Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 01 Agustus 2011

"CINTA KEDUA" PART 16

Saya balik lagi:) oiya tau lagu Tentang Dia-Melly G feat Evan Sanders kan? Lagunya bagus loh! *terus?-_- maksud saya dengarkan lagu itu sambil membaca kejadian terakhir yang ada di part ini. Supaya lebih menghayati gitu *kebanyakan cincong* *kabur* Happy reading semua CK lovers:) --> ngarang banget-_-

***

Cakka berfikir keras. Ia memandang Sivia tajam. Memutar otak mencoba mencari akal untuk membuat suatu masalah. Masalah yang membuatnya puas. Ia masih harus melawan sosok tegar Sivia, sampai dia takluk dan menjauh dari hidupnya.

"Sebenarnya gue gak terima. Tapi yaudahlah gue maafin."

"…" Sivia tak menanggapi perkataan Cakka.

"Tapi gak gitu aja gue maafin lo. Ada syaratnya!" Cakka menahan senyum kemenangannya.
"Apa?" Sivia sudah agak malas meladeni Cakka. Kini kedua tangannya yang ia lipatkan menyilang di depan dadanya.

"Lo harus jadi cewek bohongan gue."

"APA?"

Sesaat dia terhenyak. Tubuhnya diam tak bergerak. Perasaannya kalut. Apa yang dikatakan lawan bicaranya barusan cukup membuatnya tersentak. Hatinya tak keruan. Kejadian-kejadian hari ini membuatnya gila. Kapan dirinya dijauhkan dari masalah oleh Tuhan? Kapan dia berada dalam ketenangan hidup yang selama ini ia inginkan? Kapan? Kapan? Hanya waktu yang dapat menjawabnya..

"Gimana?"

Dia tertunduk. Apa yang harus ia katakan? Apa yang harus ia jawab? Fikirannya tak mampu untuk berfikir. Ia mencari kata-kata yang tepat. Tapi apa? Berfikir saja ia tak mampu. Apalagi berbicara..

"Jadi gimana, Siv?"

"Mmm.. Anu.."

"Apa?"

"Gue.."

"Cepetan!"

"Gue.. anu.."

"Anu anu anu mulu lo daritadi!"

Keringat dingin mengucur deras (lagi) di dahinya hingga melewati pipinya. Kakinya gemetar. Jika saja ada macan atau singa yang tiba-tiba muncul di gudang itu, ia siap untuk diterkam.

"Siv!!!"

"I..Iya."

Oke. Sivia tak tau harus berbuat apa. Yang ia tahu, hal-hal buruk pasti akan timbul setelah ini. Masalah-masalah baru pasti membentang di kehidupan selanjutnya.

"IYA? Jadi oke nih?"

Sivia merutuki Cakka dalam hati. Tangannya terkepal. Bukan untuk memukul Cakka. Melainkan menguatkan dirinya sendiri. Apa ia sanggup? Tidak! Ia tak sanggup. Tapi apa yang harus ia perbuat? Tak ada! Ia tidak bisa melawan orang batu seperti Cakka. Yang bisa ia lakukan hanya… menuruti permintaannya.

"Terserah lo deh."

Sivia dapat melihat Cakka kegirangan. Senyumnya bukan senyum menyenangkan bagi Sivia. Melainkan senyum kelicikan. Entah apa yang ingin Cakka perbuat setelah ini. Yang jelas, ia harus berusaha mampu untuk menahannya, melawannya, atau mungkin hanya pasrah. Ia sabar..


***


Shilla berjalan ke toilet. Sudah cukup lama ia menunggui Sivia di kantin. Ia tolah-toleh mencari Sivia. Namun sosok Sivia tak nampak juga dimatanya. Kemana Sivia?

"Shilla?"

Shilla berhenti berjalan. Satu suara memaksanya untuk menghentikan langkah kakinya. Ia berbalik. Lalu mendapati sosok laki-laki yang berdiri tersenyum manis memandangnya.

"Ka Gabriel?" sosok itu berjalan mendekat. Masih dengan senyum manis yang terukir di wajahnya. Perlahan, shilla ikut tersenyum memandang itu. Laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya ini adalah kakak kelasnya yang masih merupakan sahabat dari Cakka. Cakka? Euh! Nama itu lagi. Mengapa dirinya selalu mengaitkan hal apapun dengan Cakka?

"Mau?"
Sekaleng minuman di tawarkan oleh Gabriel kepada Shilla. Membuat Shilla kembali akan dunia nyata nya. Dimana saat ini ia sedang berhadapan dengan Gabriel. Gabriel! Bukan Cakka.

"Eh? Engga kak. Gak haus hehe."

"Oh? It's okay! Lagi ngapain Shill? Kayaknya lagi nyari orang ya?"

Gabriel seakan-akan tahu apa yang sedang dilakukan Shilla. Sebenarnya ragu-ragu juga ia memanggil Shilla tadi. Apakah direspon? Atau tidak. Ia gugup. Namun, di runtuhkannya segala keraguannya. Ia beranikan diri untuk memanggil gadis pujaannya itu. Gadis yang baik, cantik, mandiri. Semua kebaikan ada di diri Shilla, menurutnya. Namun, dengan segempil waktu, gadisnya ia relakan demi sahabatnya, Cakka.

"Iya nih kak."

"Siapa?" Tanya Gabriel dengan nada menyelidik. Jantungnya berdegup menunggu jawaban yang terucap dari mulut Shilla. Tak ingin nama lelaki yang disebutnya. Ia galau..

"Temen gue kak. Anak baru."

Gabriel menghembuskan nafasnya lega. Teman adalah jawaban yang cukup untuk menenangkan dirinya dari kegalauan yang tadi sempat menghinggapi relung hatinya.

"Huff. Untung aja."

"Hah? Maksudnya kak?"

Gabriel menyadari akan kebodohannya. Ia merutuki dirinya sendiri. Ia benci dengan dirinya di saat-saat seperti ini. Sangat tidak bisa mengendalikan diri untuk berusaha tenang dan tidak blak-blakan (Joni?--").

"Eh? Apa Shill?"

Bodoh! Benar benar sangat bodoh!

"Hah?" Shilla juga merasa linglung. Ada apa lagi dengan kakak kelasnya ini. Sudah berapa kali ia mendapati Gabriel sedang seperti ini.

"Eh? Engga engga. Gue cabut ---" Gabriel hendak pergi meninggalkan Shilla namun kaki nya tertahan mana kala ia melihat gadis yang ia kenal menyembul dari tikungan koridor yang membelakangi Shilla. Siapa dia?

"Dia?"

"Hah? Apa kak?" Shilla berbalik mengikuti arah pandangan Gabriel. Matanya menangkap sosok gadis berambut panjang dan berkulit putih yang ia cari sedari tadi. Mata itu juga sedang bingung memandangi Gabriel. Shilla kembali berbalik ke arah Gabriel, mencoba menemukan sesuatu disana.

"Kakak kenal sama Sivia?"

Gabriel mendengar satu nama disebutkan oleh Shilla. "Sivia?" Tanya nya entah pada siapa. Ia sempat melirik ke Shilla sebentar. Lalu kembali ke gadis itu.

"Kamu beneran Sivia? Sivia yang---" belum lagi Gabriel melanjutkan kata-katanya, Sivia –gadis itu- langsung memotongnya.

"Iya gue Sivia! Sivia yang kemaren nabrak lo di mall kan?"

Gabriel mengerutkan keningnya. Sivia? Mall? Apa-apaan ini? Bukannya dia adalah Sivia temannya di panti dulu. Ia yakin sekali kalau ini Sivia yang sama-sama tinggal sepanti dengannya setahun yang lalu. Dan ini? Mengapa dia bilang mall? Sungguh aneh..

"Sorry gue gak sengaja kemaren! Gue pergi dulu ya! Ayo Shill!" dengan cepat, tangan Shilla refleks ditarik oleh Sivia.

"Eh? Duluan kaaak!" ucap Shilla sempat pamit kepada Gabriel yang masih terlihat linglung.

Shilla menyadari dan memperhatikan dua anak manusia yang menurutnya sedikit terkesan, aneh. Ia tak tahu apa itu. Tapi yang jelas, ia bingung mengapa Sivia seperti orang ketakutan. Apa karena ia tak sengaja menabrak Gabriel kemarin di mall? Sekiranya itu cerita yang ia dengar dari Sivia tadi. Tapi? Mengapa semua itu terkesan aneh? Apa yang salah? Shilla hanya mengangkat kedua bahunya tanda tak mengerti. Dan lalu berjalan cepat di samping Sivia.

"Siviaa!"

Suara Gabriel tak dihiraukan lagi oleh Sivia. Ia bingung. Mengapa ia harus bertemu dengan orang-orang yang menurutnya sangat mempersulit posisinya sekarang. Tadi pagi Ozy. Ozy yang sengaja ia khianati tentang keadaan dirinya yang serumah dengan Ray.

Lalu? Sekarang? Gabriel? Mengapa ia harus satu sekolah juga dengan Gabriel? Gabriel tau semua tentang kehidupan dirinya selama sebelum di panti. Mereka dekat. Sivia tau latar belakang Gabriel. Begitupun Gabriel. Ia juga tau semua tentang Sivia. Keluarganya, saudaranya, sekolahnya, bahkan cinta pertama Sivia pun ia tau. Mario. Hanya nama itu yang diberi tahu oleh Sivia. Tidak lebih. Ah hidupnya sungguh mengenaskan. Kapan ia terbebas dari situasi ini?


***


Bel pulangan menggema di seluruh pelosok kelas SMA Putra Bangsa. Anak-anak berlarian ke luar kelas untuk segera pulang. Hari ini tak ada pelajaran sama sekali. Bebas. Merdeka. Mereka hanya masuk sekolah untuk sekedar bercengkrama dengan teman-teman mereka. Dan itu cukup membuat mereka mengistirahatkan otak untuk bersantai.

"Kak, jangan ngebut ya! pelan aja!"

"Oke!" Dia lalu menyalakan mesin mobilnya dan lalu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Ify tersenyum tipis melihat sifat Rio yang mungkin terkesan sangat cuek kepadanya. Sebenarnya sudah sering Ify di perlakukan seperti ini oleh Rio. Mungkin setiap Ify berbicara panjang dan lebar, Rio hanya sekedar menjawab 'Iya' atau 'Sip' atau 'Oke' seperti yang baru saja Rio katakan. Namun, Ify tak terlalu memusingkan hal itu. Yang jelas, Rio sudah bersamanya dan ia tak perlu khawatir. Galau? Gak jaman baginya!

"Kak? Habis anter aku, langsung pulang ke rumah ya? Jangan nakal!" ucap Ify yang sekarang sedang duduk di kursi mobil sebelah Rio. Rio mengantarnya pulang. Sebenarnya Ify bisa saja pulang bersama Ozy dengan supirnya. Namun ia lebih memilih bersama Rio yang notabene kekasihnya.

"Iyalah Fy.."

Ify memandang Rio yang sedang menyetir. Memperhatikan setiap lekuk wajah manis di sampingnya ini. Ia tersenyum. Ia rela di perlakukan seperti ini oleh Rio. Entah mengapa. Mungkin ia fikir ini butuh waktu. Dan ia menunggu sampai Rio merubah sikapnya dan menganggapnya kekasih nyata.

"Makasih Kak!"

Rio melirik ke arah Ify sebentar. Lalu kembali konsentrasi pada mobilnya. "Thanks? For what?"

Ify tersenyum lagi. Hari ini hidupnya penuh dengan senyuman. Ia mencoba menyusun kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Rio barusan. "Thanks udah mau jadi pacar aku yang baik banget! Dan thanks juga udah cinta sama aku." Pipinya bersemu sedikit merah mengatakan hal itu.

"…"

Rio mengerutkan keningnya. Cinta? Dia cinta dengan Ify? Apa iya? Selama ini ia mencari jawaban itu dan sampai sekarang belum menemukan juga jawabannya. Perkataan Ify tadi merupakan pertanyaan besar dalam hidupnya. Hatinya masih menjadi milik yang disana. Mungkin, Belum mampu ia mengatakan 'cinta' pada orang yang kedua. Ia tak berharap ada cinta kedua dalam hidupnya. Cukup gadis itu! Gadis itulah yang pertama dan terakhir. Tak ada kata 'kedua' dalam hidupnya. Mungkin..

"Makasih juga kak Rio bisa sayang sama aku sampai hari ini."

Rio tersenyum sekilas. Apa ia sangat bodoh jika memberitahukan ini semua pada Ify? Bahwa dia sedikit pun sama sekali tak ada rasa cinta dan sayang kepadanya? Ia tak mampu. Ify sudah memberikan banyak hal dalam hidupnya. Ify sudah rela membantu dan selalu berada di sampingnya selama ini. Seharusnya ia tahu diri. Seharusnya ia tahu berterima kasih. Hatinya dilema. Apakah ia harus benar-benar menutup buku lamanya bersama Sivia? Lalu membuka hidupnya dengan lembaran baru bersama Ify? Ia bimbang..

Mobil Rio sudah berhenti tepat di depan rumah Ify. Ini rumah Sivia juga. Dan Rio tau itu. Tapi, tak sekalipun ia memasuki rumah itu sejak berpacaran dengan Sivia dahulu. Sivia melarangnya. Alasannya ia tak diizinkan pacaran oleh Ibunya dan Tantenya. Ia tak tahu apa itu benar atau hanya karangan Sivia saja. Sampai sekarang masih menjadi tanda tanya besar di hidupnya.

"Makasih loh kak udah di anterin. Maaf ngerepotin tiap hari."

"Santai aja kali Fy."

"Mau mampir dulu kak?"

"Eh? Gak deh lain kali aja."

"Yaudah deh kak. Hati-hati ya! Jangan lupa makan! Daah kak!"

Rio hanya tersenyum dan lalu pergi bersama mobilnya meninggalkan Ify dan rumah itu. Rumah yang menjadi saksi bisu hilangnya Sivia sampai saat ini. Ia tak tahu keberadaan Sivia sampai sekarang. Setelah dirinya diputuskan secara sepihak oleh Sivia, gadisnya lalu pergi entah kemana. Ia sudah mencoba mencari tapi nihil. Ia tak sedikit pun dapat informasi tentang Sivia.

Dan sekarang, ia sendiri. Sendiri? Apa benar? Ah rasanya tidak. Ia tak sendiri. Hanya perlu waktu untuk membuka hatinya. Untuk Ify. Penantiannya terhadap Sivia sepertinya hanya sia-sia. Seharusnya ia menyadari ini sejak dulu.

'Apa aku harus melupakan Via? Sudah cukup aku tersakiti. Aku harus bisa bangkit. Sivia adalah kenangan. Dan Ify adalah harapan. Yah. Ini Saatnya Rio. Coba lupakan dia. Kamu pasti bisa, Yo! '

Seketika itu juga Rio mengambil hadphone nya yang ia taruh di saku bajunya. Dengan cepat ia mengirimkan satu pesan singkat kepada seseorang. Seseorang yang mungkin akan dijadikannya cinta kedua.. mungkin..


Aku juga sayang kamu

Sent : Ify


***

Sivia berjalan menyusuri koridor sekolah barunya. Shilla sudah terlebih dahulu pulang meninggalkannya. Ia baru benar-benar keluar kelas setelah keadaan sekolah agak sepi. Ia sama sekali tak ingin jika kalau-kalau bertemu dengan seseorang yang mungkin akan menambah rentetan masalah dalam hidupnya. Ozy? Gabriel? Cakka? Ah sudah cukup! Ia perlu menyelesaikan masalah ini dulu. Rio? Ify? Sebaiknya ia mempersiapkan diri dan mental dulu untuk bertemu mereka. Nanti..

"Lama banget sih?"

"Maaf tadi habis dari kamar mandi."

Sivia memang sudah di amanati Cakka untuk pulang dan pergi sekolah bersamanya selama ia menjalin status palsu. Dan karena itu, Cakka sudah setengah jam menunggu Sivia di parkiran bersama Alvin.

"Lelet banget lo!" umpat Cakka. Sivia hanya tertunduk takut. Ia malas berdebat.

"Sudahlah Cak, gitu-gitu kan pacar lo juga ah!" ujar Alvin. Ia memang bijak kalau masalah cinta. Tapi tidak terbuka. Sedikit pun cerita cintanya tak diketahui oleh sahabat-sahabatnya atau siapapun. Ia menutupnya.

"Ah iye Vin!" Cakka nyengir ga jelas. Lalu menaiki motornya.

"Oh iya Siv, waktu gue ke rumah Cakka, lo bilang lo keluarganya Cakka? Ternyata lo pacarnya! Haha kenapa ga ngaku aja?" Tanya Alvin setengah tertawa. Sebelum ini Cakka sudah cerita tentang Sivia. Hanya pada dirinya. Sedang Gabriel dan Rio belum diberi tahu oleh Cakka karena sudah pulang terlebih dahulu.

"Eh? Itu ya? ngg.."

"Dia malu Vin!" Cakka menjawab pertanyaan Alvin yang sebenarnya ditujukan pada Sivia. "Dia malu soalnya baru kali ini dia pacaran sama orang cakep kaya gue."

Sivia mencubit pelan perut Cakka. "Pede banget sih!" Cakka meringis kesakitan.

Alvin hanya tertawa dengan kelakuan Sivia dan Cakka. Pasangan yang cocok menurutnya. Sungguh cepat Cakka mengganti pilihan hatinya. Ia sudah menerima sepupunya, Shilla di khianati oleh Cakka. Ia tahu sifat Cakka bagaimana. Dan itu sudah difikirkannya sejak lama. Dan Shilla? Sama sekali tak mau mendengarkan perkataannya. Salah sendiri. Fikirnya.

"Eh? Gue balik ya Vin! Kasian nih cewe gue kepanasan."

Sivia mendengus pelan. Cakka palsu! Itu fikirannya. Bagaimana mungkin ia sangat manis di depan sahabatnya? Sementara dirinya? Nihil! Ia benci Cakka! Benci!

"Okelah bro!" jawab Alvin.

Sivia menaiki motor Cakka lalu berlalu meninggalkan Alvin setelah sebelumnya berpamitan.

"Daah"

Alvin menggelengkan kepalanya. Cakka. Dia adalah anak terpopuler di penjuru sekolahnya. Playboy! Itulah sifatnya. Suka berganti pasangan. Tidak memandang sahabat ataupun teman. Ada cewek cantik? Langsung di embat! Tidak ada rasa malu. Dan andai ia juga seperti itu, pasti gadis pujannya sudah berada dalam genggamannya dari dulu. Ia terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya. Dan ia takut karena memang cintanya itu terlarang. Ia sadar.. Gadisnya mencintai laki-laki lain. Dan laki-laki itu adalah sahabatnya sendiri.. Gabriel..


***


Cakka menjalankan motornya dengan kecepatan cepat. Jarak rumahnya dan sekolah memang agak jauh. Dan perutnya saat ini sangat sangat tidak bisa di ajak kompromi. Karena itu 80 km/jam mampu ia tembus lewat jalan tikus.

"Pelan aja dong!" Sivia sedikit mengutarakan pendapatnya. Dengan hati-hati ia mengomentari kelakuan Cakka. Ia malas berdebat dengan Cakka. Cukup sudah masalah yang ia terima hari ini.

"Bodo!" jawab Cakka acuh.

Sivia merasakan motor itu di perlambat jalannya. Lebih tepatnya berhenti sekarang. Sivia menoleh ke kiri dan kanan. Tak ada sesiapa disana. Hanya segelintir orang yang berlalu lalang. Tak ada juga warung makanan. Apa mau Cakka sekarang?

"Kok berenti disini? Kita mau pulang kan?" Sivia bingung.
"Lo turun dari motor gue sekarang juga."

"Hah?" Sivia kaget. Apa lagi ini?

"Lo gak on-time tadi! Jadi lo harus pulang sendiri! Cepetan turun!"

"Tapi gue gak tau ini daerah mana, Cak!" Sivia melihat ke sekeliling lagi. Ia benar-benar takut sekarang.

"Bodo! Cepat turun!" Cakka memaksa Sivia turun dari motornya. Ia mendorong Sivia agar menjauh dari motornya.

"Aduh!" kaki Sivia sedikit terkilir saat mendaratkan kakinya ke tanah. "Sakit.." ia mengelus-elus kakinya yang perih. Ia hampir menangis.

"Hati-hati di jalan ya nona manis! Hahaha." Cakka berlalu dengan cepat meninggalkan Sivia seorang diri. Sama sekali tak punya perasaan. Tak punya hati. Laki-laki jahat!

Sivia memandang motor dan pemiliknya dengan tatapan sedih. Tega-teganya Cakka meninggalkan dirinya disini. Sivia menangis. Ia berjalan dengan tertatih. Jalanan ini sungguh sepi. Dilihatnya langit. Mendung. Ia semakin menangis. Kepada siapa ia harus meminta tolong? Hanya Tuhan.. tak ada harapan lain.. Bumi pun ikut sedih tersentuh air mata yang jatuh dari mata indah Sivia.


***


Sehitam langit di angkasa
Yang mendung memurungkan bumi
Takut ku ke masa yang lalu
Menorehkan luka dalam hati

Rio mengendarai mobilnya pelan. Ia tak mau terburu-buru sampai dirumah. Setelah mengantar Ify tadi, ia berkeliling Jakarta untuk sekedar mencari suasana segar. Hatinya perlu dibersihkan oleh kenangan-kenangan yang diberikan Sivia. Ia tak mau terus terlarut dalam penantian yang ia juga tak tahuu kapan berakhir.

Kekasih yakini cintaku
Disinilah cintaku berlabuh
Perjalanan mencari jawaban
Berakhir karam dihatiku

Alunan lagu dari radio yang ia dengarkan seakan mewakili perasaannya sekarang. Seakan membenarkan hatinya bahwa ia harus benar-benar membuka hatinya untuk Ify dan menutup kenangan tentang Sivia. Kenapa ia baru tersadar akan hal ini. Ia sedikit menyesal..

Rio tersenyum. Hujan sudah mulai turun rintik-rintik. Ia menyaringkan volume radionya. Lalu membuka kaca mobilnya sedikit. Ia memilih tak melewati jalan raya karena pasti akan ribut dan macet. Di jalan ini, ia bisa mengemudi dengan bebas. Membuka kaca mobilnya tanpa ada polusi. Hatinya sedikit sejuk.

CIITTTTTTTTT…
Rio mengerem mendadak. Pedal rem ia injak secara tiba-tiba. Sehingga menghasilkan bunyi yang lumayan nyaring.

Jantungnya berdegup cepat. Tangannya tak bergerak. Matanya kosong. Ia menerawang. Apa yang ia lihat sekilas mampu membuatnya tercengang. Dengan sekuat tenaga, ia menyembulkan sedikit kepalanya ke luar mobil lewat kaca yang ia buka sedikit. Dilihatnya seorang gadis. Sedang berjalan terpincang-pincang di tengah rintik hujan.

Cerita cinta anak remaja
Menggauli kidung kasih
Punahkan takut di hati
Terkutuklah jika kita berpisah
Selamanya harus bersama
Buktikan kita bahagia

(Tentang Dia-Melly G. ft Evan Sanders)

***

Halo semua:D gimana part ini? Mengenaskan banget ya? maafkan saya jika terus menerus menyiksa Sivia. Dan Alvin? Ah sama aja sama Gabriel. Sama-sama menyimpan perasaan. Cakka? Arrgg sungguh menjengkelkan!! Ify? Sabar banget dianya kaya aku *PLAKK kalo Rio? Jawab sendiri deh._. Anyway, mohon maaf lahir batin yaa readers:) selamat menjalankan ibadah puasaaa. saya banyak salah dengan kalian.. hahaha keep comment and like CK yaa.. kalo gamau notif nya banyak, mampir ke wall saya aja yaa *berharap*
see you semuaa:*

Twitter-@Resaechaa
Blog-resaechaa.blogspot.com

Tidak ada komentar: