Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 01 Agustus 2011

"CINTA KEDUA" PART 11

Sekian lama gue vakum akhirnya balik nih bawa CK part 11 haha, yang lupa sama ceritanya, baca aja lagi ya part 10 nya, atau dari awal lagi aja bacanya wkwk piss. Yaudin bacot mulu nih gue, cekidot dulu yaa yuk mariii:)

***

Ray merasa kepalanya semakin berat. Pandangannya sedikit buram. Dari kejauhan ia melihat sekilas perempuan yang dikaguminya sedang berlari ke arahnya sambil meneriakkan namanya.
“Raaay, Raay, lo ngapain duduk disitu? Tanyanya. “Kita disuruh kumpul nih sama kak Alvin!” samar-samar Ray mendengar suara gadis pujaannya, Acha.

Sesak. Nafasnya tercekat. Haruskah dia menahan perasaan yang baru saja tumbuh untuk Acha? Haruskah dia benar-benar mengalah pada perasaannya? Haruskah dia merelakan Acha untuk Alvin, sahabat kakaknya? Aaarrggghh.. Rasanya ia tak mampu. Sama sekali tak mampu.

“Ayo berdiri Ray!” Acha telah sampai di hadapan Ray. Dia mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Ray berdiri. Tapi tak ada tanggapan dari Ray. Ray menundukkan kepalanya.
“Lo kenapa Ray?” Acha mengikuti Ray yang terduduk di tanah. Ia duduk tepat di samping Ray.

“Lo kenapa sih Ray? Gak biasanya lo muram gini?”
“…” Masih tak ada jawaban juga dari Ray. Wajahnya tertutup rambut gondrongnya, sehingga Acha tak bisa terlalu jelas melihatnya.
“Raaaay jawab doong” Acha merasa bingung. Mengapa Ray terlihat beda hari ini? Apa ada yang salah?

Tak biasanya Ray seperti ini. Yah walaupun baru seminggu mereka berdua berkenalan, tetapi Acha sangat tau satu sifat yang begitu menonjol dari Ray. Ceria. Yah Ray merupakan anak yang sangat ceria menurut penilaian Acha. Tapi sekarang? Ada apa dengan Ray? Mengapa ia begitu muram?

“Raaay lo kenapa sih?” Acha mengguncangkan tubuh Ray pelan, tiba-tiba “AAAAA KAK ALVIINN TOLOONG!!” Acha berteriak sekenanya. Ia kaget bukan main melihat Ray pingsan. Oh Ray-_-


***


“Telfon dari siapa tadi tuh?” Tanya Sivia sambil membantu Cakka berdiri.
“Dari Ray. Ayo buru gue cape nih ngantuk pengen pulang!” Cakka berjalan ke arah motornya sambil dibantu oleh Sivia. Ia masih merasa sedikit pusing. Mungkin efek dari bogeman preman-preman tadi.
“Ray? Dia baik-baik aja gak disana? Dia ngapain aja? Dia udah makan belom? Dia..---“
“---Woyy bisa diam gak sih? Gue pusing nih!! Lo ribut banget sih Siv!!” Cakka meremas pelan kepalanya lalu memakai helmnya.
“Lo kenapa megangin kepala lo?” Tanya Sivia waktu baru berada di atas motor Cakka.
“Pusing!”
“Sakit banget ya?”
“Iya! Buru cepet naik! Gue udah gak tahan nih!”
“Hah? Gak tahan apa?”
“Gak tahan pengen nyium lo!”
“HAH??” Sivia melotot. Cakka bisa melihat raut muka Sivia dari kaca spion motornya. Ia sedikit tersenyum.
“Lo tuhh ya.. AAAAA”
Belum sempat Sivia menyelesaikan kalimatnya, Cakka sudah menginjak pedal gas motornya dengan kaget. Lalu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. ‘Hahaha Sivia Sivia emang enak gue kerjain!’ Batin Cakka.

Skip --- Sesampainya di rumah ---

“Eh? Kok gak sekalian anterin gue ke sekolahnya Ray dulu aja sih?” Tanya Sivia setelah mereka sampai di garasi rumah Cakka. Rambut Sivia acak-acakan. Tadi kan perginya gak pake helm. Jadi aja deh tuh rambut kaya nenek lampir hiii.

“Tujuan gue kan ke rumah! Bukan ke sekolah! Ngerti lo? Kalo lo mau ke sekolah, ya pergi aja sendiri! Repot banget sih!” Cakka mengomel sambil berjalan cepat meninggalkan Sivia ke arah kamarnya di lantai dua. Dengan susah payah ia berjalan sendiri tanpa bantuan Sivia.

“Perlu bantuan gak?” Tanya Sivia. Khawatir juga dia. Takut kalau Cakka jatuh lagi untuk yang ketiga kalinya hari ini. “Gak!” responnya singkat.

Sivia melihat Cakka sudah di berada di tempat tidur. Cakka berbaring di tempat tidurnya. Entah mengapa, keadaannya saat ini semakin memburuk. Badannya terasa sakit semua. Mungkin efek dari berkelahi tadi pagi.

“Kak, kalo gitu gue mau ke sekolah Ray dulu. Gue pergi ya.” Pamit Sivia di balik pintu kamar Cakka. Cakka mendengarnya. Namun tak berkomentar sedikit pun. Ia ingin beristirahat penuh hari ini. Tak ingin diganggu.

Sivia menuruni tangga. Ia ingin menyusul Ray ke sekolah karena sudah berjanji akan menemani Ray untuk acara perkemahan yang di adakan oleh SMA Putra Bangsa. Ia akan meminta mang Akmal, supir lainnya untuk mengantarkannya ke sekolah Ray. Sesampainya di depan pintu rumah, Sivia kaget bukan main. Pintu itu terbuka sebelum ia yang membukanya. Lalu ia melihat pemandangan yang tak mengenakan.

“Subhanallah? Ray? Ray kenapa? Ada apa ini?” Sivia kelimpungan. Ia melihat Ray di gendong oleh seorang laki-laki putih yang euh ia tak kenal. Laki-laki itu diam sejenak melihat Sivia. Lalu ia tersadar kembali mengingat Ray yang masih berada di punggungnya.

“Mm, tolong buka pintu ini cepetan!” perintah laki-laki itu setelah sampai di sebuah kamar yang paling dekat.
“Iya-iya bentar” Sivia menurut lalu mereka masuk ke kamar itu. Kamar Sivia. ‘Ada apa lagi dengan Ray? Ya Tuhaan gue emang bener-bener gak becus banget jagain dua anak laki-laki ini huuhf’ batin Sivia sedih. Tadi Cakka, sekarang Ray. Baru beberapa hari Sivia di rumah itu, sudah mendapatkan kejadian tak mengenakan. Gimana nanti tiga bulan? Oh Tuhan..

“Ray kenapa ya?” Tanya Sivia sambil menyelimuti tubuh Ray setelah sebelumnya laki-laki itu merebahkan Ray di atas tempat tidur.
“Ehm, gini, tadi adik gue nemuin dia pingsan di lapangan. Mungkin dehidrasi. Gue gak tau harus gimana, jadi gue bawa pulang kesini aja.” Jelasnya singkat. Tapi cukup untuk membuat Sivia mengerti.

Sivia manggut-manggut. Ia melihat wajah Ray yang lumayan pucat. Mungkin benar apa kata laki-laki ini bahwa Ray sedang mengalami dehidrasi. Kasihan Ray.

Mereka berdua keluar dari kamar itu dan membiarkan Ray yang sedang istirahat.

“Ohiya, Lo siapa? Kok ada dirumah ini? Setau gue Ray gak punya saudara lagi selain Cakka.” Kata laki-laki itu tiba-tiba. Sivia kaget sendiri. Apa yang harus ia katakan? Pembantu? Oh No!! mana mungkin dia percaya. Saudara? Apalagi!

“Gue.. emm.. Gue siapa? ohiya! Gue keluarga jauh. Iya bener gue keluarga jauhnya Ray.” Sivia terlihat kikuk. Laki-laki itu menyadarinya namun tak terlalu menggubris.

“Lo sendiri siapa? Kok tau rumahnya Ray?” Sivia mencoba menetralkan suasana agar ia tak terlihat panik.
“Gue? Gue Alvin. Gue sahabatnya Cakka.”

Alvin. Yah Alvin yang membawa Ray pulang setelah mendengar teriakan Acha tadi di sekolah. Begitu paniknya mereka melihat Ray yang baru beberapa menit yang lalu terlihat ceria, tiba-tiba berada di dalam kondisi mengenaskan seperti itu. Tanpa pikir panjang, langsung saja Alvin mengantar Ray pulang.

“Ohh gitu, makasih ya. Maaf loh udah repot-repot anterin Ray.” Sivia tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya untuk meminta maaf. Alvin juga ikut tersenyum membalas senyuman Sivia. Mereka berjabat tangan. Lalu Sivia menarik tangannya kembali.

“Gue balik ke sekolah dulu ya? Paling bentar lagi Ray sadar kok. Tungguin aja.” Nasehat Alvin, lalu ia tersenyum lagi untuk Sivia dan akhirnya pergi keluar rumah Ray untuk kembali lagi ke sekolah memimpin jalannya acara perkemahan.

***

“Hahaha, Kak Iyel? Balik yok! Udah jam berapa nih ntar kita diomelin sama singa.”
“Singa? Siapa singa Shill?”
“Kak Alvin lah hahaha kalo marah kan kayak singa hahaha..”
“Hahaha yaudin, ayok kita balik!”

Shilla dan Gabriel. Mereka berdua balik ke sekolah setelah sebelumnya bermain di permainan yang ada di mall dekat mereka makan siang dan membeli gelas plastik tadi. Shilla yang mengajaknya. Gabriel sih nurut-nurut aja. Selama membuat perasaan gadisnya tenang, ia akan melakukan apa saja deminya. Seperti tadi itu. Mengantar Shilla bermain. Biasanya Shilla sering ke tempat itu bersama Cakka. Namun? Kini sudah tak bisa. Cakka sudah memutuskan hubungan keduanya secara sepihak. Entah apa yang membuat Cakka begitu. Mungkin ia sudah terlanjur bosan dengan Shilla. Atau? Ada masalah lain? Hanya Cakka yang tau jawabannya.

“Sampaaai.” Teriak Gabriel saat mereka sudah sampai di tempat parkiran motor SMA Putra Bangsa. Namun tak ada jawaban dari Shilla. Apa yang sedang dilakukan Shilla?
“Shill? Udah sampai nih.” Gabriel menoleh ke arah Shilla di belakang. Shilla melamun. Itu sebabnya dia tak menghiraukan perkataan Gabriel. ‘Pasti Cakka! Aarggh kenapa sih lo Cak enak banget mainin perasaan cewe yang gue sayang!!’ erangnya dalam hati.

“Shill! Udah nyampe nih!” Gabriel mendorong pundak Shilla pelan. Namun Shilla tetap tak bergeming. Gabriel tak kehilangan akal. Terlintas ide jahil di kepalanya.

“SEMUT TERBANG SEMUT TERBANG WOOY ADA SEMUT TERBANG CEPET LARIII”
“AAAA TOLONG TOLOONNG”

Gabriel cengo. Shilla memeluk dirinya dari belakang. Hening. Sedetik kemudian Gabriel tertawa terbahak. Shilla yang tersadar dari ke-bodoh-annya itupun langsung turun dari motor Gabriel.

“Kak Iyel sialaaannn!” Shilla manyun. Itu membuat Gabriel kembali tertawa. Melihat Gabriel tertawa, Shilla pun ikut tertawa. (yaelaah-_-)

“Shill Shill! Lo lucu banget hahaha.” Gabriel tertawa renyah. Dalam hatinya sangat senang bisa sedikit mengibur Shilla. Membuatnya tertawa merupakan tugas wajib Gabriel.
“Aah elo ah kak malu nih gue haha..”
“Haha udah udah yok kita masuk ke dalam.” Ajak Gabriel yang masih sedikit tertawa.
“Ayuk kak haha..”

***

Sivia sibuk membuatkan bubur untuk Cakka dan Ray dibantu dengan Bi Inem. Dengan telaten ia mengerjakan semuanya. Setelah setengah jam selesai, ia mengantarkan satu mangkuk bubur ke kamar Ray. Ia memilih memberi makan Ray terlebih dahulu.

“Eh? Ray udah bangun?” ucapnya pas sekali. Ketika ia membuka pintu kamarnya, Ray sudah terlihat mengerjap-erjapkan matanya.
“Kak Sivia? Kok Ray disini ya? Ray kenapa?” tanyanya sedih. Ray masih mecoba mengingat-ingat apa yang terjadi kepadanya beberapa waktu lalu.

“Tadi kamu pingsan Ray. Laki-laki bernama Alvin yang mengantarmu kesini. Buka mulutnya cepet nih makan dulu buburnya. Buatan kak Sivia nih hehe..” Ray menurut. Ia terlihat lelah. Padahal di sekolah belum ngapa-ngapain.

“Ray kenapa bisa pingsan? Kecapean ya? Cerita dong sama kakak?” anjur Sivia sambil pelan-pelan menyuapi Ray.
“Hah? Hehe ndapapa kak. Ray tadi pusing nda kuat lagi jadinya pingsan deh hehe.” Ray berbohong. Ia belum yakin akan menceritakan masalahnya kepada Sivia. Bukannya tak percaya, tetapi ia malu menceritakannya kepada orang. Masa iya cuman cemburu sama cewe aja pingsan? Gak banget deh.

“Ray kalo ada apa-apa cerita aja ke Kakak ya. Jangan malu-malu.” Nasehat Sivia. Ray tersenyum. Sivia sangat baik. Dia memang sosok pengganti Ibunya. Maka dari itu Ray dengan cepat menyayangi Sivia seperti Ibunya sendiri.

“Nah habis deh, mau nambah Ray?” tawar Sivia ramah. Ia sudah berjanji akan merawat Ray dan Cakka dengan sabar dan tulus. Seperti janjinya kepada Bu Ira.
“Nggak deh kak, ntaran aja, Ray mau istirahat lagi.”
“Oh iyadeh kalau gitu. Kalau butuh apa-apa, panggil Kak Sivia aja ya Ray. Kak Sivia mau urusin kakakmu dulu.” Ujarnya lalu hendak pergi meninggalkan Ray untuk beristirahat.

“Kak Sivia? Kak Cakka kenapa emang? Kok diurus juga?” Tanya Ray. Ia memang tak tahu apa yang terjadi dengan Cakka.
“Nanti aja deh kakak certain. Kak Cakka baik-baik aja kok.” Sivia menolak untuk menceritakan perihal Cakka sekarang. Ia ingin Ray beristirahat dulu untuk hari ini. Jika sudah sehat, Sivia baru akan menceritakan pada Ray. Takut menambah beban Ray.

“Yaudah deh kak.” Ray tersenyum lalu merebahkan dirinya lagi.

Sivia kembali kedapur untuk mengambil semangkuk bubur sekalian handuk kecil dan air hangat untuk mengompres Cakka. Setelah itu ia langsung pergi ke kamar Cakka.

Cekreek.. Sivia membuka pintu. Cakka terlihat terbaring lemah. Sivia melihat wajah Cakka yang lebih pucat ketimbang Ray.
“Hey? Kak bangun! Makan dulu nih.” Ujarnya. Cakka membuka matanya pelan. Sivia megarahkan tangannya untuk menyentuh kening Cakka.
“Subahallah? Ini sih panas banget! Bi Ineeem! Tolong telfon dokter cepetaan! Kak Cakka badannya panas bangeet!” teriak Sivia dari kamar Cakka.
“Baik Nooon!” Bi Inem teriak juga dari bawah.

“Tunggu bentar ya, gue ambilin selimut sama jaket lo dulu.” Belum sempat Sivia beranjak, tangan lemah Cakka menahan tangan Sivia untuk tidak pergi meninggalkannya.
“Ja..ngan per..gi Bun..daa”

Sivia merasa miris. Ia tahu sekali bagaimana perasaan rindu terhadap orangtua. Apalagi Ibu. Oh Tuhan..
“Iya gue gak pergi kok kak, tunggu dokter bentar yaa.” Sivia menampung air matanya. Tiba-tiba ia juga teringat akan bundanya. Ia tahu betul bagaimana perasaan Cakka sekarang. Ia berjanji pada Tuhan untuk menemani Cakka dan Ray selama mereka masih membutuhkan kehadiran Sivia. Yah sivia berjanji dalam hatinya.

***

Taraa gue balik setelah satu tahun gue gaada kabar (?) hehe maaf banget yah gue lamaa banget baru lanjutin ini. Emang masih ada yang baca? Hahaha Soalnya lagi gak mood banget. (Gak mood kok sampe setahun wkwk) Yang nda kena tag, maaf banget yah . lain kali pasti bisa! yaudah deh, tinggalin jejak kalian yaaa like or comment please guys:)

Follow me on twitter @Resaechaa , Mention aja pasti gue followback

Tidak ada komentar: