia bilang ga mau ganggu hubungannya dengan Rio tapi kok jadi sms terus. Sivia tak menanggapinya. Sivia jadi merasa tak nyaman juga terus menerus dikirimi sms dengan kalimat2 menyayat seperti itu.

Mobil Oik memasuki halaman rumah Sivia.
“Motor siapa tuh?” Sivia menunjuk Revo merah yang terparkir di halaman rumahnya. Tak ada yang menjawab karena memang tak ada yang tau. Bi Oky, Oik dan Alvin hanya ikut2an melihat ke arah motor yang ditunjuk Sivia.
Sivia paling dulu memasuki rumah. Oik membantu Bi Oky menurunkan barang2 dari bagasi mobil. Sesampai di ruang tamu, Sivia menghentikan langkahnya dan menatap kaget pada siapa yang sedang duduk disana.

“K’ Rio???????”
Ternyata Revo merah yang ada di depan rumah itu milik Rio. Pagi ini Rio berniat ke rumah Sivia setelah semalaman dia sama sekali tak bisa menghubungi Sivia. Kekhawatirannya sudah memuncak. Dia tak peduli lagi dengan sikap malu2 kucing dan jaim yang selama ini dia tunjukkan di depan Sivia. Selama ini dia memang belum memiliki keberanian untuk langsung berhadapan dengan Sivia. Dia mengakui kalau nyalinya ciut. Ditambah lagi ada rasa jaim.

Saat dia sampai di rumah Sivia, Pak Oni yang membukakan gerbang dan dia bilang Sivia sedang menjemput adiknya di rumah sakit. Akhirnya Rio memutuskan untuk menunggu.

Setelah mengantarkan Alvin ke kamar dan membaringkannya, Sivia turun kembali ke bawah dengan jantung deg2an.

‘Aduh….K’ Rio….ngomong apa coba aku ntar….aduh deg-degan….kok dia tumben sih mau ketemu. Selama ini kan kucing2an terus…’ Sivia mengelus dada mencoba menenangkan dirinya.

“K’ Rio….” Sivia melempar senyum pada Rio yang menatap Sivia dengan wajah penuh kekhawatiran.

“Kamu kenapa sih, Vi? Semalaman aku telfon aku sms ga ada satupun yang kamu bales….kamu kenapa????” Rio bicara sangat cepat denagn wajah panik.
Sivia mencoba tersenyum agar Rio tak mengetahui kesedihannya.
“Aku ga apa2 Kak….Kemaren aku ngurusin adikku yang lagi sakit. Yang tadi itu. Dia dirawat di rumah sakit. Maaf ya, Kak…” Sivia terpaksa berbohong. Dia sudah bertekad tidak akan memberitahukan kepada siapapun tentang penyakit Alvin. Hanya dia dan Oik yang tau. Tidak juga ayah ibunya.

Rio sedikit tenang mendengar penuturan Sivia. Akhirnya dia bisa sedikit tersenyum. Mereka tak banyak ngobrol. Hanya Rio sesekali bertanya tentang Alvin. Sivia pun lebih banyak menunduk. Dia benar2 kaget dengan kedatangan Rio. Akhirnya dia berani menampakkan diri juga. Sekarang mereka benar2 berhadapan. Tak lagi hanya sms, chatting maupun sekedar lirik2an kalau ketemu. Setidaknya kedatangan Rio bisa memberi Sivia semangat.

Oik masuk ke ruang tamu bersama Bi Oky sambil membawa barang2 dari rumah sakit. Sivia yang melihat Oik membawa barang langsung berdiri untuk membantu, tapi dicegah oleh Oik.

“Udah ga usah. Temenin aja tuh tamunya.” kata Oik sambil mengedikkan alisnya pada Sivia.

Sivia tersipu melihat reaksi Oik. Oik memang sudah tau hubungan Sivia dan Rio dari awal sampai akhir. Sivia selalu curhat padanya. Oik langsung ngacir ke kebelakang nyusul Bi Oky. Sivia kembali menemani Rio. Sebenarnya Sivia mau menawarinya minum tapi tiba2 Rio pamit.

Ternyata Rio ga kuat lama2 deket Sivia. Entah kenapa dia ga betah lama2an salting di hadapan Sivia. Padahal sebenarnya dia juga ingin berlama2 bersamanya tapi entah kenapa dia minta pamit begitu saja dengan bodohnya tanpa nglakuin apa kek gitu. Nanyain Alvin lagi kek atau basa basi apa gitu.

Sivia ingin lebih lama sama Rio tapi ga tau malu banget masa mau nyegah Rio pulang.
“Salam ya buat Alvin.”
“Iya…….” Sivia menjawab pelan masih dengan wajah menunduk.

Saat Rio akan menjalankan motornya dia membalikkan badan dan menatap Sivia lekat2.
“Jangan sedih Sivia……“ Rio menggantung kata2nya.
“aku sayang kamu…” Rio mengucapkan kalimat itu dengan intonasi pelan tapi tegas dan jelas. Setelah mengucapkannya dia langsung tancap gas dari rumah Sivia tanpa mempedulikan Sivia yang berdiri terbengong2 mendengar ucapan Rio yang ga perlu diputar ulang, ga perlu ragu dan ga perlu mikir dua kali, yakinlah yang tadi dia bilang itu jelas banget.
“AKU SAYANG KAMU.”

Sivia merasakan kakinya kaku…berkeringat dingin dan deg2an ga karu2an. Terus terang ini adalah yang pertama kalinya dalam sejarah kehidupannya ada cowok yang ngomong kayak gitu padanya. Sumpah!!!!!!

Sivia shock……dia masih berdiri mematung di tempatnya.

Intipin di ban motornya Rio dong. Ada roh Sivia yang nyangkut kagak????

Sejenak Sivia melupakan masalah Alvin dan memberi kesempatan pada hatinya untuk berbunga2. Tapi saat dia tersadar beberapa menit kemudian, Sivia kembali ke perasaanya semula. Sedih.

>>>>>>>>>>

@kamar Alvin

To: Ozy
“Aku udah d rmh. Sini sih….temenin…..bosen tau tidur mulu. Ajakin Ray ya…lintar juga boleh….Nova klo mau ajakin juga……Nyopon juga….semuanya lah…”

Alvin berbaring sambil ngetik sms buat Ozy. Ozy dan Ray ga jenguk ke rumah sakit. Alvin bilang ntar aja kalau udah di rumah. Alvin bosan juga berhari2 cuma bisa sms an sama temen2 nya.

>>>>>>>>>

Tok tok tok…..
“Iya???”
Sivia membuka pintu kamar Alvin dan melongok ke dalam.
“Ada temen2mu tuh Vin.”
“Wah….cepet amat…iya Kak…suruh masuk aja….” Alvin bangun dan bersandar di sandaran dipannya.

“Woy Bro….” Ozy yang langsung masuk ke kamar Alvin yang pintunya tidak ditutup langsung menghampiri Alvin dan menepuk pundak Alvin cukup keras.

“Eh….Ozy jangan keras2 dong kasihan Alvinnya kan masih sakit…” Nova langsung mendekat ke Alvin dan mengelus2 pundak Alvin yang tadi dipukul Ozy.

Lintar yang melihat tingkah Nova langsung mengacung2kan telunjuknya pada Nova mengisyaratkan agar Nova menjauhi Alvin.

“Eh…Eh…Eh….Nova….tangan….tangan……inget umur…..”
“apaan, Lin?” Ozy ga ngeh maksud Lintar. Nova yang ditunjuk2 sama Lintar langsung menggeser posisi menjauhi Alvin.
“Owh…….” Ozy baru ngeh waktu liat ekspresi Nova.
“Yang ada juga elu ,Lin yang inget umur….anak kemaren sore aja udah sok Mami Papian.” Ray menyindir Lintar dan Nova yang emang suka manggil Mami sama Papi.

“Heh…. udah diem. Ada anak di bawah umur.” Ozy ngomong sambil ngelirik ke Nyopon.
“E….Buset dah……” Nyopon manyun dibilang anak di bawah umur.

“Vin….cepet sembuh lah….kita mesti show 2 minggu lagi nih…”
“Hah??? Show????” Alvin bingung dengan kalimat Ray.
“Iya….malam puncak Ulang Taun sekolah kita. Kan 3 besar bakal tampil dan bakal diumumin siapa yang masuk grand final.”

“Oh Iya….” Alvin menepuk jidatnya sendiri. Tapi kemudian meringis karena kepalanya jadi pusing.
“Kenapa Vin?”
“Hehe….” Alvin cuma nyengir ngejawab pertanyaan Nova.

Mereka menemani Alvin ngobrol sampe jam 2 siang, dan berhenti tereak2 (maklum mereka kalau udah ngumpul suka bikin ribut) saat Sivia masuk ke kamar Alvin.

“Ade’2ku yang baik….mainnya udahan dulu ya…Alvinnya biar istirahat….gapapa kan??? Besok boleh main lagi kok.”
Mereka pun mengerti dan mohon pamit.

“Cepet sembuh Vin….kasihan tuh yang celingak celinguk nyariin kamu di sekolah.” Ozy menaik turunkan alisnya dan membuat Alvin penasaran dengan maksud perkataannya.

“Siapa Zy???”
“Ada deh…” Ozy berlari menyusul teman2nya yang sudah keluar duluan.
Alvin jadi penasaran…..

>>>>>>>>>>

Sudah 3 hari Alvin istirahat di rumah. Hari ini dia sudah masuk sekolah kembali. Para wanita yang melihat Alvin memasuki kelas langsung bergegas mengerumuni Alvin.

“Alvin sakit apa?”
“Alvin udah sembuh?”
“Alvin kok lama banget sih ga masuknya. Aku kangen.”
“Ya ampun….Alvin…aku khawatir nih….”
Ozy dan Ray segera membentuk pagar betis saat melihat para wanita itu menggila.

>>>>>>>>>>

Alvin sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Tapi Sivia melarangnya beraktivitas yang berat2. Dia juga berpesan pada Bi Oky untuk mengawasi Alvin jika dia sedang tidak di rumah. Dia tak mau kecolongan. Dia ga mau tiba2 menemukan Alvin tergeletak dimana gitu tanpa ada yang ngurusin. Sivia juga berpesan pada Ray untuk mengingatkan Alvin jika di sekolah. Alvin sayang pada Sivia jadi dia menuruti saja perkataan kakaknya walaupun dia sering sembunyi2 main futsal saat Ray sedang lengah.

Selain karena menuruti kata2 kakaknya itu, Alvin mengurangi aktivitasnya karena memang dia juga merasa dia sering kecapekan. Saking capeknya kadang dia suka tiba2 ambruk. Tapi wajarlah ambruknya. Ga yang lebay2 amat, jadi dia pikir masih aman lah.


>>>>>>>>>>

Sore ini Alvin dan Ray sudah janji dengan Pak Duta di ruang kesenian. Pak Duta akan membimbing mereka latihan vokal. Alvin dan Ray yang minta. Pak Duta menerima dengan senang hati dan sekaligus bangga anak didiknya bisa maju ke 3 besar. Lagipula tak ada larangan dari panitia. Mereka bebas berguru pada siapa saja.

Terlebih dahulu Pak Duta memberikan sedikit motivasi dan beberapa pengarahan sekaligus tips n trik agar bisa PD saat tampil nanti. Setelah itu Pak Duta meminta mereka untuk mencoba menyanyikan lagu yang diberikan panitia. Ray mendapat lagu Lucky laki yang sahabat sedangkan Alvin Bukan Cinta Biasanya Afgan.

Ray dapat giliran pertama. Dia menyanyikan lagu Sahabat berikut koreografi kreasinya sendiri. Pak Duta membantu menambahkan koreografi di beberapa bagian dan memberitahu Ray dimana kekurangan suaranya dan memintanya mencoba lagi dengan improv yang berbeda.

Setelah hampir 1 jam giliran Alvin yang menyanyikan lagunya. Alvin menyanyikan lagunya dengan sungguh2 tapi kali ini ada yang berbeda. Alvin sering berhenti di beberapa bagian karena merasa ada yang aneh dengan suaranya. Setelah menyelesaikan lagunya Alvin tetap berdiri mematung dengan kening berkerut. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi bingung harus mulai dari mana. Sedangkan Pak Duta dan Ray yang duduk di depannya juga menatap Alvin dengan tatapan heran.

“Eeeeemmmm…“ Pak Duta hendak mengatakan sesuatu tapi bingung juga harus bagaimana memulai. “Alvin……apa ngerasa nadanya ketinggian, kerendahan atau bagaimana?” Pak Duta bertanya pada Alvin perlahan karena dia benar2 merasa heran dengan perubahan suara Alvin. Alvin kali ini menyanyi seperti...apa ya…..napasnya sering terputus2 dan nadanya sering sekali goyang. Artikulasinya juga kurang bisa jelas didengar.

“Kamu kenapa sih Vin? Capek? Kayaknya kamu nyanyi ga seperti biasanya.” Ray ikut nimbrung karena juga heran mendengar suara Alvin barusan.

Pak Duta lalu menunjukkan beberapa bagian yang harus diperbaiki oleh Alvin kemudian memintanya menyanyikan ulang.

Alvin menyanyikan kembali lagunya tapi suaranya tak berbeda jauh dengan yang tadi. Pak Duta dan Ray semakin heran menatap Alvin. Alvin sendiri merasa kalut menyadari ada yang berubah dari suaranya.

“Kok suara saya begini ya Pak?”
“Iya ya Vin.” Ray juga menyadari perubahan suara Alvin.

Pak Duta juga bingung dengan yang terjadi pada Alvin. Dia terpikir satu ide.
“Gini aja Vin. Coba kamu nyanyikan lagu Kasih Putih yang kemaren kamu nyanyikan waktu audisi. Kamu pake improv yang sama persis kayak kemaren ya….jangan ada yang diubah”

Alvin pun menyanyikan lagu kasih putih sama persis seperti apa yang dia nyanyikan saat audisi kemaren. Tapi….
“Kenapa bisa berbeda begini?” Pak Duta bergumam lirih terheran2 dengan suara Alvin. Ray sendiri yang kemaren juga menyimak dengan terkagum2 suara sahabatnya itu saat tampil di audisi juga tak habis pikir dengan perubahan suara Alvin. Padahal dia menyanyikan dengan metode yang sama tanpa ada perubahan sdikitpun. Tapi suaranya terdengar…..aneh….

Pak duta hanya diam. Dia juga bingung melihat anak didiknya seperti ini. Terus terang dia belum pernah mengalami problem seperti ini. Dia memang pernah menemui anak didik yang suaranya jadi berubah karena pertambahan usia tapi saat menyanyikan lagu yang sama, perbedaannya tak terlalu mencolok.

“Mmmm…..besok kamu sepulang sekolah datang lagi aja kesini. Kita latihan lagi. Mungkin hari ini kamu kecapekan.”
“Iya pak….” Alvin mengangguk pelan. Masih ada yang terasa mengganjal.

Alvin dan Ray jalan bareng ke koridor.
“Tenang Vin…kamu kecapekan kali hari ini jadi agak ngos-ngosan. Besok kita latihan lagi ya.”
Alvin hanya mengangguk pelan. Dia masih belum bisa terima dengan alasan bahwa dia kecapekan.

>>>>>>>>>>

“gimana latihannya tadi Vin? Pak Duta bilang apa?”
Alvin menjawab pertanyaan Sivia dengan wajah tertunduk. Dia berusaha tersenyum agar kakaknya tak menanyainya lebih banyak.
“Lancar kok kak. Besok kita latihan lagi. Kan tinggal seminggu lagi.”

“Pak Duta….” Belum sempat Sivia melanjutkan kalimatnya Alvin terlebih dulu memotongnya.
“Alvin tidur dulu ya kak….besok mesti bangun pagi nih. Alvin piket.” Alvin bersiap berdiri dari tempat duduknya.

“Eh? Mmmmm….yaudah….” Sivia menatap adiknya heran. Tapi melihat wajah Alvin yang terlihat lelah dia membiarkan Alvin berangkat tidur.

@kamar Alvin
Alvin berbaring di kasurnya dengan sudah berselimut tapi dia tidak memejamkan matanya. Dia melamun menatap plafon sambil terus memikirkan perubahan suaranya.
‘masak sih aku kecapekan?’

Lama kelamaan Alvin ketiduran juga.

>>>>>>>>>>

Latihan keesokan harinya.

Alvin menyanyikan kembali Bukan Cinta Biasa. Tapi suaranya tetep seperti kemaren. Pak Duta dan Ray yang mendengar suara Alvin tak ada perubahan pun terheran2.

Pak Duta meminta Alvin menyanyikan kasih putih lagi. Tetap saja seperti kemaren. Pak Duta memberikan beberapa trik di lagu Alvin tapi tetap saja tak membantu banyak.

‘Apa yang terjadi dengan suara Alvin?’ Pak Duta berpikir keras memcoba mencari2 dimana letak kesalahannya.
Sudah lebih dari 1 jam Pak Duta menambal sulam suara Alvin yang penuh kekurangan disana sini. Tapi tetap tak bisa membuatnya sespektakuler saat audisi kemaren. Ray memang saingan Alvin di 3 besar. Tapi dia ikut khawatir mendengar perubahan suara sahabatnya itu.

Pak Duta memutuskan menyudahi latihan.
“Lusa kamu kesini lagi ya. Kalau besok bapak ga bisa ngajar. Nanti kita….”
Alvin tidak mendengarkan Pak Duta menyelesaikan kalimatnya. Dia menyambar tasnya dan berjalan cepat keluar ruangan.
“Vin!!!!! “ Ray menyusul Alvin.
“Vin kamu kenapa sih?”
Alvin tak menjawab pertanyaan Ray. Dia langsung menelfon Pak Joe minta dijemput dan menunggu di koridor. Ray menemani Alvin menunggu dan terus bertanya kenapa Alvin seperti itu tapi Alvin hanya diam tak menjawab satupun pertanyaannya. Wajahnya tampak gusar. Ray terus menemani Alvin, tapi saat Pak Joe datang Alvin pun meninggalkan Ray tanpa bilang apapun.

>>>>>>>>>>

Sivia menunggu Alvin di meja makan. Bi Oky memanggil Alvin yang belum keluar dari kamarnya.
Bi Oky turun dari tangga tanpa Alvin.

“Alvinnya mana Bi?”
“Den Alvin kok ga jawab ya Neng. Bibi panggil2 ga ada yang nyaut.”
Wajah Sivia langsung berubah panik. Dia punya rasa trauma dengan keadaan adiknya itu. Dia selalu curiga kalau Alvin udah di dalam kamar tanpa suara. Takut kalau kejadian yang dulu terulang lagi.

Sontak Sivia pun berlari ke lantai atas. Bi Oky yang melihat Sivia begitu panik jadi bingung.
“Vin…..” Sivia memanggil Alvin dengan suara penuh kekhawatiran.
Pintu terbuka. Sivia langsung tenang adiknya baik2 saja.

“Makan Yuk…dipanggil kok ga nya..….” Sivia menghentikan kalimatnya saat dilihatnya wajah Alvin yang sedari tadi menunduk ternyata sembab.

“Kamu nangis Vin?”
Sivia merendahkan badannya dan melihat wajah Alvin lebih jelas. Alvin tampak sedang sedih.
“Kamu kenapa sih Vin?” Sivia menggandeng Alvin masuk lagi ke dalam kamar. Mereka duduk di tepi tempat tidur.
“Vin….kamu nangis?” Sivia menatap wajah adiknya yang tak berani memandangnya. “Dasar cengeng…Anak cowok badan udah bongsor begini masih suka mewek. Katanya anak cool???” Sivia menyenggol pundak Alvin mencoba mencandai adiknya. Tapi langsung kembali berwajah serius saat melihat Alvin sama sekali tidak tersenyum.

“Alvin ga bisa nyanyi Kak….”
“Hah? Maksudnya??” Sivia tak mengerti maksud ucapan Alvin. Akhirnya Alvinpun menceritakan kronologisnya mulai dari latihan kemaren sampai latihan hari ini dengan wajah murung.

Sivia yang mendengarkan penjelasan Alvin jadi ikut berpikir apa yang terjadi dengan Alvin.
“Alvin tuh suaranya bagus kok. Buktinya Alvin bisa lolos sampe 3 besar. Alvin lagi pilek atau kecapekan mungkin.”

“Ngga Kak!!!!” Nada Alvin meninggi. Sivia terdiam.
“Suara Alvin berubah.” Nada Alvin kembali merendah. Dia tampak frustasi. Menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Sivia menenangkan Alvin. Jurus rayuannya dia keluarkan demi membuat Alvin tenang. Tapi dia tetap berpegang pada akal sehat. Kalimat yang keluar dari mulutnya juga dia pikirkan baik2. Dia tak ingin memberi Alvin harapan palsu yang cuma bualan atau gombal.

>>>>>>>>>>

Sivia turun dari kamar Alvin setelah Alvin bisa tersenyum. Sivia mengajaknya makan malam tapi dia ngotot ga mau turun. Akhirnya Sivia menyuruh Bi Oky mengantarkan makan malam Alvin ke kamar saja.

Sivia berjalan ke ruang keluarga dengan pikiran penuh pertanyaan. Tiba2 langkahnya terhenti. Ditatapnya telefon di sebelahnya lalu kemudian memutuskan untuk menghubungi Dokter Danu. Sivia janjian dengan Dokter Danu untuk bertemu besok.

>>>>>>>>>

Sore ini Pak Duta tidak bisa melatih karena ada kepentingan. Jadi mereka tidak latihan. Tapi sore itu Alvin berjalan sendiri ke ruang kesenian. Sekolah sudah sepi. Dia juga tadi berbohong pada Ray dan Ozy agar mereka tidak usah menunggunya. Alvin ingin latihan sendiri hari ini.

Alvin memasuki ruang musik yang sepi. Suasananya jadi terasa mencekam tapi semua itu sudah ga bisa menakut2i Alvin yang benar2 sedang bingung memikirkan suaranya. Acara puncaknya tinggal beberapa hari lagi.

Sepasang mata itu terus melihat kemanapun Alvin pergi. Dia mengikuti Alvin ke ruang kesenian karena belakangan ini sikap Alvin aneh. Dia tau tadi Alvin berbohong pada teman2nya. Akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti Alvin.

Alvin naik ke atas panggung. Dia menarik napas dalam2 dan mulai menyanyikan lagunya. Suaranya masih seperti kemaren. Dia sudah menerapkan tips2 dari Pak Duta tapi suaranya tetap tidak terdengar bagus. Alvin menyanyikannya hampir 5 kali. Tetap saja tak bisa. Dia juga menyanyikan lagu Kasih Putih tapi tak ada kemajuan. Dia merasa kelelahan. Napasnya malah jadi tak karu2an.

Sepasang mata di luar sana menatap Alvin dengan hati yang bertanya2. Dia tau betul seperti apa suara Alvin saat menyanyi di audisi kemarin.
Dia bukan orang yang tidak mengerti musik. Dia lahir di keluarga yang dalam darahnya sudah mengalir darah seniman. Ayah dan ibunya adalah penyanyi. Dia sendiri sudah mengenal musik bahkan sejak bayi. Dia sudah tidak bisa diremehkan kalau urusan menyanyi. Di rumahnya bahkan sudah bertumpuk piala dan berbagai penghargaan karena telah menjuarai berbagai kontes menyanyi.

Dia melihat penampilan Alvin saat audisi dan dia bahkan bisa menirukan gaya Alvin menyanyi sama persis. Dia hapal betul bagaimana cara Alvin menyanyikannya dan sekarang dia tau betul ada banyak bagian yang berubah saat Alvin menyanyikannya. Dia terheran2 sekaligus sedih melihat wajah Alvin yang sudah tampak putus asa.

“AAARRRGGGGHHHHH!!!!!!!”
Sepasang mata itu membuyarkan lamunannya saat mendengar teriakan Alvin. Sekarang Alvin tampak berlutut denagn wajah mengahadap lantai. Dia tampak sangat putus asa.

“Suaraku kenapaaaaaa??????????” Alvin berteriak sambil memukulkan kepalan tangannya ke lantai. Melihat Alvin seperti itu,tanpa pikir panjang lagi sepasang mata itu segera berlari menghampiri Alvin.

“Alvin!!!!!!”
Alvin kaget dan langsung mengangkat wajahnya.Dia memandang wajah itu dengan tatapan kaget.

“Aren???????”
Gadis yang dipanggil Aren itu menelan ludah mendengar Alvin menyebut namanya.
’Ternyata dia masih ingat namaku.’ pikir Aren.

Aren adalah teman sekelas Ozy dan Acha. Ozy pernah mengenalkan mereka saat Aren sedang menemani Acha makan di kantin. Tapi Alvin tak pernah sadar bahwa selama ini dia selalu memperhatikan Alvin.
Aren tak pernah berani bertemu langsung dengan Alvin. Dia sudah minder duluan melihat Alvin selalu diincar cewe2 satu sekolahan. Selain itu sikap Alvin yang dingin juga menjadi salah satu faktor penghambat. Lagipula dia malu kalau harus cari perhatian terhadap cowok. jadilah setiap hari dia hanya memendam perasaannya dan memandangi Alvin dari kejauhan.

“Kamu ngapain disini?” Alvin segera berdiri dan masih menatap Aren dengan wajah curiga.
“Mmmm….aku….tadi aku liat kamu jalan kesini sendirian jadi aku……” Aren merasa tak enak juga mau bilang “ngikutin”
“Owh….” Alvin mengerti maksud Aren dan langsung memotong kalimatnya sambil berjalan menuruni panggung dan duduk bersandar di dinding dekat dia meletakkan tasnya tadi. Aren menguntit di belakangnya masih dengan perasaan canggung dan berdebar.

“Berarti kamu liat dong daritadi aku ngapain?” Alvin tidak menatap Aren. Pandangannya lurus ke depan.
“Eeee….maaf….aku….” Aren benar2 takut kalau Alvin akan marah padanya. Dia tak berani mengatakan apapun.

“Aku ga tau kenapa suaraku berubah.” suara Alvin melunak dan tiba2 curhat sama Aren dengan nada yang jauh tak bersemangat daripada saat dia menginterogasi Aren tadi. Wajahnya tertunduk.
. “Padahal pentasnya tinggal minggu depan. Aku ga ngerti mesti gmn…” Alvin menjambak2 rambutnya sendiri. Hati Aren miris melihat orang yang disukainya tampak frustasi seperti itu dan perlahan memberanikan diri untuk duduk di samping Alvin.

Aren mengumpulkan keberaniannya. Dia rela melakukan apa saja asal Alvin tak bersedih lagi seperti ini. Dia tampak memikirkan sesuatu hingga akhirnya berani bicara.
“Aku boleh bantu ga?”
Alvin mengangkat wajahnya dan menatap Aren. Aren yang merasa Alvin memandangnya jadi tertunduk malu. Tatapan dingin Alvin selalu berhasil membuat hatinya membeku.
“Bantu? Apa?” Nada bicara Alvin tampak seperti tidak yakin.
Aren tampak berpikir sejenak.
“Gmn kalau aku bantu kamu latihan?”

Alvin yang mendengar perkataan Aren sontak tersenyum sinis. Tatapannya kembali lurus ke depan.
“Hhh…emang kamu bisa nyanyi?”
Aren kembali tertunduk mendengar perkataan Alvin. Dia sadar mereka memang tak saling kenal. Wajar kalau Alvin tak yakin akan dirinya.
“Mmmm…aku….”

“Yaudah ayo….” Tanpa menunggu jawaban Aren, Alvin segera berdiri dan kembali menaiki panggung. Aren masih tertegun di tempatnya. dia pikir Alvin tidak akan percaya padanya. Ternyata dugaannya salah.

Aren menyusul Alvin dan sekarang mereka berdiri berhadap2an di atas panggung.
“Coba sih kamu nyanyi.” Alvin meminta Aren untuk menyanyi. Aren lumayan kaget diminta begitu. Ditambah lagi rasa gugupnya karena cuma berdua sama Alvin di ruangan itu. Tapi akhirnya dia menarik napas panjang….lalu kemudian mulai menyanyikan lagu yang akan dibawakan Alvin. Bukan Cinta Biasa.

Aren menyanyi penuh penghayatan. Terkadang matanya terpejam dengan tangan mengepal dan raut wajahnya seolah menggambarkan bahwa dia sedang benar2 jatuh cinta. Kadang2 matanya menatap Alvin seakan2 lagu itu untuknya. Bahasa tubuhnya juga seolah menggambarkan dia menyanyikan lagu itu untuk orang yang sangat dicintainya. Entah itu hanya bagian dari penghayatan atau dari lubuk hati yang paling dalam, tapi yang jelas memang dasar Alvinnya tidak peka, jadi dia hanya mendengarkan Aren yang udah total banget nyanyi buat dia tanpa ada pikiran apapun. Alvin kan masih polos dalam urusan cewek. Apalagi urusan membaca perasaan cewek. Dia ga memiliki kemampuan itu sama sekali.

Aren menyelesaikan lagunya. Alvin terdiam. Dalam hati Alvin menga kui bahwa dia takjub mendengar suara Aren yang memiliki range nada yang waw….
Alvin menatap Aren lekat2. Dia masih berusaha menyusun kata2 yang akan diucapkannya agar tak tampak bahwa dia terlalu takjub. Alvin memang punya gengsi yang cukup besar. Aren kembali menunduk tak kuat lama2 menatap Alvin.

“Jadi???” Alvin angkat bicara.
Aren hanya diam. Dia pasrah saja Alvin mau menerima bantuannya atau tidak.
“Oke…bantu aku….“ Alvin menjawab sendiri pertanyaannya.
“Aku sendiri ga ngerti suara aku kenapa, jadi plis jangan ngetawain aku kalau suaraku aneh”

Aren hanya mengangguk dan tersenyum. Tak mungkin lah Aren menertawakan Alvin. Tega2nya dia menertawakan orang yang disukainya. Dia melihat Alvin seperti tadi saja rasanya sudah mau menangis.

Merekapun mulai berlatih. Alvin menyanyikan bait pertama saja. Aren sempat tertegun juga mendengar suara Alvin. Tadi dia mendengar dari kejauhan. Sedelah mendengar dari dekat, perubahan suara Alvin jadi semakin terdengar jelas.
Aren memberikan beberapa saran improv di beberapa bagian yang bisa memudahkan Alvin untuk membawakannya. Dia menjelaskan kepada Alvin dengan bahasa yang sehalus mungkin. Takut kalau2 Alvin menganggapnya sok pintar atau bagaimana. Selain itu entah kenapa dia merasa sangat menghormati Alvin. Padahal mereka sepantaran. Tapi Aren merasa seperti……apa ya? Seperti Alvin adalah sosok lelaki yang dia sukai yang sangat dia jaga perasaannya agar tidak tersinggung sedikitpun.

Alvin merasa cukup nyaman berlatih dengan Aren. Aren memperlakukannya dengan sangat halus. Alvin juga ga terlalu ngerti kenapa Aren sering sekali menunduk. Sekali lagi maklum..Alvin kan ga terlalu berbakat dalam urusan cewek.

Mereka latihan sampai jam 5 sore.

“Kok suaraku ga ada perubahan ya?”
Alvin memecah keheningan saat mereka sedang berjalan bareng ke koridor.
“Siapa vilano? Suara kamu enak didengar kok. Kamu kan sudah berusaha. Semua orang yang menyaksikan audisi kemaren juga tau kalau suaramu bagus. Kamu pasti bisa Alvin. Aku mendoakanmu.” Aren bicara semangat sekali. Senyumnya ke Alvin juga lebar. Tapi dia langsung menunduk lagi saat Alvin melihat ke arahnya. Jantung Aren berdebar.
Aren masih tak percaya sekarang dia bisa lebih dekat dengan Alvin. Dia tak hanya bisa memandang Alvin dari kejauhan tapi sekarang dia bisa ngobrol bahkan jalan berdua.

>>>>>>>>>>


Sivia berbaring di kasurnya. Matanya tak bisa terpejam. Hari ini dia terbayang2 lagi kejadian beberapa hari yang lalu. Masih jelas dalam ingatan Sivia ucapan Rio tempo hari.
AKU SAYANG KAMU.

“Huaaaaaaa!!!!!!!!!!!!“ Sivia memekik tertahan sambil menutup wajahnya dengan bantal. Kakinya menghentak2 kasur sampai sepreinya berantakan. Senyum Rio benar2 sudah memporak-porandakan hari ini.
Hari ini Sivia benar2 kacau karena terus2an teringat Rio. Tadi kesandung meja pas mau ngerjain soal di papan tulis gara2 ditunjuk tiba2 sama Bu Uci saat lagi terbayang2 Rio. Terus tadi juga nabrak anak kelas XII gara2 matanya jelalatan nyariin Rio waktu lewat depan kelasnya. Terus numpahin saus waktu makan bakso gara2 terus2an kebayang senyumnya dan hampir aja nyebur kolam ikan gara2 kebayang muka Rio terus waktu jalan ke gerbang. Ampun dah….

Dan sialnya…..Sejak Rio mengatakan itu tempo hari mereka belum pernah ketemu dan Rio sama sekali tak menghubunginya. Sedangkan Sivia….rasa jaim masih mengalahkan rasa rindunya pada Rio. Dia belum berani kalau disuruh sms duluan. Maklum, dia kan tipe orang yang agak pemalu kalau urusan cowok.

Sivia ingin sekali mencurahkan isi hatinya alias curhat. Tapi hari ini Oik beserta anak2 inti OSIS lainnya sedang memenuhi undangan sekolah tetangga untuk acara seminar gabungan. Sivia tak ingin mengganggu Oik hanya karena urusan cinta-cintaannya ini. Lagipula tak enak juga cerita ke Oik kalau dirinya sedang berbunga2 sementara Oik mungkin hatinya masih perih gara2 ulah Gabriel.

Bingung kemana harus meluapkan perasaan berbunga2nya, akhirnya Sivia memutuskan membuka Fb nya.
“Apdet status ah…..“ Sivia menimbang2 mau apdet status apa sambil senyum2 ga jelas. Sivia biasa mencurahkan per perasaannya lewat status. Jadi tak jarang teman2nya selalu tau apa yang dirasakan Sivia hanya dari membaca statusnya. Status adalah isi hati. Itulah anggapan Sivia.

Sivia cengar cengir memilih kalimat apa yang tepat untuk dijadikan status agar bisa mewakili perasaannya. Sivia kalau apdet status memang sering lebay. Dia tak peduli kalau statusnya ntar bakal dibilang aneh atau alay sama friendnya.
Dia juga ga peduli seandainya nanti Rio tak sengaja membaca statusnya. Bagus malah. Biar semuanya jadi semakin gamblang.

Sivia kembali senyum2 ga jelas terbayang wajah Rio.

“Terimakasih…….walaupun tak kau sampaikan dengan jelas…..semua cukup membuatku bahagia…..Kata2 itu untukmu juga….. :D “

Sivia mengapdet statusnya. Dia benar2 tak bisa mencopot Rio dari pelupuk matanya. Jika dia memejamkan mata, senyum Rio malah semakin jelas tergambar. Kalimat itu terngiang2 di telinga Sivia. 3 kata yang menjadi mantra dahsyat bagi Sivia.

Sivia melanjutkan hayalannya. Dia memeluk guling erat2 dan membenamkan wajahnya ke kasur. Senyum2 sendiri, nyanyi2 ga jelas dan berulang kali nyebut nama Rio. Kasmaran dia……

@kamar Rio

Tumben jam segini Rio sudah guling2an di kasur. Biasanya dia tidak akan menginjakkan kaki di kamar kalau belum jam sebelas malam. Tapi hari ini dia benar2 tak berminat untuk nonton TV maupun nge game apalagi belajar. Padahal dia sudah kelas XII. Rio juga bingung kenapa hari ini dia kebanyakan melamun. Dan yang ada dalam lamunannya……tebak sendiri lah….

Rio senyum2 sendiri sambil menerawang menatap plafon.
‘Aduh….Sivia denger ga ya apa yang kubilang kemaren? Aduhh…..bodohnya aku….kenapa maen cabut aja kemaren. Kapan jadinya nih klo kayak gini terus….’ Rio memukul2 jidatnya sendiri. Tapi sejenak kemudian dia meringis lagi sambil senyum2 ga jelas. Tampang Rio yang cool kalau cengingisan begini keliatan lucu.

Rio memandangi layar Hp nya…..Dipandanginya profile picture Sivia yang sudah dia buka sejak 15 menit yang lalu. Manis sekali. Sedang tersenyum sambil memetik bunga. Indah……

@kamar Sivia

Sedang asyik membayangkan wajah Rio, Sivia terkejut merasakan punggungnya bergetar.
Hah????
Yaiyalah……Hp nya ternyata dia tiduri karena dia terus guling2an kegirangan ga jelas dari tadi dan sekarang Hp nya bergetar.
1 pesan Masuk.

Raut wajah Sivia sontak berubah saat membaca isi pesannya. Dia langsung terduduk menatapi layar Hpnya.

From: Shilla
“Aku tau kamu menyayangi Rio, begitu juga dengannya. Tapi tak perlulah kau pamerkan kebahagiaanmu itu pada teman2 Fb mu. Aku tau status mu untuknya dan aku tau statusnya untukmu. Pikirkanlah sedang ada yang terluka melihat kalian bermesra2an di Fb.“

Nahlo!!!!!!! Apaan coba? Status? Pamer? Fb? Mesra2an? Apaan sih ni anak????
Putar otak, Sivia…….Dan akhirnya Sivia menemukan titik terang.

‘Jangan2 yang dia maksud statusku di Fb barusan. Aduh…‘
Tapi……Aku tau statusmu untuknya dan aku tau statusnya untukmu. Statusnya untukmu?

Sivia bergegas membuka opera mininya dan tancap gas menuju profil Rio. Sivia membaca status Rio dan Sivia tersipu malu tapi setelah itu tersadar bahwa ada yang ga berkenan nih.

“Dari hati yang terdalam….kukatakan semua itu…..semoga kau mengerti…..dan bisa membalasnya untukku…….“

Huaaaa!!!!!!! Boleh lah Sivia GR Dikit. Status itu emang belum tentu untuknya tapi entah kenapa Sivia yakin betul yang dimaksud Rio itu adalah dia. Dan memang benar kok Sivia.

Sivia tersadar akan sms Shilla barusan. Dibacanya lagi sms itu. Sivia tak habis pikir kenapa Shilla masih terus sms dia. Bukankah dia dulu bilang kalau dia tak akan mengganggu hubungan mereka. Dia juga bilang kalau dia sudah ikhlas. Dan yang membuat Sivia semakin heran darimana pula dia bisa baca statusnya. Perasaan dia belum pernah berteman dengan Shilla. Selain itu fb nya sudah di log dan yang bisa melihat statusnya hanyalah temannya saja.

To: Shilla
“Maksud km apa? Statusku? Darimana kamu bisa baca statusku? Kamu kan bukan friendku“

From : Shilla
“Aku udah jadi friendmu kok. Dulu waktu aku nge add kamu aku ga pake nama asli. Sekarang aku udah pake nama asli. Liat aja…Ashilla Zahrantiara. Sory”

‘Ah…rese nih orang’
Sivia benar2 merasa tidak nyaman dengan kehadiran Shilla. Oke dia mantannya Rio…tapi ga usah segitunya juga kali. Dia merasa Shilla selalu memantau dirinya.

To: Shilla
“Maaf ya….di statusku itu ga ada tulisannya BUAT RIO. Dan di dunia ini orang yang ku kenal bukan cuma dia. Statusku itu bisa buat siapa aja. Dan kalau kamu ga suka ya jangan baca status aku.”

Sivia kesal juga dengan Shilla…..Tu status emang buat Rio. Tapi Sivia kesal dengan Shilla yang sok tau (walaupun bener) dan dia ogah juga mesti mengakui.
Shilla tak membalas pesannya.

‘Ngerusak kebahagiaanku aja sih ni orang. Apa coba maunya…’
Sivia menggerutu sendiri teringat sms Shilla tadi. Sivia jadi ngga mood senyum lagi. Dia membenamkan wajahnya ke kasur dan memejamkan mata. Sivia memutuskan untuk tidur saja.

>>>>>>>>>>

Sivia berjalan sendirian dari ruang OSIS. Dia baru saja menyerahkan rancangan proker bidangnya. Irsyad sudah ngomel2 karena rancangan itu harusnya sudah diserahkan seminggu yang lalu. Tapi karena keadaan Alvin kemaren dia jadi menunda pengerjaannya. Telat lah akhirnya.

“Via…”
Sivia menoleh pada orang yang baru saja menyapanya. Daritadi dia jalan sambil nunduk jadi ga melihat siapa saja yang lewat.
“Kak Rio….” Wajah Sivia kaget sekaligus bersemu mengetahui siapa yang menyapanya. Ini pertama kalinya mereka ketemu sejak tragedi terucapnya kalimat itu.
‘Tumben K’ Rio mau nyapa.’ Tangan Sivia jadi dingin. Kebayang lagi kata2 Rio tempo hari. Dia benr2 ga berani nyinggung tentang itu sedikitpun.

Rio sepertinya hanya berniat sekedar menyapa saja. Sebenarnya tadi dia juga kaget tiba2 melihat Sivia. Dia reflek saja tiba2 menyapa. dan terus terang sekarang jantungnya berdebar ga karuan. Rio langsung saja meneruskan perjalanannya tanpa basa basi lagi tapi Sivia mencegahnya. Dia teringat sesuatu yang ingin ditanyakannya pada Rio.

“Kak Rio….” Rio menghentikan langkahnya.
“Iya?”
‘Aduhh…mampus…apaan lagi nih Sivia. Aduh…aku ga tahan pengen senyum nih. Buset dah jantungku anteng bentar napa sih.’ Rio masih mempertahankan wajah cool nya.

“Via boleh ngomong sesuatu ga?”
‘Nahlo…kalau di sinetron2 biasanya kalau intronya udah kayak gini biasanya yang diomongin sesuatu yang puenting. Jangan2 gara2 ucapanku kemaren. Apa Sivia ga suka ya…. Adooooh….aku ga siap…Adoh mamak……’

“Ya boleh lah. Pake ijin segala. Ngomong aja..” Rio menjawab enteng sok ga ada beban.
“Mmmmmm……..” Sivia bingung juga mesti mulai dari mana. Takut juga kalau Rio denger suaranya yang bergetar saking deg2annya. Rionya juga kayaknya ga berniat nyinggung tentang pernyataannya kemaren.

Rio yang menunggu pertanyaan Sivia jadi semakin deg2an mampus.

“Kak Rio kenal Shilla???”
Jreng jreng jreng…..Badan Rio suer langsung lemes dan dia agak gelagepan juga Sivia nanyain mantannya.
“Ehm…eh…aaa….i…iya….kenapa?” Rio bener2 bingung. Cewek yang dia taksir nanyain tentang mantan ceweknya?
“Shilla itu siapanya kak Rio?”
Rio ragu2 mau menjawab. Tapi melihat wajah Sivia yang menanti dengan harap2 cemas jadi ga tega juga.

“Dia itu…..dulu temen sekelasku….”
‘Wah…parah…bohong nih orang’ Sivia yang sudah tau kalau Shilla adalah mantannya Rio jadi sedikit ilfil karena Rio bohong dan ga ngaku kalau Shilla itu mantannya.

“Cuma temen sekelas?” Sivia meyakinkan.
“Eh…Ehmm….dia….dia mantanku.”
Fiuh….untung Rio ngaku. Kalau ngga,bisa ilfil berat nih Sivia.
“Owh….gitu ya….maaf tapi….baru ya putusnya?” Sivia penasaran juga sama perjalanan cinta arjunanya itu. Dia ga mikirin kalau Rio udah gemeteran ditanyain begitu.

“Iya…..baru…… beberapa…. minggu yang lalu kok.”
Jreng….
‘Waduh…..kok perasaanku ga enak.’ Sivia mulai was was.

“Waktu itu udah kenal aku belum?” Sivia to the point aja.
“Hah????” Rio kaget gila dengar Sivia nanya begitu.
“Eee….itu,,,,,” Rio bingung mesti jawab gimana.

“Yo!!!!!!” Belum sempat Rio menemukan jawaban yang tepat, terlihat Gabriel manggil Rio sambil berjalan mendekat.
“Eh…Yel!“ Rio melambaikan tangan pada Gabriel. “Mmm…Via…aku ada acara nih sama Gabriel. Aku pergi dulu ya….” Gabriel belum sampai ke tempat mereka tapi Rio udah lari duluan nyamperin Gabriel. Sivia juga ga mood banget liat muka Gabriel lama2 karena tragedi Oik kemaren. Akhirnya Sivia juga segera mengalihkan pandangan dari Rio dan Gabriel yang berjalan menjauh.

‘Jadi…Shilla itu seangkatan ya sama Kak Rio. Jadi bener nih dia itu mantannya. Baru beberapa minggu yang lalu? Waduh….’ Sivia melamun saat berjalan menuju gerbang. Terburu2 dia merogoh sakunya dan mengeluarkan Hp nya.
“Aku deket sama Kak Rio dari kapan ya?” Sivia ngomong sendiri sambil membuka kembali sms pertama Rio padanya yang masih dia simpan. Maklum….sayang kalau mau dihapus…

Sivia melihat tanggal pengiriman sms.
“Waduh….ini kan udah sebulan lebih. Mereka putus kenapa ya???? Ngeri nih kalau sampai gara2 aku.” Sivia sedikit GR juga membayangkan Rio mutusin Shilla gara2 dia.
“Tapi Shilla kayaknya baik deh. Dia suruh aku jagain kak Rio….Oke deh….tenang aja Kak Shilla….akan ku jaga dengan segenap jiwa dan ragaku dah….” Sivia senyum2 sendiri kembali terbayang wajah Rio.

Dasar Sivia polos. Itu bukan hal yang perlu diketawain deh….Lagian mereka juga baru sekedar HTS.

>>>>>>>>>>

Sivia berjalan sendirian menyusuri koridor Rumah Sakit yang suram itu (menurut Sivia) sendirian. Dia sudah janji akan menemui Dokter Danu sore ini. Mereka udah janjian.
Dokter Danu memang sudah jadi langganan papa dan mamanya. Makanya Dokter Danu juga dekat dengan keluarga mereka.

Sivia segera menuju ruangan Dokter Danu.
Tok tok tok….
Terdengar suara Dokter Danu dari dalam mempersilakannya masuk.
“Sore Dok…” Sivia menganggukkan kepalanya pada Dokter Danu yang sedang duduk di kursinya.
“Eh…Via…sore…masuk…masuk….” Dokter Danu yang melihat kedatangan Sivia langsung menutup buku tebal yang tadi dibacanya lalu beranjak dari kursinya dan menyambut kedatangan Sivia.

“Maaf Dok saya menganggu.”
“Ah….Ngga…biasa saja lah Via. Saya ini kan sudah seperti Om kamu sendiri.” Dokter Danu memang selalu memperlakukan keluarga Sivia seperti saudara sendiri,
Sivia hanya tersenyum mendengar kebaikan Dokter Danu.
“Ada apa Via? Eh…Alvin bagaimana?”
Entah kenapa kalau sudah berhubungan dengan Alvin, Sivia selalu merasa tak bisa berbahagia, bawaannya pengen menangis saja.

“Alvin baik Dok. Dia masih beraktivitas seperti biasa.”
Dokter Danu hanya mengangguk mendengarkan Sivia.
“Mmm…saya kesini cuma pengen konsultasi sama Dokter tentang Alvin.”
Sivia sudah mulai berkaca2 kalau ngomong tentang yang ini.

“Kenapa dengan Alvin?” Dokter Danu berusaha bicara selembut mungkin. Dia juga terbawa suasana melihat mata Sivia yang mulai berair.
“Kemarin Alvin bilang ke saya, dia bilang suaranya berubah. Adik saya itu kemaren ikut lomba nyanyi dan dia lolos ke 3 besar. Dia harus tampil beberapa hari lagi. Tapi kemarin dia bilang ke saya dia ga bisa nyanyi. Dia bilang suaranya berubah jadi aneh. Saya….saya cuma pengen tanya aja Dok…apa itu….ada hubungannya dengan sakitnya?” Sivia mencoba mengingat2 kembali semua yang Alvin jelaskan padanya kemarin malam. Masih Sivia ingat dengan jelas saat Alvin bercerita padanya sambil menangis.

Sivia memang selalu luluh kalau melihat Alvin menangis. Mukanya itu tampak sangat lugu dan manis……apalagi setelah ia mengetahui keadaan adiknya sekarang. Dia benar2 tak rela Alvin sedih. Satu tetes air mata Alvin seperti duri tajam yang menghujam jantung Sivia.

Dokter Danu menghela napas setelah mendengar penjelasan Sivia.
“Sivia….Saya tau kamu bersedih dengan apa yang menimpa Alvin. Saya hanya ingin kamu siap dengan apapun kemungkinan yang terjadi bahkan untuk kemungkinan terburuk.”

“Suara adik saya apa ada hubungannya sama penyakitnya itu Dok?”
“Bisa juga iya…” Dokter Danu berpikir sejenak, merangkai kata agar Sivia tak semakin terpuruk dengan penjelasan yang akan dia sampaikan.

“Seperti yang dulu di awal pernah saya katakan, Alvin menderita Spinocerebellar Degeneration tipe 7. Penyakit Alvin ini disebabkan kecacatan gen sehingga sistem koordinasi pusat di otak mengalami kemunduran. Penyakit ini adalah penyakit yang diturunkan.“ Dokter Danu menatap Sivia yang memperhatikannnya hampir tak berkedip. Tapi matanya sudah basah sejak tadi.

Mendengar perkataan Dokter Danu Sivia menunduk. “Sayangnya saya bukan kakak kandungnya. Saya tidak tau asal usulnya. Mungkin penyakitnya itu turunan dari ayahnya atau dari ibunya yang sudah meninggal. Saya juga tidak tahu ibunya meninggal karena apa. Mungkin karena penyakit ini juga.“
Sivia asal menebak saja. Dia memang tidak tahu asal usul Alvin. Yang ada di benaknya hanyalah sekarang Alvin adalah adiknya, dia sedang sakit dan apapun akan dilakukannya untuk membahagiakan Alvin.

Dokter Danu kembali mengangguk mendengar penuturan Sivia.
“Penyakit ini memang tidak serta merta menunjukkan perubahan pada penderitanya, Via. Prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. gejala2 yang akan dialami penderita antara lain pergerakannya akan terhambat, seperti misalnya tiba2 jatuh tanpa sebab atau tdk bs mnjaga keseimbangn. Selain itu pergerakannya terkadang terhenti secara tiba2 karena penderita tidak bs mengendalikan syaraf motorik tubuh.“

Sivia terbayang lagi kejadian2 yang dialami Alvin saat dia sering terjatuh. Termasuk kejadian di kamar mandi yang akhirnya membuat mereka harus tau bahwa penyakit laknat itu bersarang di tubuh adiknya.
Dia kembali memikirkan apakah ini juga alasan ayah Alvin tidak mau merawatnya. Apakah karena dulu Alvin juga sering mengalami keganjilan dan akhirnya ayahnya tau kalau Alvin menderita penyakit ini.

“Iya Dok….Alvin sering terjatuh tanpa sebab. Dia bilang kakinya keseleo. Padahal dia hanya sedang berjalan biasa bahkan dia hanya sekedar berdiri tapi tiba2 dia jatuh.“ Nada bicara Sivia semakin menggambarkan keputusasaan.
“Itu baru gejala awal, Via….Jika stadiumnya semakin meningkat maka Alvin tidak akan bs berjalan sehingga mengharuskan dia memakai kursi roda. Dan pada akhirnya dia hanya bisa berbaring dan menggantungkan hidup pd org di sekitarnya.“

Sivia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia membayangkan Alvin mengalami semua yang dijelaskan Dokter Danu tadi. Membayangkan Alvin memakai kursi roda, lalu membayangkan dia hanya berbaring lalu…..
‘Aaaaaa!!!!! Ya Tuhan….haruskan Alvin mengalami semua itu….’ Sivia semakin terisak terbayang wajah adiknya.

“Via….“ Dokter Danu sebenarnya tidak tega harus meneruskan penjelasannya melihat Sivia yang sudah terisak. Tapi….
“Teruskan Dok…Teruskan…..Biar saja….biar saya tau semuanya…jangan ada yang disembunyikan. Jangan pedulikan tangisan saya.“
Sivia masih membenamkan wajahnya.
Dokter Danu berusaha bicara sejelas mungkin agar Sivia dapat memahami penjelasannya.

“Selain gangguan pada gerak motorik, penderita juga akan mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Awalnya memang perubahan yang dialami hanya sedikit demi sdikit tapi akhirnya mereka akan benar2 tidak bisa melihat. Sedangkan tentang suara…..“

Sivia mencoba mengangkat wajahnya yang basah perlahan. Dia hapus air matanya walaupun akhirnya tetap saja mengalir lagi.
“Tentang suara itu berkaitan dengan kemampuan mengontrol gerak di bagian tenggorokan dan organ organ di sekitarnya. Cara bicara pasien akan menjadi tidak jelas artikulasinya. Gangguan ini biasa disebut Dysarthria. Pasien awalnya hanya akan tidak jelas dalam berbicara, kemudian pergerakan pita suara sampai gerakan rahang pun akan terhambat dan mengakibatkan tidak akan bisa bicara total. Selain gangguan pada suara, penderita juga akan mengalami kesulitan untuk menelan. Dan yang sangat berbahaya adalah saat makan mereka bisa tersedak tiba2. Jika tidak segera mendapat penanganan maka akan menghambat jalan pernapasan yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.”

Siva kembali tertunduk. Ingin rasanya dia berteriak mendengar kata kematian. Sivia menggeleng2kan kepalanya. Kali ini dia tak ingin membayangkan penjelasan Dokter Danu yang terakhir itu. Dia tidak akan sanggup.

“Alvin harus bagaimana dok????“
Sivia berbicara dengan nada memohon dan masih terus terisak. Dia benar2 tidak rela adiknya mengalami semua itu.

Dokter Danu sedikit menggigit bibir. Dia bisa merasakan kesedihan Sivia. Dia sudah berkali2 melihat pemandangan seperti ini. Sudah berkali2 dia menjadi orang yang kejam karena dengan terpaksa harus menakut2i keluarga pasiennya dengan semua penjelasan ilmu kedokteran tentang penyakit mereka. Melihat klien yang menangis meraung2 sudah biasa untuk Dokter Danu. Tapi dia tetaplah manusia. Punya perasaan yang bisa turut merasa sedih jika ada tangisan. Apalagi Sivia sudah dia anggap seperti keluarga sendiri.

“Penyakit ini semakin awal menyerang semakin cepat penyebarannya. Dan sayangnya Alvin terkena penyakit ini di usia yang baru 13 tahun. Itupun saat terdeteksi bukan masih di stadium awal. Jadi kemungkinan Alvin sudah menderitanya sejak lama. Sementara itu tidak ada pengobatan khusus yang bisa memperlambat atau menahan prosesnya. Penyakit ini tidak disebabkan oleh virus atau seperti kanker yang bisa dihambat dengan kemoterapi. Kita hanya bisa membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan gejala2 yang dialaminya dan memberikan dukungan mental demi kestabilan emosi jiwanya…..”

>>>>>>>>>

Sivia menatap plafon kamarnya dengan tatapan nanar. Jatah air matanya hari ini sudah dia habiskan tadi siang di sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit. Untung Alvin belum pulang sekolah saat Sivia pulang. Alvin pasti khawatir melihat mata kakaknya bengkak .
“Jadi…Dokter mau bilang kalau sakit Alvin tidak ada obatnya?“
“Maaf Sivia….“
Sivia terbayang kembali percakapannya dengan Dokter Danu. Sivia memejamkan matanya. Dia membayangkan Alvin yang sedang tersenyum padanya.
“Demi Alvin….aku harus senyum…..” Sivia tersenyum seakan dia sedang tersenyum membalas senyuman Alvin dalam bayangannya.

>>>>>>>>>

Malam minggu….

“Kamu tuh ngerjainnya serius ga sih? Udah telat, amburadul lagi. Ngerjainnya pake mikir ga sih? Liat dong proker tahun lalu. Proker kamu tuh ga mutu tau ga. Klo ga ngerti tuh nanya dong…..”

“Haaaaahhhhh!!!!!” Sivia menjambak2 rambutnya sendiri.
“Mikir ga sih tuh anak. Dia pikir gampang apa bikin kayak begituan. Hargai kek hasih usahaku. Mentang2 ketua, seenaknya aja ngebentak2 orang.”
Sivia menggerutu mengingat kejadian tadi siang saat Irsyad membentaknya karena banyak yang salah di rancangan prokernya. Sivia yang merasa sudah berusaha keras menyelesaikan proker itu merasa sebel juga hasil kerjanya dibilang ga mutu. Dan sekarang, di malam minggu yang suram ini dia harus mantengin komputer demi proker itu.

“Irsyad reseeee!!!!!!!!!!!” Sivia meninju2 bantalnya dengan bibir manyun 5 senti.
Drrt….drrrrttt….. Hp Sivia bergetar.
Sivia mengecek Hp nya dengan emosi yang masih tak terkontrol.

From : Shilla
“Kalian terlalu pelan membunuhku. sehingga rasanya sangat sakit. maaf jika aku punya banyak salah pada kalian.”

Hyaaa…pas banget momen tuh anak sms. Dia sms saat emosi Sivia dalam keadaan ga bagus sama aja ngibarin bendera perang. Selama ini Sivia ga menanggapi sms2 dari Shilla, tapi kali ini…..Sivia benar2 butuh tempat meluapkan emosi. Dan Shilla datang di waktu yang ‘tepat’.
Sivia mengetik balasan dengan emosi yang semakin menjadi2.
‘Cari masalah ni anak.’

To: Shilla
“Jangan membunuh dirimu sendiri. dimaafkan. sama2. maaf”

From: Shilla
“Rasanya seperti ingin mati mendengar setiap pengakuannya. aku tau statusnya untukmu dan aku juga tau statusmu untuknya, aku tau ketika kalian dekat rasa itu juga muncul. selama 3 tahun lebih itu aku sudah meleburkan diriku dlm dirinya. tp dia lbh memilih dirimu dibanding aku yang sudah berusaha memenuhi semua kebutuhannya. Oke…kamu menang dan aku kalah…tolong…sekuat apapun aku wanita.”

To : Shilla
“Kenapa km benci sekali padaku? aku bingung tiap kali km ngirim pesan ke aku, sebenernya kamu tuh pengennya aku mesti gmn? Kalau ada yang kamu pengen untuk aku lakukan, bilang lah, jangan cuma bilang kamu sakit hati, kamu terluka, kamu pengen mati, kamu ini kamu itu. aku bingung. dr umur pun aku ini tidak sdewasa km. kalau kamu ga ngomong mana aku ngerti apa mau kamu. kalau terus2an kaya gini aku semakin ngerasa kalau aku ini perusak hubungan orang lain, kejam, ga pedulian, ga punya hati…atau memang kamu menganggap aku seperti itu? jd aku hrs gmn biar kamu bs SENENG???? Maaf dan satu lagi…bukan cm kamu yang wanita. aku juga.”

From : Shilla
“Jujur aku anggap iya. Tp untuk benci sama kamu tidak. tidak ada alasan saya untuk membencimu. semua sudah terlambat untuk DIPERBAIKI. Dan kamu berhasil merubah segalanya. maaf karena aku sudah mengganggu kehidupanmu juga. baguslah ada yang mencintai dia setelah mencampakkanku dlm keadaanku seperti ini,maaf”

To : Shilla
“Tuh kan…kamu tu cm bilang kalau aku sudah giniin kamu, giniin K’ Rio, aku begini, aku begitu, tp km ga pernah ngasih solusi aku harus gimana. Dulu kamu bilang jangan jauhi K’ Rio, aku ga menjauhi tp km masih aja terus ngirim pesan yg menurut penafsiranku, intinya aku ini jahat. trus aku tuh mesti gmn??? Bagaimana aku bisa percaya kalau km ga benci sama aku kalau setiap message km isinya slalu kaya gini. Sekuat apapun aku, aku ini juga wanita. itu kan yang kamu bilang? Aku juga. Coba sih bilang aku ini mesti gmn??? aku tuh bener2 bingung. sekarang cm itu yang bikin penasaran. SEBENARNYA MENURUT KAMU AKU INI MESTI GMN???”

From : Shilla
“sudah selesai, Via…lakukan yang kamu mau. sama seperti Rio memperlakukanku...sudah, anggap saja kalian tidak punya mata dan telinga lagi…lakukan yang kalian mau…supaya kalian sama2 senang :D”

“Siallll!!!!!!!!” Sivia meremas Hp nya. Untung tak sampai pecah. Kali ini kesabarannya benar2 sudah di ujung tanduk.
“Aku dibilang perusak hubungan orang? Aku dibilang ga punya mata ga punya telinga? Tuh cewek maunya apa sih????”
Sivia memukul2 bantal di sampingnya. Dia benar2 kesal denagn Shilla. Pengen rasanya mengumpat dia sekarang.

“Hhhhhh….kalau Shilla ada di depanku nih ya…udah ku tapok sendal tuh mulut. Rese gila!!!!!”

Drrrt..drttt…Hp Sivia bergetar.
“Apaan lagi sih ni cewek. Udah bosan idup apa?”
Sivia membuka sms dengan emosi meluap tapi sejenak kemudian wajahnya berubah lemes setelah membaca isi sms nya.

From : Irsyad_ Kabid
“PROKER BESOK PAGI HARUS ADA DI TANGAN GUE!!!”

Sivia langsung linglung membaca sms Irsyad. Shilla? Ke laut aje deh.

To: Irsyad_ Kabid
“Buset dah….Lebay amat sih Syad. Kagak usah pake huruf gedhe semua napa sih? Sakit ni mata tau!! Bawel banget sih lu!!! PUNYA BOS ATU AJA MAKAN ATI BANGET SIH!!!!!!”

Sivia tak mau kalah sama Irsyad

From : Irsyad_ Kabid
“Eh….nyolot nih anak…..GUE GA MAU TAU LO MAU NGOMEL SUKA2 LO YANG PENTING PROKERNYA JADI!!!!! TITIK!!!!”

“Haaaaaaahhhh!!!!! Tu anak bisa ampe kepilih jadi ketua gmn ceritanya sih….Kagak ada jiwa pemimpinnya sma sekali…..Pake susuk apa ya tuh orang waktu diklat” Sivia ngomel2 sendiri tapi langsung lemes lagi inget prokernya yang masih jauh dari selesai. Pasrah deh….

>>>>>>>>>>

@kamar Rio
“Rio memandangi layar Hp nya. Tertulis sebuah sms yang dengan sangat berat hati harus dia kirimkan. Terpaksa. Sebenarnya dia ga mau berurusan dengan orang ini lagi. Tapi dia tak ingin semuanya jadi berantakan.”

To : Shilla
“Aku pengen ngomong sama kamu.”

Rio menunggu balasan dari Shilla. Wajahnya tampak was2. Dia takut Sivia akan berpikir yang tidak2 tentang dia dan Shilla. Dia memang sudah pacaran dengan Shilla sejak SMP. Mereka memang baru putus. Tapi itu semua karena sikap Shilla yang manja dan tak mau mengerti Rio yang juga butuh ‘bernapas’.

Rio merasa Shilla terlalu mengekang dirinya. Minta ditemenin kesana, minta ditemenin kesitu, belanja ini, belanja itu, 24 jam harus standby buat Shilla, tapi Shilla sendiri ga pernah menghargai Rio sebagai pacarnya. Sejak masuk SMA dan menjadi model di salah satu majalah, Shilla banyak berubah. Dia sering membanding2kan Rio dengan teman2 cowoknya yang sesama model. Dia juga suka mengumbar ‘kemesraan’ berlebihan dengan teman2nya itu tanpa memandang Rio. Akhirnya…Rio juga tak tahan berlama2 dengan Shilla. Dan akhirnya dia memutuskan Shilla. Tapi sepertinya Shilla tak terima dengan alasan Rio.

Rio masih menunggu balasan dari Shilla. Tapi tiba2 Shilla justru telfon.

Rio> Halo…
Shilla> Halo…Rio….kok kamu lama ga ngubungin aku sih. Aku telfon, aku sms ga pernah kamu bales. Aku kangen. Kamu udah ga marah kan sama aku. Maaf Rio….
Rio> Kamu ngomong apa ke Sivia?
Shilla> apa? (Nada suara Shilla tampak berubah kesal saat mendengar nama Sivia). Ngapain sih bawa2 dia?
Rio> Kamu ngomong apa sama dia? ( Rio mengulangi pertanyaannya dengan nada tak kalah sewotnya)
Shilla> Kenapa sih Yo kamu lebih mentingin dia daripada aku. Kamu mutusin aku gara2 dia kan? Semua alasan kamu kemaren itu cuma kedok kan?
Rio> Shilla! Sivia ga ada hubungannya dengan semua ini. Dan kamu ga usah ganggu2 dia. Lagian kamu dapet darimana nomornya dia?
Shilla> Hhh….Suka2 aku dong.
Rio> Shilla!!! (kali ini Rio benar2 kesal dengan cewek satu itu)
Shilla> Kok kamu bentak aku sih, Yo?
Rio> Shil,denger ya, sejak kita putus emang aku berusaha jaga hubungan baik sama kamu. Tapi bukan berarti kamu masih bisa ngatur2 aku kayak dulu. Kamu tuh sekarang bukan siapa2 aku. Kamu tuh mantan aku. MANTAN!!!(Rio memberi penekanan pada kata terakhirnya). Dan aku mau deket sama siapapun itu terserah aku. Jadi kamu ga ….
Tut tut tut….

Rio belum sempat menyelesaikan kalimatnya tapi Shilla keburu menutup telefonnya.
“AAARRRGGGHHH!!!!!” Rio membanting Hp nya ke kasur.
Otot2 wajahnya tampak menegang teringat percakapannya barusan. Tapi sejenak remudian terbayang wajah Sivia. Wajah Rio yang tadi tampak ganas tiba2 mengendur dan berubah panik tapi lucu.

“Adooooohhhhh…..Shilla ngomong apaan sih ke Sivia???”
Rio mengacak2 rambutnya sendiri seperti orang frustasi.
“Repot nih urusannya kalau sampek Shilla ngapa2in Sivia. Bisa ribet nih kalau 2 cewek udah tempur. Bisa KO nih akuuuu!!!!!” Rio memukul2 jidatnya sambil jalan mondar mandir. Bayangan wajah Shilla dan Sivia hilir mudik di pikirannya.

Rio membayangkan mereka berdua labrak2an trus omel2an trus jambak2an.
“Huuuaaaaaaaaa!!!!!!!! Ampun Bang ampuuuun!!!!!!! Amit2 jabang bayi klo ampe kejadian” Rio menggeleng2kan kepalanya membuang bayangan menyeramkan itu dari otaknya.
Membayangkan wajah kedua wanita itu terasa seperti membayangkan surga dan neraka. Sudah pasti Shilla nerakanya, Sivia surganya. Pantesan badan Rio jadi panas dingin. Shilla bikin panas, Sivia bikin adeeeeemmmm……

>>>>>>>>>>

Minggu Pagi

Alvin duduk di depan TV sambil memegang remot. Sivia heran melihat adiknya yang sedang duduk di depan TV tapi matanya kok kosong. Lah…..ternyata nglamun.

“Hayo nglamun!!!!!!” Sivia mencoba mengagetkan Alvin dengan menepuk pundaknya dari belakang. Tapi…inilah hebatnya Alvin Jonathan Sindunata. Mau ada gempa bumi plus Tsunami di depan rumah juga dia anteng2 aja.
Jangankan kaget…..Nengok aja kagak. Setelah beberapa detik kemudian dia baru nengok ke Sivia dengan kalem dan teramat sangat santainya. Wueeehhhh…standing applause buat Alvin…

“Ga kaget Vin?” Sivia duduk di samping Alvin. Ngrebut remot yang daritadi dianggurin sama Alvin.
“Ngga….” Masih dengan santainya, sambil nguap pula.

‘Buset dah ni anak…..’

“Mikirin apaan sih adikku ini? Sampe TV dianggurin begini?” Sivia memindah2 channel TV berkali2 tapi belum menemukan acara yang enak untuk ditonton.

Alvin ga menjawab pertanyaan Sivia.
‘Nah…tidur jangan2 nih anak…’
Oh..bukan….

Sivia yang sibuk memindah2 channel, menunggu jawaban Alvin yang ga njawab2 akhirnya nengok juga ke Alvin.
‘Eh…buset….nangis….’
Wah…bukan saatnya untuk suasana lucu. Saatnya melow.

Sivia meletakkan remotnya dan kali ini menatap wajah Alvin serius.
“Kamu kenapa sih Vin? Belakangan ini kamu sering banget nangis?”
Alvin masih menunduk (seperti biasa).

“Alvin pentas hari minggu Kak…..Alvin harus gimana?”
Sivia terngiang penjelasan dokter Danu. Dysarthria. Mulailah mata Sivia berkaca2. Tenggorokannya sakit. Itu kebiasaan Sivia kalau menahan tangis yang teramat hebat. Tapi Sivia tidak mungkin menangis di depan Alvin. Bagaimana dia akan menguatkan Alvin kalau dia ngga bisa menguatkan dirinya sendiri.

Sivia mengelus pundak Alvin. Menahan perasaannya dan bersiap bicara setenang mungkin. Jangan sampai Alvin melihat dirinya yang bersedih.
“Kamu bilang kemaren kamu dilatih sama Pak Duta. Juga katanya kamu sering latihan sama temen kamu itu…. Namanya siapa?”
Sivia lupa nama teman Alvin yang tempo hari Alvin ceritakan.

“Ify….”
“Oh…Ify…. Lha itu kalian sering latihan. katanya kalian….” Tiba2 Alvin memotong pembicaraan Sivia.
“Eh salah Kak…bukan Ify…Aren….”
Nahlo…..pake salah segala….

“Heh? Lah Ify siapa?”
Bukannya menjawab malah…
“Lanjut kak…..”
Sivia mengerutkan keningnya. Tapi yasudahlah. Asal Alvin bahagia aja.

“Lha itu katanya kalian sering latihan. Banyak kok yang bantu Alvin. Suara Alvin pasti bisa kayak dulu lagi.”
“Alvin takut kalau ntar di atas panggung suara Alvin ga bagus. Alvin takut ngecewain semua yang sudah dukung Alvin….” Wajah anak itu tampak benar2 serius. Sivia menghela napas. Dia benar2 tidak tahan kalau sudah melihat Alvin seperti ini.
“Alvin…..” Sivia mengusap rambut Alvin yang klimis dengan lembut.
“Alvin sudah berusaha. Dan orang yang sudah berusaha itu harus dihargai. Kakak yakin Alvin pasti bisa. Tuhan tidak akan mengabaikan hambanya yang sudah berusaha….Alvin ga boleh nyerah sebelum bertempur. Dan kita semua dukung Alvin kok…..Mereka malah akan kecewa kalau Alvin udah nyerah duluan padahal diluar sana mereka semangat 45 ngedukung Alvin. Lakukanlah sesuai kemampuanmu. Berusahalah. Semangat….” Sivia memeluk adiknya yang terlihat kurusan badannya. Alvin masih mengumpulkan semangatnya. Wajahnya masih tertekuk tampak putus asa.

“Banyak berdoa ya sayang….”
Alvin buru2 melepaskan diri dari pelukan kakaknya dan memandnag Sivia dengan tatapan aneh
“Sayang????” Alvin menatap Sivia lekat2. Pandangannya itu seolah berkata: Ihhhh…apaan sih..sayang sayang….Alvin kan udah gedhe.
Sivia langsung lesu ditatap seperti itu sama Alvin. Teringat lagi saat dia pertama kali bertemu Alvin di panti. Tatapan dingin dan reaksi mengerikan.

Melihat raut wajah kakaknya yang berubah lesu, tiba2 Alvin tersenyum dan gantian dia yang memeluk Sivia sekarang.
“Makasih ya kak…”
Fiuh…kirain….
“Ih…Alvin sampe gitu banget sih liatnya. Kirain marah.”
“Hehe….” Alvin hanya tersenyum masih sambil memeluk kakak tersayangnya. Alvin selalu merasa tenang kalau bersama Sivia. Tak ada pelukan paling nyaman selain pelukan kakaknya.

Ting Tong….Bunyi bel mengagetkan Alvin dan Sivia.
“Biar Alvin yang buka Kak….” Alvin langsung berjalan bergegas ke pintu dan membukanya.
Pintu baru terbuka sedikit tapi….

BRAKKKK!!!!
Orang di luar sana mendorong pintu dengan keras sampai Alvin jatuh ke belakang.
“Alvin!!!!” Sivia yang melihat adiknya terdorong sampai jatuh langsung berlari menghampiri Alvin. Saat dia melihat siapa yang sudah berani2nya masuk ke rumahnya dengan cara yang sangat tidak sopan, wajahnya langsung berubah….
Dia mengenalinya…..

Tidak ada komentar: