Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 01 Agustus 2011

"CINTA KEDUA" PART 8

Come back with me.
Lama ya? maaf deh. Kalau lupa part 8, klik disini aja dulu--> http://idolaciliklovers.ning.com/profiles/blogs/cinta-kedua-part-7-ada-apa

Kalo udah baru baca yang dibawah..
Let’s check it out my story now.



***

Cakka melajukan motornya hingga kecepatan 80 km/jam. Sivia memegang kuat jaket Cakka. Ia tak tahu kemana sebenarnya arah tujuan Cakka.
Sudah hampir lima belas menit mereka di perjalanan, tapi, tempat yang dituju Cakka belum juga terlihat.

“ini mau kemana sih?” Sivia berteriak di belakang Cakka.
Mendengar teriakan Sivia, Cakka membuka sedikit helm-nya. “bawel amat sih. Diam aja disitu.”
Sivia hanya bisa bedecak kesal. Apa lagi yang akan dilakukan Cakka hari ini coba? Salah satu jalan keluarnya hanya pasrah. Batin Sivia.


***

Di SMA Putra Bangsa, Gabriel, Alvin, serta pengurus OSIS lainnya mengatur jalannya acara persami. Ada yang nyiapin tenda, ada yang buat makanan, bersihin lapangan, pokoknya serba ribet deh. Kenapa acara kemahnya di sekolah? Karena para dewan guru tidak setuju kalau acara kemahnya di hutan-hutan. Bahaya bukan? Nah, mendingan di sekolah aja. Aman dan tentram kan?

“si Cakka mana sih nih? Daritadi kaga nongol-nongol.” Gabriel berdecak kesal menanti kehadiran Cakka.
Ia berjalan bolak-balik ke kiri dan ke kanan. Pusing dia.
“udah coba lu telpon Yel?” tanya Alvin sambil mendirikan tenda untuk dirinya dan pengurus OSIS lainnya. Sebenarnya Alvin capek juga melihat Gabriel mondar-mandir gak karuan gitu. Bukannya bantuin diriin tenda. Malah mondar-mandir gak jelas.

“udah gue coba Vin. Tapi gak diangkat-angkat sama si Cakka.” Gabriel duduk di tanah. Ia merasa putus asa. Gak biasanya si Cakka telat tapi gak ngasih kabar.

“kenapa gak lu coba tanya adeknya? Gue liat tadi dia ikut persami kok.” Alvin celingak-celinguk mencari adiknya Cakka. “noh! Tu disana noh!” Alvin menunjuk ke arah dimana Ray sedang tertawa bersama temannya sambil membangun tenda.
“oh iya. Kenapa gak daritadi coba. Loading juga.” Gabriel berdiri semangat.
“yah elo yang loading! Bukan gue!” Alvin tak terima dengan umpatan Gabriel. “udah sana samperin.” Alvin mendorong bahu Gabriel pelan.
“iya.iya.”

***

Gabriel berjalan menghampiri tenda Ray. Ia tak hanya melihat Ray, tapi ada juga adiknya Alvin disana. Juga satu bocah laki-laki yang tingginya kurang lebih sama seperti Ray. Dan satu bocah perempuan yang juga belum ia kenali.

“Ray, kakak lo kemana? Gak datang? Telat? Sakit? Atau malas?” Gabriel sudah berada di belakang Ray saat ini. Bertubi-tubi pertanyaan ia lontarkan kepada Ray.

Melihat kedatangan Gabriel ke arah mereka, Ray, Acha, Ozy dan Nova menghentikan kegiatannya sejenak. Mereka berdiri tepat di hadapan Gabriel.

Ray menatap Gabriel. Tatapan bingung sebenarnya. Ia melihat arloji yang melingkar di tangannya. Sudah hampir jam sepuluh ini, tapi Cakka dan Sivia tak nampak juga di mata Ray.
“tadi sih katanya ada keperluan sebentar kak.” Ray menjawab dengan kekhawatiran di ujung nadanya.
“keperluan?” Gabriel mengangkat sebelah alisnya. “keperluan apa?”

Ray mengangkat bahu. Tanda tak mengerti juga dengan hal ini. “gak tau kak. Tadi Kak Cakka cuman bilang itu.”
Gabriel menggeleng-geleng pasrah. Sebenarnya ada apa sih dengan Cakka? Akhir-akhir ini jadi sering memendam masalah sendiri. Fikirnya.

“kakak udah telfon Kak Cakka?” Gabriel mengangguk mendengar pertanyaan Ray.
“Terus?”
“gak diangkat.” Ucapnya singkat.
Ray nampak berfikir. Ia teringat pesan Sivia yang menyuruhnya untuk menghubunginya kalau ada apa-apa.
“mm, kak, boleh pinjem handphone-nya sebentar gak?”
“oh, boleh.” Gabriel mengeluarkan handphone dari saku celananya. “nih!” Gabriel menyerahkan handphone-nya kepada Ray.

Ray mengambil handphone itu. Kemudian ia mulai memencet-mencet tombolnya.
Gabriel melirik Ray. Ia bingung melihat Ray menekan nomor handphone yang tak dikenalnya.
“Cakka punya nomor berapa sih?”
“bukan Kak Cakka ini.”
“loh? Terus elo nelfon siapa Ray?” Gabriel mendekati Ray.
“Kak Sivia.” jawab Ray tenang. Kemudian, ia menempelkan handphone Gabriel tepat di telinga sebelah kanannya.

“AAH?? SIVIA ??” Gabriel setengah berteriak. Sementara Ozy menganga lebar.


***

Sivia duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon. Ia dan Cakka baru saja sampai di tempat yang di tuju oleh Cakka. Cakka memarkir motornya tepat di bawah pohon samping bangku panjang yang Sivia duduki. Tasnya ia taruh di bangku bersama Sivia.

“lo tunggu disini aja. Gue cuman sepuluh menit.” Cakka berlalu dari pandangan Sivia. Ia berjalan ke sebuah gang kecil yang sepi.
Sivia cuman manggut-manggut mendengar perintah Cakka. Ia kemudian mengambil handphone miliknya di saku celananya. Melihat layarnya. Tak ada sms. Tak ada panggilan masuk. Ia merasa bosan. Ia mengadahkan pandangan ke seluruh tempat itu.

“sepi banget ya disini.” Ucapnya entah pada siapa. “lagian Kak Cakka ada urusan apa sih ke tempat yang ginian?” Sivia bergidik.
Tiba-tiba, handphone-nya berbunyi. Tanda panggilan masuk.
“eh, eh, nomer siapa nih?” Sivia melihat nomor yang tak dikenalnya di layar handphone-nya. Ia menekan tombol hijau di handphone-nya. Bersedia untuk menerima panggilan itu dan,

“Laah?” Sivia melihat layar handphone-nya berubah menjadi warna putih dan di tengahnya terdapat tulisan – Low Batt ! –
“kok mati sih?” Sivia berdecak kesal mengingat handphone-nya yang belum ia cass tadi malam.


***


“loh? Kok mati ya?” Ray melihat layar handphone Gabriel. Di sana tertulis – No Answer -. “kok gak diangkat sama Kak Sivia ya? padahal tadi sempat nyambung.”

Gabriel yang sedari tadi masih shock mendengar nama Sivia dari mulut Ray langsung meraih handphone itu. “kamu nelfon siapa sih Ray?” Gabriel mengecek handphone-nya.
“loh? Tadi kan Ray udah bilang Kak. Ray nelfon Kak Sivia!”
“emangnya Cakka pergi sama yang namanya Sivia?” Ray mengangguk. “Sivia siapa sih?”
Ray tersenyum. Apa perlu ia menjelaskan tentang Sivia kepada Gabriel?

“Sivia itu.. em, gimana ya jelasinnya?” Ray merasa ragu menceritakannya. “kakak tanya sama Kak Cakka aja deh. Biar lebih jelas.”
Gabriel merasa tak puas mendengar jawaban dari Ray. Entah mengapa, perasaannya mengatakan kalau Sivia yang dimaksud Ray itu adalah Sivia teman dekatnya di panti Bu Ira.

“em, pacarnya Cakka yang baru ya?” Gabriel mencoba menebak-nebak. Ray tertawa mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Gabriel.
“bukan lah. Sivia itu kakak gue.” Ucap Ray.
“elo punya saudara cewek Ray? Kok Cakka gak pernah cerita ke gue ya?” Gabriel memegang dagunya sendiri. Tanda ia sedang berfikir.
Ray mengangkat kedua bahunya.
“hm, yaudah deh. Gue ke Alvin dulu ya. Ntar kalo ada kabar tentang Cakka kasih tau gue ya Ray.” Ucap Gabriel sambil berlalu.
“sip lah!” Ray memperhatikan Gabriel yang semakin lama semakin menjauh dari tempatnya ia berdiri tadi. Ia masih memikirkan Sivia dan Cakka yang entah pergi kemana. Sementara Ozy?
Ia masih sedikit kaget sih, tapi, begitu Ray bilang kalau Sivia itu kakaknya, ia segera menghapus fikiran yang mengatakan kalau Sivia yang dimaksud Ray adalah sepupunya.

“Ray! Ozy! kalau melamun terus, tendanya gak selesai-selesai nih.” keluh Acha. Ia terlihat kesusahan membangun tenda itu dengan Nova.
“iya nih. Kalian bengong mulu!” Nova juga ikut mengumpat Ray dan Ozy yang bingung dengan fikiran mereka masing-masing.

***


Sivia menghela nafas panjang. Ia merasa pasrah melihat handphone-nya tak bernyawa. Ia merasa bosan. Tanpa pikir panjang, ia membuka tas ranselnya lalu mengambil i-pod dari dalamnya.
Ia sedikit tersenyum melihat benda itu. “untung bawa ini.” Ucapnya senang.

Kemudian ia menempelkan ear phone ke masing-masing telinganya. Lalu memilih lagu yang pas dengan suasana hatinya saat ini. Ia memejamkan kedua matanya. Mencoba menjiwai dan menghayati lagu yang sedang di dengarnya.

Kurindu disayangi sepenuh hati
Sedalam cintaku setulus hatiku
Ku ingin dimiliki kekasih hati
Tanpa air mata tanpa kesalahan

Sivia ikut menyanyi bersama suara yang di dengarnya dari ear phone. Sekilas wajah Rio dan Ify kembali terngiang di kepalanya. Kedua wajah itu melayang-layang di fikirannya.

Bukan cinta yang melukai diriku
Dan meninggalkan hidupku lagi

Ia tak tahu bagaimana keadaan Rio sekarang. Bagaimana pula dengan Ify? Apa mereka bisa bersatu? Atau pengorbanannya hanya sia-sia? Ia tak tahu. Ia hanya menuruti perintah tantenya. Tante Jessica yang begitu membencinya tanpa alasan yang jelas.

Tolonglah aku dari kehampaan ini
Selamatkan cintaku dari hancurnya hatiku
Hempaskan kesendirian yang tak pernah berakhir


***

“gimana Yel?”
“gak ada Vin.” Gabriel duduk di samping Alvin yang bersandar di bawah pohon karena kelelahan membangun tenda tadi.
“maksud lu?”
“ya gak ada. Ray juga gak tau kemana Cakka pergi.”
Alvin menghela nafas panjang. “ya udah. Tunggu aja dulu. Mungkin dia ada urusan penting.” Ucap Alvin.
Ia berusaha untuk tenang dan tak gelisah seperti sahabatnya ini.

Setelah itu hening. Tak ada obrolan disana. Sibuk dengan fikiran masing-masing.
Alvin yang tak suka dengan situasi itu segera membuka obrolan.
“Yel?”
“hm?” ujar Gabriel tanpa ekspresi.
“lo udah tau belom?”
“apaan?” Gabriel menghadap lurus ke depan. Bersiap mendengarkan informasi dari Alvin.
“tapi jangan kaget ya.”
“iye. Cepet apa’an?”

Alvin menghela nafas panjang lagi. Ia merasa harus memberitahu informasi ini kepada Gabriel.
“Cakka putus sama Shilla, Yel.” Ucapnya dalam satu ejaan nafas.
Gabriel mengarahkan pandangnya ke arah Alvin. Matanya melotot. Mulutnya menganga. Secepat itukah Cakka memutuskan hubungannya dengan Shilla? Orang yang sangat ia sayangi.
“lo serius Vin?”
Alvin mengangguk pasti. “gue harap, lo gak mengambil kesempatan dalam kesempitan Yel. Ingat! Elo masih punya Agni.” Ucapan Alvin serius menggoyahkan hati Gabriel. Memang benar, Gabriel ingin sekali berada di samping Shilla saat ini. Ingin sekali ia menghibur gadis manis itu. Tapi, ia lupa akan gadis yang baru beberapa minggu ini ia jadikan pacar karena pelampiasannya. Agni.

“gue harap elo gak nyakitin Agni, Yel. Dia udah baik banget sama elo. Walaupun dia tau kalau elo macarin dia hanya untuk pelampiasan, dia bersedia menerima itu.” Alvin mengambil jeda. “dia cewek yang baik Yel. Gue harap elo bisa ngertiin situasi ini.”
Gabriel menunduk. Semua yang dikatakan Alvin benar. Tak seharusnya ia pergi meninggalkan Agni yang sudah berbaik hati menjadi pelampiasan cintanya. Terlalu baik untuknya.


***

Bebaskan aku dari keadaan ini
Sempurnakan hidupku dari rapuhnya jiwaku
Adakah seseorang yang melepaskanku
Dari kesepian ini..
Kesepian ini..

“elo kesepian?”
Sivia mendengar seseorang berbicara entah pada siapa. Ia membuka kedua matanya pelan. Kemudian melirik ke sampingnya. Ia mendapati Rio duduk di samping kirinya dengan pandangan lurus ke depan. Tunggu dulu, Rio??
“baru juga pisah lima bulan, udah kesepian aja. Ckckck. ” Rio tertawa kecil. Ia mendengar beberapa bait lagu yang Sivia nyanyikan barusan.

“Kak Rio?” Sivia melongos. Itu membuat manusia disampingnya kembali tertawa.
“aelah. Ia ini gue, Rio. Gak percaya?” Senyum terkembang dibibir Rio. Ia mengarahkan pandangnya ke Sivia.

Sivia melepas ear phone dari telinganya. Kemudian memasukkan i-pod nya ke dalam tas tanpa memalingkan wajah dari orang yang ada di sampingnya saat ini. Apa benar ini Kak Rio? Atau?

***

Gimana? Pendek ya? Gaje? Emang!
Gue baru sih di dunia penulis.
Jadi, Mohon dimaklumi ya.
Maaf yang sebesar-besarnya gue ucpkan. Soalx cerbung ini jauh bgt dri kata sempurna.
Jadi, thanks bgt buat yg udah setia jdi pmbaca cerbung ini.
Keep waiting ---> CINTA KEDUA part 9.
Oiya, belum ketahuan ya Cakka bawa Sivia kemana. Tunggu aja deh.

Add fb gue ya. “ Resa Echa Ariani”
See you :)

-Echa-


http://idolaciliklovers.ning.com/forum/categories/cerita-idola-cilik/listForCategory?sort=mostRecentDiscussions

Tidak ada komentar: