Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 19 September 2011

"JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA" PART 9

PART 9 : HILANGNYA SENYUMAN SANG MALAIKAT

Nova mengguncang-guncang bahu Acha dengan wajah bersinar-sinar.

“YA AMPUUUUNNN…!!! Kayak cerita-cerita di sinetron Koreaaa tau ga siiihhh…”

“Nova ah! Sakit tau!”, Acha menepiskan tangan Nova dari bahunya. “Jadi nyesel gua cerita sama elo…” sambung Acha lagi, merengut, walaupun dalam hatinya dia tersenyum senang.

“Terus, elo cerita sama siapa coba kalo bukan sama gua? Sama Kak Rio? Nggak mungkin kaaannn… Duh, ternyata ya, anak itu ga cuma jagoan di lapangan bola doang, bahasa Inggrisnya juga cihui banget dong ya pastinya!!!”
Acha memukul pundak Nova dengan penggaris sambil melotot. Untunglah kelas masih sepi, belum banyak yang datang di pagi itu.

“Ya ampun Chaaa!!!… Lo kok baru cerita ke gua sekaraaang… Lo mestinya begitu nyampe ke rumah pas hari kejadian itu langsung telpon-telpon gua buat laporaaaan.. Gua kan koordinator misi OCHA iniii…”
Acha melengos.

“Nov, lo sadar ga kalo elo tuh punya kecenderungan untuk menggunakan huruf vokal secara berlebihan di akhir kalimat?”

“Biarin! Yang penting kejadian kemaren harus ada follow up nya!”

“Follow up apaan?” kata Deva yang tiba-tiba sudah muncul di belakang Nova.

“Heh! Rese deh lo! Ga usah ikut-ikutan diskusinya cewek!” sahut Nova dengan kesal, mengibas-ngibaskan bukunya untuk mengusir Deva. Deva justru langsung menyambar buku itu dari Nova, dan tersenyum senang begitu melihat isi buku itu.

“PR Bahasa Indonesia buat hari ini kan nih? Sip lah! Aman deh gua dari Pak Ony” kata Deva sambil membuka-buka buku Nova.

“Dev, lo pasti merasa beruntung banget ya sekelas sama kita? PR lo kayaknya sepanjang semester ini terjamin terus?” Nova menyindir Deva .

“Eh, jangan salah Nov. Tadi malam juga gua udah niat mau ngerjain PR ini, tapi gara-gara latihan sepak bola itu, gua terkapar. Debo lagi galak aja pas latihan kemaren. Apalagi ngeliat si Ozy”

“Ozy yang anak kelas sebelah itu? Emangnya kenapa Dev?” sambar Nova, melihat kesempatan untuk memperoleh info terbaru.

“Tauk tuh si Ozy. Maennya kayak ga konsen. Gawang dimanaaa… Dia larinya kemana… Ya jelas lah si Kapten Debo ngamuk-ngamuk. Padahal kan Ozy itu posisinya striker. Kok ya kayak ga liat bola itu ditendang kemana, Ozy malah ngacirnya kemana…” Deva menggeleng-gelengkan kepala saat menjawab sambil berjalan menuju mejanya sendiri. Nova sempat berdiri, ingin mengejar Deva, tapi ditahan oleh Acha.

“Udah Nov. Ntar aja. Nanti malah Deva curiga…” bisik Acha pada Nova.
Nova mengangkat bahu, dan duduk kembali. Dengan cepat dia sudah menemukan topik pembicaraan lain dengan Acha. Acha hanya setengah mendengarkan rentetan kata-kata dari Nova. Benaknya bertanya lagi, dirinya kah yang membuat Ozy kehilangan konsentrasi?

***

Begitu bel istirahat berdering, Nova meloncat berdiri.

“Ayo Cha! Lo sekarang kan udah punya alasan!”

“Alasan apaan? Alasan buat ga ngerjain PR Bahasa Inggrisnya Bu Ucy?”

“Enggak”, Nova menepuk pipi Acha dengan gemas. “Alasan buat ke kelas sebelah
Achaaaa…”
Nova menarik tangan Acha, dan beberapa detik kemudian, mereka berdua sudah berdiri di depan pintu kelas XI-IPA2. Entah misi OCHA mereka direstui Tuhan, atau hanya kebetulan belaka, kelas itu sudah kosong. Hanya tersisa seorang cowok berambut ikal yang sedang duduk di baris ketiga, deret kedua dari depan. Cowok itu terlihat tekun menunduk ke tabloid olahraga yang terpentang di mejanya. Acha merasa aliran darahnya menjadi begitu deras.
Nova mendorong punggung Acha.

“Lo masuk sendiri aja, gua ngintip dari sini. Inget, bilang aja lo pengen pinjem novel Percy Jackson nya dia. Oke? Gudlak beibeh…” ujar Nova dengan cepat, kemudian mendorong Acha lebih keras lagi.
Detik berikutnya, Acha sudah berdiri di dalam kelas itu. Acha merasa kedua kakinya terbuat dari karet saat dia memaksakan diri melangkah menuju meja yang ditempati Ozy. Ini dia… Acha menarik nafas, dan menghitung pelan-pelan dalam hati.. Satu… Dua..

“Ozy…”
Ozy mengangkat wajah, dan terperangah. Sepintas dia menatap langit-langit kelas, berucap dalam hati “Terima kasih Tuhan!” dan langsung memandang Acha kembali.

“Ya Cha?”

“Emm… Lo ga istirahat? Asyik amat bacanya?”

“Eh, iya… Tabloid ini dipinjemin sama… Obiet…” begitu melihat kembali tabloid di mejanya, Ozy langsung merasa lesu kembali. Mau tidak mau, Ozy teringat kembali pada niat Obiet yang diungkapkannya beberapa hari yang lalu. Ozy menghela nafas panjang. Saat-saat penuh tawa yang pernah dijalani Ozy bersama Obiet sebagai sahabat seakan menggedor-gedor pikiran Ozy. Haruskah dia mengorbankan masa-masa persahabatan itu hanya demi seorang gadis?

“Umm… Zy?”

“Ya?” sahut Ozy singkat. Semakin singkat percakapannya dengan Acha, semakin kecil rasa bersalah yang harus dia tanggung di hadapan Obiet. Senyum Ozy sudah hilang dari bibirnya.

“Soal novel Percy Jackson yang kemaren… Gua jadinya boleh pinjem ga?”
Ozy hanya mengangguk. Menunduk memandangi tabloid itu kembali, walaupun huruf-huruf di tabloid itu seperti beterbangan kesana kemari.

“Mau yang nomer berapa dulu?” kata Ozy, tidak mengalihkan pandangan dari tabloid itu.

“Yang nomer 1 dan 2 aja dulu. Aku penasaran pengen baca versi aslinya…”

“Oh. Ya udah. Besok aku bawain. Atau mau kutitipin ke Kak Rio aja lewat Kak Iyel?”

“Nggak usah dititipin deh. Kalo ga ngerepotin, tolong bawain aja besok.”

“Oke…”, Ozy melipat tabloid yang tadi dibacanya, memandangi wajah Acha.

“Ada lagi Cha?”
Acha menggeleng. Ozy memaksakan sebuah senyum. Senyum yang terbebani ingatan Ozy akan niat Obiet.
Acha menatap Ozy dengan kecewa. Mata Ozy terlihat kosong, tak ada tawa yang biasanya tersimpan di mata itu. Jangankan matanya, senyum tipis itu pun tak terlihat seperti senyum Ozy yang biasa. Hanya sekedar tarikan kedua ujung bibir Ozy. Tak ada senyuman malaikat Ozy yang tadi malam terselip dalam tidur Acha.

“Ya udah deh Zy, gua balik dulu. Nova nungguin gua.” kata Acha. Ozy mengangguk lagi.
Acha berbalik, melangkah keluar kelas sambil menahan gundah.
Baru beberapa langkah, Acha mendengar suara lirih Ozy memanggilnya.

“Acha!”
Acha berbalik kembali. Ozy tersenyum, masih tipis, tapi dengan mata bersinar.

“Pita di rambut kamu bagus…” kata Ozy.
Acha tidak menjawab, hanya berbalik cepat, dan berlari menuju Nova yang menunggunya di luar. Hatinya semakin tidak karuan.
Ozy menghela nafas panjang, kemudian menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya. Dia menyesal tidak mampu menahan diri untuk berkomentar tentang pita ungu Acha. Sebuah suara yang dikenalnya baik membuat Ozy mengangkat wajah.

“Zy, kamu kenapa? Sakit?” Obiet memandang wajah Ozy dengan heran, “Gak biasanya elo murung kayak gini. Kata Deva juga kemaren waktu latihan elo jelek banget maennya”.
Ozy menggeleng. Berusaha tersenyum.
Obiet menyodorkan minuman kotak dan sepotong roti pada Ozy.

“Gua tahu lo tadi ga ke kantin. Daripada gua repot kalo mesti bopong elo ke UKS gara-gara elo pingsan kelaparan, mending gua beliin ini buat elo” kata Obiet.

“Thanks…” jawab Ozy sambil meraih isi tangan Obiet. Dan pikirannya semakin rusuh. Sungguh tidak mungkin dia mengorbankan sahabatnya ini hanya demi seorang bidadari kan? Saat ini, sepertinya pilihan untuk melupakan Acha terasa lebih masuk akal. Meskipun terasa perih.

***

“Cha, gua jelasin nih ya. Si cowok-dengan-senyuman-bagai-malaikat-jatuh-dari-langit itu tadi SALTING abis, makanya sikapnya jadi aneh gitu ke elo!” Nova menjelaskan dengan berapi-api. Tiga sendok sambal yang Nova tambahkan ke dalam mangkuk baksonya sepertinya menjadi sumber utama energi Nova untuk menganalisis kejadian barusan.
Acha memijit kening dengan jari-jari tangannya. Semuanya terasa begitu aneh baginya. Kejadian kaleng-minuman-dingin kemaren seakan seperti dongeng dibandingkan sikap dingin Ozy padanya tadi.

“Ga tau gua deh Nov. Pokoknya dia beda banget ajah…” kata Acha putus asa.

“Sudah gua bilangin. Dia itu gugup. Salting. Lo tau salting kan? Salah tingkah! Dia pasti gelagapan melihat ada peri cantik tiba-tiba berdiri di hadapannya” Nova masih tidak mau menyerah.

“Tapi tadi dia kayak pengen menghindar gitu deh.” Acha menyeruput isi botol minuman di sampingnya., kemudian menyodok-nyodok isi mangkuk di depannya dengan lesu. Saat ini pempek itu terlihat tidak menarik sama sekali di matanya.

“Lho, tapi buktinya tadi dia sempet muji elo Chaaa!!!!” Nova membelalakkan mata.
Acha nyaris tersenyum mengingat kalimat terakhir Ozy padanya. Nyaris. Tapi begitu dia ingat kembali tatapan mata Ozy yang kosong beberapa menit yang lalu, senyum itu tak sempat menghias wajah Acha.

“Kayaknya gua ke GR an aja deh Nov....” kata Acha, menyingkirkan mangkuk pempek dari depan dirinya. Nova menatap sahabatnya dengan sedih. Terakhir kali dia melihat Acha putus asa seperti ini adalah waktu Acha kebingungan memikirkan perintah-perintah ajaib dari senior waktu saat MOS tahun lalu . Nova menepuk pelan bahu Acha.

“Yah Cha, kalau jodoh gak bakal kemana…” ujar Nova pelan.
Acha menggelengkan kepala kuat-kuat. Berusaha membuang bayangan Ozy dari pikirannya. Sekali lagi dia menghembuskan nafas panjang. Soal-soal trigonometrinya Pak Duta jadi terasa jauh lebih mudah dibandingkan melupakan Ozy…

***

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: