Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 01 Agustus 2011

"CINTA KEDUA" PART 9

Hola. Balik lagi bareng gue di CK part 9.
Masih setia menunggu?
Yaudah deh. Thanks buat yang baca dan comment. Kalau lupa, cek part 8 nya dulu yaa.
Selamat menikmati…


***


“Kak Rio?” Sivia melongos. Kaget bukan main. Itu membuat manusia disampingnya kembali tertawa.
“aelah. Ia ini aku Vi, Rio. Gak percaya ya?” Senyum terkembang dibibir Rio. Ia mengarahkan pandangnya ke Sivia.

Sivia melepas ear phone dari telinganya. Kemudian memasukkan i-pod nya ke dalam tas tanpa memalingkan wajah dari orang yang ada di sampingnya saat ini. Apa benar ini Kak Rio? Atau?

“aku kangen Vi.” Ucapnya tiba-tiba. Ia menatap lekat-lekat mata Sivia.
Sivia tak tahan melihat kembali wajah manis yang selalu menemaninya waktu dulu. Ingin sekali terus berada di sampingnya sampai waktu berhenti.
“aku..” Sivia menahan air mata yang bekumpul di pelupuk matanya. “aku juga kangen kakak. Kangen banget malah.”

Rio memeluk Sivia. Hangat. Pelukan yang sudah lama tak dirasakan oleh Sivia. Untuk beberapa saat, mereka berdua hanyut dalam suasana.

***

“Alvin !” panggil seseorang dari kejauhan. Ia berlari kecil menghampiri Alvin. Begitu manis dan cantik.
Tapi, paras cantiknya sedikit hilang karena pemandangan kedua matanya yang sedikit bengkak. Mungkin akibat kebanyakan menangis. Wajahnya juga sedikit pucat.

“Vin, gue izin mau beli gelas plastik di toko grosir ya. Soalnya gelas plastiknya gak cukup tuh.” Kata anak itu setelah sampai di hadapan Alvin.
Alvin dan Gabriel berdiri dari istirahat mereka. Mereka menepuk-nepuk membersihkan celananya yang sedikit kotor akibat duduk di tanah tadi.

“mm, oke. Tapi, lo pergi sama siapa? Naik apa?” Alvin terlihat khawatir dengan sepupunya ini. Shilla, yang baru saja mengalami patah hati dengan Cakka, sahabatnya sendiri.

“gue naik motor. Sendirian aja sih.” Katanya enteng.
Alvin melotot. Bisa-bisanya anak itu pergi sendirian dengan keadaan seperti ini. Naik motor pula.

“gak! Kalau sendirian aja gue gak bakal ijinin.” Alvin membuang muka. Jelas ia menolak permintaan Shilla tadi.
Shilla menghela nafas panjang. “yah elo Vin. Trus gue sama siapa dong? Elo kan gak mungkin nemenin gue. Lo harus jagain anak-anak kan?”

Alvin mengangguk pelan. Ia terlihat berfikir.
“mending elo sama Iyel aja. Dia lagi gak ngapa-ngapain kok. Ya kan Yel?”
Gabriel kaget mendengar ucapan Alvin. Baru beberapa menit yang lalu Alvin menasehatinya agar tidak mendekati Shilla dulu, ee, ini malah sebaliknya.

“oh, ya udah deh. Lo mau kak?” Shilla berharap Gabriel menemaninya. Karena salah satu niatnya bukan hanya untuk membeli gelas plastik, tapi, juga mau nyari angin supaya gak nangis terus kalo-kalo inget Cakka.

“eem, gimana ya?” Gabriel sok-sok cuek. Dia bingung dengan jalan fikiran Alvin. Apa sih sebenarnya maksud Alvin?
“udah Yel! Lo pergi temenin Shilla sono!” kata Alvin.
Gabriel menatap Alvin sebentar. Kemudian dilihatnya Alvin mengangguk pelan. “ya udah deh kalo lo maksa Vin. Yuk Shil.”

Gabriel pun pergi bersama Shilla ke parkiran motor. Dimana ada motor Gabriel nangkring disana. Setelah itu, mereka pun pergi ke tempat tujuan.

***

Cuaca saat ini mendung. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Jedaaaaar! Gluuduuum! --> (ceritanya suara gluduk gitu. Suara Guntur kalo mau ujan)

“aaaaa.” Sivia berteriak sekenanya. Kaget dia. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Suara gluduk tadi begitu keras hingga membangunkan Sivia dari tidur singkatnya. Em, Tunggu dulu. Apa? Tidur? Jadi? Rio?

Sivia membuka matanya. Setelah nyawanya terkumpul semua, ia mencoba merenung.
“hm.. mimpi lagi? Gue mimpiin Kak Rio lagi?” Sivia menghela nafas. Lagi-lagi perasaan rindu itu datang disaat yang tidak tepat. Disaat semua sudah berlalu lama, ia kembali merindukan sosok itu. Entah kenapa, akhir-akhir ini ia sering sekali memimpikan orang-orang yang dulu dekat dengannya.

“apa mungkin ini tandanya--” Sivia nampak berfikir. Ia memegang dagunya dengan tangan kanannya. Bak seorang professor yang sedang serius meneliti percobaannya. “--gue bakal ketemu sama orang-orang itu lagi ya?”

Sivia berdiri dari duduknya. Ia melihat arloji yang melingkar di tangannya. Pukul 10.15 . itu berarti sudah hampir 20 menit ia berada di tempat itu. tapi, Cakka belum juga menampakkan dirinya.

“katanya sepuluh menit! Dasar Kak Cakka! Apa mungkin dia ngerjain gue ya?” Sivia celingak-celinguk mencari batang hidung Cakka, tapi tak ketemu.

“mending gue susul aja deh!” Sivia berjalan ke arah sebuah gang kecil yang Cakka lewati tadi.
Dengan perasaan gusar, ia masuki juga gang itu. Ukurannya sempit. Jalanannya juga becek. Tembok-tembok rumah yang ia lewati pun dihiasi dengan cat-cat pilox yang membentuk sebuah gambar-gambar mengerikan seperti tengkorak, kuburan, dan lain sebagainya.

Sivia bergidik ngeri. Tak pernah ia melihat tempat-tempat ini sebelumnya.
‘ Kak Cakka ada keperluan apa sih ke tempat nyeremin gini? Hiiii.. Serem.. ’ batinnya.

Sivia berjalan dengan hati-hati. Ia tak ingin sepatu yang baru dicucinya kemaren dengan susah payah, akan kotor lagi saat berhadapan dengan tanah becek di depannya.

“gue gak punya waktu banyak. Jadi, elo mesti cepet ambil keputusan.” Kata salah satu suara.

Sivia berhenti melangkah. Ia mendengar beberapa orang sedang berbincang tak jauh darinya. Kemudian ia menoleh ke lapangan di samping kanannya. Ia berjalan mengendap-endap ke arah lapangan itu. Kemudian ia bersembunyi di balik pohon yang lumayan besar.

“gue tunggu satu menit. Lo mesti fikirin ini baik-baik!” kata suara itu lagi.

“Kak Cakka??” bisik Sivia pelan. Betapa kagetnya ia melihat Cakka bersama dua anak laki-laki yang bawaannya seperti preman. Kalungnya besar-besar. Celana jeans-nya robek-robek. Tampangnya sangar. Kedua preman itu duduk di atas tumpukan besi yang lumayan tinggi.

Sementara Cakka berdiri dihadapan mereka. Itu berarti posisi Cakka membelakangi Sivia. Sehingga ia tak akan melihat Sivia mengikutinya secara diam-diam.

Sivia menajamkan kuping untuk mencoba mendengar obrolan tiga manusia itu.

“gimana?” tanya preman satu.
“gue gak bisa Yon!” jawab Cakka.
“lo harus bisa. Lo masih punya utang sama kita. Jadi lo mesti ikutin apa perintah kita.” Kata preman itu.
“gak! Gue tetep gak mau.” Jawab Cakka lantang.
“apa susahnya sih tinggal nurut perintah kita?” preman yang satu lagi turun dari tumpukan besi itu kemudian mendekati Cakka.
“sekali gue bilang nggak ya nggak! Kalian berdua jangan maksa dong! Lagian bukannya utang gue udah lunas ya? jadi gue udah terbebas dari kalian!!” hardik Cakka.

Sivia semakin tak mengerti dengan arah obrolan tiga anak itu. Permasalahannya aja gak ngerti apalagi maksudnya.

“utang duit lo emang lunas. Tapi, lo masih punya utang nyawa sama gue!” jelas preman yang pertama mengikuti temannya turun dari tumpukkan besi berkarat itu.
Cakka terdiam. Ia merasa jengkel dengan dua preman kepala batu di hadapannya ini.
“gue tetep GAK MAU !! Titik!!”
“SIALAN LO!”

BUKK!
Preman yang pertama mendaratkan pukulannya ke wajah Cakka. Sontak Cakka jatuh tersungkur ke tanah. Kemudian preman yang kedua meraih Cakka untuk berdiri. Ia menahan kedua tangan Cakka kebelakang. Preman yang satu bersiap memukulkan bogem kerasnya untuk Cakka.
BUKK!

Sivia terlihat panik. Ia tak berani mendatangi preman itu. Kalau saja ia laki-laki, sudah daritadi ia membantu Cakka melawan preman itu.
“ya tuhan. Kak Cakka.” Sivia melihat kesekelilingnya. Sama sekali tak ada manusia yang lewat di sekitar. Ia hanya bisa pasrah sekarang. Menunggu preman preman itu pergi. Entah kapan.

BUKK!
Darah segar mengalir dari pelipis Cakka. Ia tak bisa melawan karena jumlah duel tak seimbang. Satu lawan dua. Jelas ia kalah.
“gue harap lo berubah fikiran!”
BUKK! Pukulan keras yang terakhir tepat mengenai ujung bibir Cakka.

Cakka limbung. Pandangannya buram. Kepalanya terasa berat.

“Cabut Yon!” teriak salah satu preman itu. Kemudian mereka berdua pergi berlari menjauhi Cakka yang tergeletak lemas.

Setelah keadaan aman, Sivia berlari mendatangi Cakka yang tersungkur di tanah. Ia khawatir jikalau terjadi sesuatu yang tak diduga sebelumnya.

“Kak Cakka? Kak? Bangun kak!” Sivia menepuk pelan kedua pipi Cakka.
“Si..vi..a..?” ucapnya terbata. Setelah itu pandangan Cakka hitam. Ia merasa pusing. Dan akhirnya, pingsan.
“Kak Cakkaaaaaaaa…”

***

Gabriel dan Shilla sudah sampai di sebuah minimarket di keramaian kota. Gabriel memarkir motornya. Kemudian berjalan bersisian dengan Shilla. Ia melihat Shilla nampak lebih menjadi pendiam dibandingkan kemaren-kemaren. Shilla yang sekarang lebih banyak melamun. Lebih banyak merenung. Tak seceria biasanya. Segitu sakitkah hatinya ditinggal Cakka? Segitu berartinya kah Cakka di hidupnya?

“yang itu aja kali ya Kak? Gimana?” Shilla menunjuk deretan gelas plastik yang berada sedikit di atas dari tempat rak-rak barang jualan itu. Mereka sudah beberapa menit yang lalu mengitari minimarket untuk mencari gelas. Namun tak ada tanggapan dari Gabriel yang berdiri mematung tak jauh darinya.

Shilla berjalan berbalik menghampiri Gabriel. “Kak? Hoy?” Shilla melambai-lambaikan tangannya di hadapan Gabriel yang sedang memikirkan sesuatu.
“eh, kenapa Shil? Berapa harganya?” Gabriel linglung. Ia sama sekali tak mendengarkan apa yang dikatakan Shilla. Ia sibuk memikirkan gadis pujannya dengan sahabat terbaiknya.

Shilla tertawa kecil. Apa yang ditanyakannya tadi sangat-sangat tidak nyambung dengan jawaban Gabriel sekarang. Shilla masih tertawa. Gabriel yang berada di hadapannya sangat menikmati pemandangan itu. Ia sama sekali tak menghiraukan apa yang membuat Shilla tertawa. Ia senang melihat gadis pujaan yang ia kagumi tertawa lepas seperti saat ini.

Namun, ia kembali sedih jika mengingat gadis yang sedang tertawa dihadapannya ini bukan miliknya. Oke catat. BUKAN miliknya. Sudah hampir satu tahun ini dia memendam rasa pada Shilla. Namun, tak berani juga untuk mengungkapkannya.

Shilla menghentikan tawanya ketika melihat Gabriel yang kembali terdiam lesu. Apa gue mungkin salah ngomong ya? fikirnya.

“Kak? Kakak kenapa? Kok diem? Sakit ya?” Shilla mendekatkan diri pada Gabriel. Tanpa diduga, punggung tangan kanannya mendarat lembut di kening Gabriel. Sontak Gabriel memacu kerja jantungnya lebih cepat. Belum pernah ia sedekat ini dengan Shilla.

“eng, enggak kok. Gue cuman..”
“kenapa Kak?” Shilla terlihat bingung. Tangannya sudah ia tarik kembali. Shilla masih ingin mendengar penjelasan dari Gabriel.
“eng, anu..”
“apa?” Shilla menaikkan sebelah alisnya. Tak biasanya kakak kelasnya ini terlihat gugup.
“itu.. gue.. laper Shil. Iya. Gue laper. Hehe.” Gabriel berusaha mengatasi suasana hatinya yang gusar. Ia mencoba tenang. Padahal ia tak bisa membohongi dirinya kalau saat ini ia benar-benar gugup.

“oh, gue kira kenapa. Haha. yaudah nanti habis dari sini, kita mampir ke resto sebelah aja kak. Gimana?” Shilla tersenyum manis.

“terserah kamu aja deh. Yuk kita cari gelasnya.”

***

“woy Ray!” Ozy datang menghampiri Ray yang duduk menyendiri di pinggir kolam ikan yang ada di taman sekolahnya. Ozy mencari-cari Ray daritadi. Ia fikir Ray hilang diculik tuyul (?). Ee ternyata ada di taman.
“Ray. Ray. Gue cariin kemana-mana, ternyata elo disini. Haha.” Ozy nyengir gak jelas. Ia kemudian duduk bersampingan dengan Ray. Mengikuti kegiatan Ray yang sedang memperhatikan ikan-ikan yang berenang bebas di kolam kecil itu.

“aduh! Zy!” Ray meringis kesakitan.
“ya kenapa Ray?”
“aaww Zy!”
“he?”
“Ozy ini!”
“apa?”
“lo gak nyadar ya?”
Ozy terlihat bingung. Ia memperhatikan bajunya, tak ada yang salah. Ia memperhatikan celananya, juga gak ada yang salah. Ia memegang rambutnya, bener-bener aja tuh. Gak ada yang salah.

“emangnya nyadar apa’an sih Ray?” tanya Ozy dengan tampang watadosnya.
Ray geram. Ia melihat Ozy sedang senyum-senyum tanpa dosa.

“TANGAN GUE NAH ELO DUDUKIN, AHMAD FAUZY ADRIANSYAAAAH !!!”

***

Huaaaaa. Jeng jeng jeng (penulis muncul)
Fiuh. Selesai juga part 9.
Gimana? Gaje ya? ngaret ya? *mohondimaklumi
Gue lagi DOWN nih. *mukanya nunduk
Yaudah deh. Silakan coret-coret dibawah ya kalo udah selesai baca.
Oiya, gue juga mau ngucapin minal aidin walfaidzin. Mohon maaf kalo gue ada salah sama kalian semua.
Yaudah deh. Gue cabut dulu ya. sampe ketemu lagi di --> CINTA KEDUA part 10.
Oiya, yang punya twitter follow gue ya --> @Resaechaa . atau engga, komen aja deh terus cantumkan username twitter kalian, ntar gue yang follow.

See you :)

-Echa-

Tidak ada komentar: