Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 01 Agustus 2011

"CINTA KEDUA" PART 12

Gue balik nih, bentar doang kan vakumnya? Haha-_- happy reading!!


***
Seorang laki-laki muda berparas tampan, menuruni tangga pesawat dengan senyum sumringah. Ia merindukan Jakarta. Ia merindukan sahabat-sahabatnya, guru-gurunya, teman-temannya dan, ia juga amat sangat merindukan satu orang special yang selama satu tahun terakhir ini sudah tidak ada kabarnya lagi. Seorang gadis yang mampu memberinya cinta. Seorang gadis yang menurutnya adalah cinta pertama dalam hidupnya. Dan juga sekaligus gadis yang membuat ia tak mampu untuk mencari cinta kedua. Cukup gadis itu yang pertama dan terakhir. Ia masih belum mampu melupakan gadis itu. Sampai saat ini..

‘Sivia.. aku merindukanmu..’

“BUG!!”
“aaww!” Rio mengerang kesakitan. Hampir saja ia marah kalau tidak melihat siapa yang memukul keras lengannya itu.
“Rioo gue kangeeennn.” Teriak salah satu sahabatnya, Gabriel. Terkesan lebay memang.
“ah gila sakit Yel! Kangen sih kangen, tapi gak gini juga dong caranya!” Rio mengusap-usap lengannya pelan. Ternyata Gabriel, sahabatnya yang jahil tapi sangat pintar dalam menyembunyikan perasaan.
“Elah makanya Yo, lo banyak makan dong! Masa di tabok gitu doang lo ngeringis. Haha..” Alvin mengekor di belakang Gabriel. Mereka berdua sebelumnya sudah di beri kabar oleh Rio bahwa ia akan balik ke Jakarta sore ini. Jadilah mereka langsung menjemput Rio di bandara setelah sehari sebelumnya selesai mengatur jalannya acara perkemahan di sekolahnya.

“Tau ah Vin, itu mulu nasehat lo dari dulu yang gue denger. Banyak makan dong Yo, banyak ini dong Yo, banyak itu dong Yo, aaahh cape gue.” eluh Rio sambil berusaha mengikuti cara berbicara Alvin tadi. Memang Alvin perhatian kepada siapapun yang dekat dengannya. Itulah salah satu sifat yang disuka Rio dari Alvin.

“Hahaha lo bisa aja Yo, eh? Ngomong-ngomong, ini barang-barang lo semua? Banyak amat Yo? Buset dah.” Alvin memperhatikan koper-koper yang ditaruh di keranjang koper yang dibawa Rio sedari tadi. Ada 3 koper kecil, 4 koper sedang, dan 2 koper besar. Alvin dan Gabriel geleng-geleng kepala. Gak salah tuh? Fikirnya..

“Ini bukan koper gue aja kali. Ada Ka Angel juga yang..--“
“--What?? Angel? Angel yang penyanyi itu Yo?” potong Gabriel cepat.
“Yang suaranya ngalah-ngalahin Celine Dion, Yo?” koor Alvin ikut-ikutan.
“Ahelah iya itu. Udah deh kalian jangan suka sama kakak gue ya. Ka Angel lagi pacaran noh di café situ sama cowoknya.” Rio menunjuk sebuah café di dekat situ. Gabriel dan Alvin dengan cepat melihat arah tunjukkan Rio.

“Oh udah punya cowok toh..” ujar Alvin.
“Emang kenapa kalo belum punya cowo? Lo naksir Vin?” Tanya Rio.
“Ya enggaklah. Gue kan udah punya taksiran sendiri.” Ucapnya. Sadar atau tidak, Rio dan Gabriel mengerutkan keningnya dan menaikkan sebelah alis mereka untuk menggoda Alvin. Alvin yang sadar atas omongannya merasa agak sedikit salting. Bisa-bisanya ia berbicara seperti itu.
“Ciee abang Alvin sudah punya inceran tooh, siapa Vin? Ah lo gak mau cerita Vin. Jelek lo ah!” Gabriel memukul pundak Alvin. Alvin memang orang yang sedikit tertutup kalau soal cinta. Tak jauh berbeda dengan Rio. Buktinya, semua masalah cintanya dengan Sivia, tersimpan rapat dalam kotak memori masa lalunya. Tak ada satupun yang mengetahuinya kecuali Angel kakaknya.

“Udah ah ntaran aja gue cerita kalo udah jadi.” Ucap Alvin yang dilanjutkan oleh aksi manyun sesaat oleh Gabriel.
“Haha apadeh lo berdua. Eh iya gue baru sadar. Daritadi gue gak ada liat Cakka, kemana tu bocah? Pas gue sms tadi pagi juga pending.” Rio mengambil handphone nya di kantong celananya. Ia melihat-lihat siapa tahu Cakka sudah membalas pesannya, ternyata..
“Noh masih pending. Dia ganti nomer lagi ya?” Tanya Rio kepada siapapun yang ingin menjawab. Ia bingung kenapa Cakka tidak memberinya kabar apapun.

“Cakka lagi sakit Yo, Gak parah sih cuman demam. Tadi niatnya sebelum jemput Iyel, gue mau jemputin Cakka dulu. Ternyata keluarganya bilang, Cakka masih butuh istirahat total dan gak boleh diganggu.” jelas Alvin yang memang tadi menyempatkan dirinya untuk menjenguk Cakka namun dilarang oleh keluarganya yang seingat Alvin bernama Sivia.

“Yaelah tuh anak, yaudah deh besok kita jengukin dia pas pulang sekolah, kalo hari ini gue capek banget, yuk!” ajakan Rio disetujui anggukan oleh Alvin dan Gabriel. Mereka bertiga mengangkat koper satu persatu ke dalam mobil milik Alvin lalu langsung capcus ke rumah Rio.

***

Sudah dua kali Sivia duduk mengompres kening Cakka dengan air hangat. Kata dokter kemarin, kondisi Cakka tidak terlalu sangat lemah. Hanya saja ia harus dipastikan untuk beristirahat selama dua atau tiga hari penuh. Ray yang sore itu sudah baikan, ikut duduk di samping Sivia. Sivia sudah menceritakan semua yang terjadi pada Cakka tadi pagi. Sivia mengatakan untuk tidak terlalu ikut mencampuri urusan Cakka dengan preman itu. Ia yakin, pasti suatu saat Cakka sendiri yang akan menceritakannya. Sudah cukup ia dan Ray bertanya-tanya perihal masalah itu pagi tadi saat Cakka sedikit membaik.

Ray memijit-mijit betis kakaknya. Cakka sudah tak terlalu pucat seperti kemaren. Panas badannya juga ikut menurun. Lebam-lebam di pelipis dan ujung bibirnya juga sedikit menghilang. Itu akibat Sivia selalu merawatnya seharian nonstop. Ray juga membantu Sivia. Sivia memasakkan makanan kesukaan Cakka dan sekaligus menyuapinya,

“Lo suka makan nasi goreng kan? Nih gue buatin buat lo! Cepetan buka mulut!” perintah Sivia tegas.
“Gue bisa makan sendiri!” ucap Cakka lemah. Ia menggerakkan tangan kanannya untuk mengambil sendok yang dipegang Sivia. “aww” erangnya. Tangannya sakit. Kata dokter kemarin, tangan kanan Cakka sedikit keseleo.
“Mampus lo! Makanya ga usah ngebantah! Aaa--” Sivia memerintahkan Cakka untuk membuka mulut. Cakka yang ga bisa ngapa-ngapain lagi, akhirnya pasrah disuapin Sivia. Sesekali Cakka marah kalau ditertawai oleh Ray. Sivia hanya tersenyum melihat kelakuan kakak beradik ini.

Sivia juga mengompres kening Cakka setiap satu jam sekali, dan lain-lain. Semua Sivia yang mengerjakannya. Tapi tidak untuk tugas mengganti baju Cakka, itu urusan Ray. Gak mungkin kan Sivia yang melakukannya?

Sivia memperhatikan Cakka teduh. Entah mengapa ia teringat akan seseorang lagi yang dahulu selalu mengisi hari-harinya yang sepi.. ‘Kak Rio juga pernah gue rawat kaya gini waktu sakit..” ucapnya dalam hati. 'Kak Rio manja banget waktu sakit..' Sivia tersenyum sendiri jika mengingat-ingat sekilas bayangan masa lalunya. Seperti sekarang. Rio Rio dan Rio. Sivia menyesali. Mengapa ia harus mengingat nama itu terus? Mengapa ia sama sekali tak berniat untuk menghapus nama itu dari hidupnya?

“E..hh?” Cakka mengerjap-ngerjapkan matanya. Ray dan Sivia yang melamun dengan fikirannya masing-masing, kaget melihat Cakka yang sudah bangun. Ia Nampak segar. Sepertinya sudah 80% sehat. Ia mendudukkan dirinya sendiri.

“Kak Cakka? Udah sehat nih? Alhamdulillah Ya Allah..” ucap Ray bersyukur. Dari kemaren tak ada henti-hentinya dia meminta kesembuhan kepada Tuhan untuk kakak semata wayangnya.

“Iya udah. Kalian ngapain sih disini? Udah malem mendingan tidur.” Perintah Cakka cuek. Kepalanya sudah tak seberat kemarin. Tangannya juga sudah sedikit bisa digerakkan. Tapi mungkin kondisi badannya yang masih sedikit lemah.

“Syukur deh kalo lo udah sehat.” Sivia tersenyum manis. Cakka memperhatikan itu. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Cakka ingin berterima kasih pada Sivia. Karena ia sadar, jika tidak ada Sivia, dia tak bisa sembuh secepat ini. Tapi, rasa ego dalam dirinya melawan itu. Tak ada satupun gadis yang patut ia kasihi selain Ibunya. Tak akan ada ucapan terima kasih untuk siapapun kecuali Ibunya. Tak akan!

“Loh? Kok bengong?” Tanya Sivia mengagetkan Cakka. Cakka menggaruk-garuk belakang telinganya. Ia melihat ke arah Sivia. “Ngapain sih lo masih disini? Eh? Ray mana?” Tanya Cakka begitu sadar hanya ada dirinya dan Sivia di ruangan itu saat ini.

“Ray udah gue suruh tidur. Udah jam 10 malem nih. Besok kan dia sekolah.” jelas Sivia sambil merapikan sofa yang ada di kamar Cakka. Cakka mengangguk-angguk tanda mengerti.

“Lah terus? Lo kan besok sekolah juga?” Tanya Cakka yang menyadari bahwa besok hari Senin dimana Sivia sudah mulai bersekolah di sekolah yang sama dengan dirinya dan Ray.
“Iya emang. Tapi, lo kan belom mandi sama belom makan. Masa gue tinggal tidur?” ujarnya. Cakka menghela nafas berat. “Gue udah gede woy! Gak perlu segitunya juga kali! Gue bisa ngurus diri gue sendiri!” Cakka mencoba untuk berdiri dari tempat tidurnya. Memang ia akui badannya masih agak lemah untuk berjalan.

Gedebukk!
“wadohh!” Cakka mengerang kesakitan. Rupanya dia berhasil jatuh (lagi) karena kondisi badannya yang belum seimbang.
“Tuh kan apa gue bilang! Lo emang keras kepala ya! Sok kuat lagi! Sini gue bantu!” Sivia menarik tangan kanan Cakka ke pundaknya, lalu ia bopong Cakka kembali duduk bersandar di tempat tidur.

“Lo batu banget sih, gini deh jadinya. Ada yang sakit gak?” Tanya Sivia sambil mengecek-ngecek tangan dan kaki Cakka. Siapa tahu ada yang lecet.

Cakka benar-benar terkesima. Sekilas gadis ini sama sifatnya dengan Ibunya. Perhatian. Baik. Dan sangat peduli terhadap kesehatan. Ada sedikit rasa bangga yang hinggap pada dirinya. ‘Euh! Nggak! Gue gaboleh duain Bunda. Gak akan ada cewe yang boleh deket sama gue kecuali Bunda! Gak akan!!

“Kalo gak ada yang sakit, sekarang lo makan. Udah jam 10 nih cepet aaaa--“ Sivia membuka mulutnya yang bermaksud untuk menyuruh Cakka juga membuka mulutnya. Cakka diam. Ia memberi tatapan tajam kepada Sivia. Sivia yang diliatin sih santai-santai aja. Udah sering mah dia dapet tatapan kaya gitu dari Cakka.

“Aduh cepetan dong buka mulut lo! Makan aja susah banget!”
Cakka tetap diam. Tatapannya semakin tajam. ‘Tenang Bun, Cakka gak bakalan gantiin posisi Bunda dihati Cakka.’
“Eh, makan dong cepetan..” suara perintah Sivia semakin pelan. Sedikit takut juga melihat mata Cakka.
Tiba-tiba, PRANGG!!
Tanpa diduga-duga piring yang dipegang Sivia, di banting oleh Cakka. Sivia berdiri terkesiap. Mata Cakka begitu merah padam. “Lo ngapain sih masih disini! Keluaaar!! Gue bisa ngelakuin semuanya sendiri!!” amuk Cakka. Ia tak tahu juga dapat ilham darimana hingga mampu untuk melawan gadis yang ada di hadapannya ini.

“Kak..” Sivia ketakutan. Ia bingung apa yang terjadi terhadap Cakka.
“Keluaaarrr!!” perintah Cakka keras. Tanpa babibu lagi, Sivia langsung berlari meninggalkan Cakka yang sedang mengamuk.

***


“Gak tau pah, Ray juga takut ngadepinnya.” Ray menelfon ayahnya setelah sadar kelakuan Cakka sudah diambang batas kewajaran. Ia sudah mendengar semua cerita yang Sivia alami beberapa jam yang lalu.
“Hmm.. papah harus bagaimana Ray? Sivia mana?” Tanya Pak Darmawan via telfon. Saat ini memang dirinya masih berada di luar negeri. Bukannya tidak mau mengurus anaknya, tapi ia harus berkerja. Itu merupakan kewajibannya juga sebagai seorang single parent. Maka dari itu ia menitipkan dua anaknya kepada gadis yang menurutnya memang pantas untuk menjagai anak-anaknya selama dirinya tak bisa menjaga anak-anaknya untuk sementara.

“Emm..” Ray mengintip sedikit ke kamar Cakka. Ia mencari-cari sosok Sivia. “Kak Sivia lagi beresin pecahan belingnya pah.. tadi Kak Sivia ketakutan banget, tapi tiba-tiba dia berani tuh masuk ke kamarnya Kak Cakka.” jawab Ray.

Pak Darmawan menghela nafas berat. Ia tak mengerti juga mengapa Cakka bisa seperti itu. “Papah percaya Sivia bisa mengatasinya Ray. Papah tahu sifat mereka berdua. Sama-sama keras kepala. Tapi, setelah papah lihat, Sivia bisa melunakkan hati Cakka yang euh papah juga tidak mengerti mengapa kakakmu itu bisa seperti itu nak..” Pak Darmawan beragumen. Jika ia tak percaya pada Sivia, ia tak akan menyuruhnya untuk menjaga anak-anaknya.

“Iya deh pah, nanti Ray telfon lagi yaa. Assalamualaikum.” Ray menutup telfonnya lalu bergegas masuk ke kamar Cakka untuk menyusul Sivia.

“Kak Cakka lagi mandi ya kak?”
“Ray? Iya. Eh mm Bantuin kakak beresin belingnya ya Ray. Bahaya kalo terinjak kakakmu. Tapi cepetan ya sebelum kakakmu keluar dari kamar mandi.” Ujar Sivia. Ray mengangguk lalu membantu membereskannya. Ray melihat tangan Sivia yang berdarah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

‘Kak, kak, lo baik banget sama gue sama Kak Cakka! Gue janji bakal jagain lo balik kalo lo lagi susah! Gue janji kak!’ Ray tersenyum pedih. Disaat ada seseorang yang bisa menggantikan peran Ibunya seperti ini, mengapa kakaknya sama sekali tidak bisa menerima dan bersyukur? Gila! Bodoh!

“Ray buruan keluar, kayaknya kakak kamu sudah selesai mandi! Ayo!” Sivia menarik tangan Ray berdiri. Ray nurut-nurut aja. Cakka mungkin sedang labil. ‘Bener apa kata bokap, Kak Sivia bisa diandelin. Gue yakin!’ ujarnya mantap dalam hati. ‘Gue percaya Kak Sivia bisa ngerubah sifat kak Cakka. Dengan ketulusan tentunya. Iya gue yakin! Cepat atau lambat, kakak gue pasti balik! Semoga.’

***
Haaah gue balik lagi. Cepet kan? Huehehehe Cakka galak amat yah-_- buas banget dia disini haha-_- eh eh ada rionya kan? Haha mulai part ini Rionya muncul terus kok(?) sesuai janji gue hehe.. yang belum baca part sebelumnya, cek di notes gue aja yaa, oiya, comment dong supaya gue tau dimana kurangnya cerbung gue. Like nya sekalian hihi. Thanks before, semoga kalian semua suka yaa, keep wait CK part 13 bubaay:)

Follow @Resaechaa - Trims

Tidak ada komentar: