Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Minggu, 04 September 2011

"JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA" PART 4


PART 4 : DI KANTIN, DI SEKRETARIAT OSIS

Dengan tidak sabar Nova mengetuk-ngetukkan pensilnya di atas meja. Pandangannya berpindah-pindah, dari buku pake yang ada di depannya, ke arah Bu Rahmi yang sedang menjelaskan entah apa, Nova toh tidak benar-benar menyimak semenjak awal pelajaran tadi , ke arah jam tangan bulat di pergelangan tangan kirinya, dan ke arah Acha yang duduk manis mendengarkan Bu Rahmi sambil sekali-sekali membuat catatan di buku tulisnya. Nova mendesah kesal. Sepuluh menit berasa sepuluh kali enam puluh menit bagi Nova . Apalagi untuk pelajaran yang penuh dengan nama Latin begini. Bagi Nova, nama-nama ajaib itu diucapkan aja udah bikin lidah terlilit jadi simpul mati. Apalagi dihafalkan, bakal bikin otak keseleo deh kayaknya. Nova yakin banget, dia dan Biologi memang ditakdirkan untuk saling tidak menyukai satu sama lain.

“Acha…” bisik Nova pelan.

“Hmm…” sahut Acha ga jelas, tanpa menoleh ke arah Nova.

“Ntar istirahat lu mesti bareng gua ya. Banyak yang mesti kita omongkan.”

“Soal apa?”

“Itu… Soal si anak kelas XI-IPA2 ituuuu…”

“SSSTTTTT!!!” bisik Acha keras sambil langsung menoleh ke arah Nova. Tanpa disadarinya, suaranya terdengar lebih nyaring daripada yang dia perkirakan. Akibatnya, tidak hanya teman-teman sekelasnya yang menoleh ke arahnya dengan wajah bertanya. Bu Rahmi pun berhenti menjelaskan dan dengan heran menatap Acha.

“Ya Acha? Ada yang ingin kamu tanyakan?”
Pipi Acha yang putih terasa memanas. Untunglah tiba-tiba saja bel yang menandakan waktu istirahat berdering kencang, sehingga Acha bisa terbebas dari keharusan menjawab pertanyaan Bu Rahmi tersebut.

“Elo sih…” kata Acha dengan kesal sambil memukul pundak Nova dengan buku catatan Biologinya. Nova tidak menjawab. Dia justru berdiri dengan cepat dan menarik tangan Acha.

“Buruan. Kita mesti ke kantin sekarang. Detik ini juga. Ini soal batas antara hidup dan mati. Jangan membuang sepermilidetik pun!” kata Nova sambil menyeret Acha keluar kelas.

“Nova ih! Kita emang mau kemanaaaa? Mau ngapaiiiin??? Serem amat sih bawa-bawa urusan hidup dan mati segala?”
Nova tidak menyahut. Dia malah berhenti mendadak, sambil tetap mencengkeram tangan Acha. Acha yang tidak menyangka Nova akan berhenti otomatis menabrak punggungnya.. Acha sudah melotot dan siap mengomeli Nova, begitu dia sadar, saat ini mereka berdua sudah berada di depan kelas pintu XI-IPA2. dan… dan… Oh My God.. Ya Tuhaaann… Ozy sedang berjalan menuju pintu sambil mengobrol dengan Obiet.

“Nova! Maksud elo apa sih???” bisik Acha pelan.
Bukannya menjawab, Nova malah melambai ke arah Ozy sambil berseru menyapa Ozy,

“Ozyyyy!!!!”
Ozy mengangkat wajah, dan langsung tersenyum. Membuat Acha merasa tubuhnya membeku, tapi juga meleleh pada saat yang bersamaan.

“Eh…” kata Ozy, masih tersenyum sambil berjalan, semakin mendekat…dari jarak lima meter menjadi tinggal beberapa langkah.
Acha tidak bisa bernafas. Dia langsung menepis tangan Nova yang mencengkramnya dan menggumam pelan “Nov, gua ke kantin duluan”. Sebelum Nova sempat mencegahnya, Acha sudah setengah berlari meninggalkan TKP, menuju kantin.

“Ada apa Nov?” kata Ozy, masih dengan senyum ramahnya.
Nova nyengir, dan menyahut, “Ga Zy, negor ajah. Eh, gua duluan ya… Tuh, temen gua udah keburu hilang dari peredaran. Dah Ozy…”. Sedetik kemudian, Nova sudah menghilang.
Obiet menepuk bahu Ozy. “Kenapa Zy?” tanyanya. Ozy sendiri mengangkat bahu. Dia sendiri tidak mengerti, dan agak kecewa. Kenapa Acha harus tiba-tiba pergi begitu saja sih?

“Eh, tapi lo setuju dong sama gua, kalo si Acha tadi emang mirip bidadari?” lanjut Obiet sambil bersama-sama Ozy melangkah ke kantin. Ozy hanya tertawa. Menyembunyikan gundah di hatinya.

***

Di kantin, Acha masih melaksanakan aksi ngomel terhadap Nova.

“BIKIN MALU, tau ga seeehhh???”

“Lho, Acha… Itu kan langkah pertama dari misi kita…!!!”

“Misi apaan? Lo tambah lama tambah ga jelas deeehhh…”

“Ya misi supaya elo bisa jadian sama anak ituuuu…”

“Sama siapa?”

“Ya Ozy laaaahhh…”
Acha semakin melotot.

“Sekalian aja lo umumin pake speaker Nov!”

“Eh, boleh? Bagus juga kalo gitu. Gua minta izin aja sama Pak Dave buat pinjem mikrofon di ruang guru itu. Jadi kan bisa gua umumin..ADUH!”
Dengan kesal Acha melempar bungkus permen yang ada di atas meja tempat mereka berdua duduk.

“Nova, lu ngerti sarkasme ga sih?”

“Enggak…”
Acha semakin kesal.

“Cha, langkah pertama adalah membiasakan diri Ozy untuk bertemu denganmu. Bisa dimulai dari saling menyapa dulu… Trus lama-lama bisa ngobrol…”
Acha masih belum merubah ekspresi kesalnya.

“Nova, cari kode rahasia deh… Biar gosip ini ga muncul di mading minggu depan.”

“Ya udah. Gua lanjutin. Seterusnya kita mesti menganalisis gimana sikap si-cowok-dengan-senyum- yang lebih-manis-daripada-3-liter-sirup itu kalo ketemu kamu”
Mau tidak mau Acha tersenyum mendengar bagaimana Nova menyebut Ozy. Yah, ga salah-salah amat sih sebenernya.

“Nov, pake kata “dia” aja udah cukup kali…”

“Apapun deh. Pokoknya lu ngerti maksud gua kan? Kita mesti liat, gimana sikap si cowok-dengan-pandangan-mata-yang-menghanyutkan itu kalo lagi ngomong ke kamu. Soalnya tipe cowok kayak dia itu susah Cha. Gua udah bilang kan kalo dia itu selalu ramah sama siapa aja? Nah, makanya kita mesti liat, kalo misalnya dia memang ada hati dan rasa sama elo, mestinya sikapnya beda dong ke elo. Ramah ke siapa aja emang ciri khas dia, tapi kalo dia ada filing gimana gitu, pastilah di depan elo dia bakal jadi laiiinn..”
Acha manggut-manggut. Walaupun dia tidak habis pikir, gimana caranya Nova bisa ngomong sebanyak itu hanya dengan 2 kali tarikan nafas dan kecepatan yang diatur konstan pada angka 120 km/jam.

“Ya udah deh. Secara gua tau pasti reporternya anak-anak mading bertebaran di keempat penjuru mata angin sekolah ini, ntar sore gua ke rumah elo untuk merancang langkah kita selanjutnya” kata Nova dengan mantap.
Acha mengangguk, “Apa kate lo deeehhh… Yang penting selama di sekolah, lo tutup mulut soal ini!”
Nova tidak menanggapi Acha. Dia sudah melihat hal lain yang menarik perhatiannya.

“Kak Angel!!!” panggil Nova, sambil melambai-lambai dengan semangat kepada mantan wakil ketua OSIS yang cantik itu. Angel menoleh, tersenyum dan melangkah menuju meja yang ditempati Nova dan Acha.

“Nova… Acha… Gua boleh ikutan duduk disini ga? Kantinnya penuh banget nih…”

“Silakan kak… Duduk ajah… Buat Kak Angel, apa sih yang enggak…” sahut Nova mempersilahkan Angel duduk.
Angel duduk, mengibaskan rambut panjangnya dan kembali menyeruput isi botol minuman di tangannya.

“Kak, udah denger belum, jadinya perayaan ulang tahun sekolah kita mau dibikin gimana sama anak-anak OSIS? Yah, walopun Kak Angel udah pensiun jadi wakil ketua, pasti masih punya akses informasi terpercaya dooonggg…” Nova mulai melancarkan aksi penggalian informasinya.

“Eh, gua masih belum tau lho. Iya nih, tumben-tumbenan anak-anak OSIS tahun ini jadi penuh rahasia gitu. Kemaren gua ketemu Zevana, terus gua tanyain, dia jawabnya ngambang gitu.”

“Zevana kan wakil Kak… Pernah nanya langsung ke Patton gak Kak? Secara kan sebagai Ketua OSIS, dia
Mestinya paling tahu dong rencana OSIS” kata Nova masih penasaran.

“Lah, jawaban Patton juga kurang lebih sama. Dia cuma bilang ‘masih kami godok dalam rapat koordinator panitia’. Ih, si Patton ya, mukanya imut gitu, pilihan katanya bisa keren sangat…” sahut Angel lagi, “Tapi gua malah jadi tambah penasaran. Kayaknya anak-anak OSIS bener-bener berusaha ngerencanain supaya rapi dan bisa lebih spektakuler deh. Tau sendiri lah gimana bergengsinya acara ulang tahun sekolah kita ini.”

“Eh, jadi inget tahun lalu. Tahun lalu juga keren kok Kak acaranya…” kata Nova sambil mengingat acara tahun lalu yang bertema Sport Mania. Angel mengangguk.

“Iya. Gua juga inget, tahun lalu gua sama anak-anak OSIS kerja abis-abisan buat nyiapin acara itu. Termasuk kakak lo yang ketua OSIS itu Cha. Inget ga, gua sama si Rio sampe sempet digosipin gara-gara selama persiapan acara itu Rio sering banget nganterin gua pulang? Padahal dia kalo nganterin gua pulang juga ga pernah ngomongin apapun selain soal acara itu. Banyakan diemnya malah. Pas udah nyampe rumah gua juga dia langsung cabut. Ga singgah-singgah segala…”
Acha mengangguk. Dia sendiri masih ingat soal gosip itu. Bukan hanya Rio yang gondok, Acha sendiri merasa terganggu. Bayangkan saja, saat gosip itu mulai meruak, setiap hari Acha harus menglarifikasi sekitar 328 pertanyaan yang nadanya sama, bener ga sih Rio sama Angel jadian. Yah, itulah susahnya berada di bawah bayang-bayang seorang Kakak yang popularitasnya ga jauh beda sama Robert Pattinson .
Angel menyambung, “Tapi sekarang gimana si Rio Cha? Udah punya pacar belum? Atau masih sok cool kayak dulu aja? Belum pernah deh gua denger gosip Rio naksir siapapun, apalagi jadian!”
Walaupun bukan dia yang ditanya, Nova sudah keburu menyerobot, “Kak Angel, kalo sampai Kak Rio jadian, itu bakalan jadi berita terheboh di SMA kita selama dekade ini! Bayangkan, the most wanted boy di sekolah kita jadian? Duh, bakal banyak cewek yang nangis sambil garuk-garuk tanah kalo sampai itu terjadi…”

“Termasuk elo ya Nov?” kata Acha dengan nada datar. Angel tertawa.
Nova cengengesan sambil menjawab, “Ya ga lah!”

“Oh ya?”, Acha membelalakkan matanya tidak percaya.

“Kalo gua sih bakal melolong-lolong sambil membentur-benturkan kepala gua ke dinding sumur…” sambung Nova lagi sambil tertawa.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Angel.

“Hei!”
Angel menoleh, “Ify! Mau balik sekarang?”
Ify mengangguk. Di sebelahnya Gabriel berdiri dengan tenang, hanya melemparkan senyum pada Acha dan Nova. Acha gelagapan. Dia baru menyadari kesamaan antara Gabriel dengan adiknya. Senyum. Senyuman yang membuat orang jadi ingin ikut tersenyum…
Angel melompat berdiri dari bangkunya. Dia melambai pada Acha dan Nova, “Duluan yaaa…”, sementara Ify tersenyum dan mengangguk ramah pada mereka sebelum melangkah pergi dari kantin.
Nova menyikut Acha dan tertawa, “Yaelah, lo baru liat kakaknya udah salting duluan… Apalagi ketemu adeknyaaa…”
Acha menjulurkan lidah ke arah Nova. “Ah, udah ahhh… Balik yok baliiiikkk…” dan buru-buru berjalan keluar dari kantin.

***

Rio memetik gitar perlahan di dalam ruang sekre. Berusaha tidak berharap banyak. Tapi berkali-kali menengok ke arah pintu. Sampai akhirnya, sesosok bayangan muncul di pintu. Rio merasakan jantungnya berdebar kencang, sampai akhirnya bayangan itu muncul menjadi sosok seorang cewek. Wajah cewek yang muncul itu membuat Rio menghembuskan nafas yang secara tidak sadar sudah dia tahan dari tadi.

“Kak Rio? Sivia udah datang belum?” ujar si pemilik bayangan, yang ternyata adalah Silla.

“Belum tuh…” jawab Rio, diam-diam menahan kecewa.

“Ow, ya udah deh, aku datengin ke kelasnya aja kali ya…” kata Silla sambil mengangkat bahu.

“Eh, ga mau tunggu disini aja? Tadi pagi dia bilang mau kesini kok pas jam istirahat” Rio berusaha mencegah. Kalau sampai Sivia dan Shilla tidak jadi bertemu di sekre OSIS, artinya sia-sia saja Rio dari tadi menunggu kehadiran Sivia disini, melewatkan jam istirahat tanpa mengisi perut .

“Ga kok Kak, gapapa… Biar aku ke kelasnya ajah.. Eh, ini orangnya datang…” kata Silla.
Debaran jantung Rio yang tadi beranjak normal tiba-tiba berpacu kembali. Apalagi ketika melihat wajah Sivia yang kini berdiri di sebelah Shilla.

“Masuk aja Siv!” kata Silla sambil melangkah masuk.
Rio berlagak cuek, terus memetik gitarnya.

“Misi ya Kak…” kata Sivia sambil mengikuti Shilla dan melempar senyuman tipis ke arah Rio. Rio merasa ingin pingsan saat itu juga.

“Eh, iya… gapapa… Masuk aja gih…” kata Rio sambil mengalihkan pandangan ke gitarnya. Diam-diam, dia melirik ke arah Sivia.
Setelah mereka berdua duduk, Shilla mulai berbicara…

“Sivia, jadi gini lho. Kemaren kan…” kata-kata Shilla terpotong oleh Irsyad yang tiba-tiba muncul di pintu.

“Rio!!!”
Rio menoleh kesal. Konsentrasinya melirik ke arah Sivia dari jarak yang sangat menguntungkan ini terganggu. “Kenapa Syad?” jawab Rio dengan malas-malasan.

“Elo dipanggil Pak Dave! Buruan! Keburu bel ntar…” kata Irsyad lagi.

Rio menghela nafas. Pak Dave adalah guru yang mengajar Akuntansi di SMA Bina Putra. Selain itu, beliau juga bertindak sebagai Pembina OSIS. Sebenarnya orangnya baik, lucu dan dekat dengan siswa. Akan tetapi dalam kondisi saat ini, dimana pilihannya adalah bisa memandangi Sivia dari jarak dekat atau bertanya-jawab dengan Pak Dave, pilihan pertama terasa seribu kali lebih baik.

“Iyeee….” Kata Rio sambil berdiri dan mengikuti Irsyad. Di pintu, Rio berbalik,

“Eh, gua duluan ya…” katanya, menyempatkan diri untuk kembali memandang Sivia.

“Iya Kak…” kata Shilla. Sivia hanya tersenyum tipis. Sambil berjalan, Rio lamat-lamat mendengar Shilla menjelaskan sesuatu tentang menyanyi. Rio mengerutkan kening. Dia tahu kalau Shilla adalah ketua ekskul vokal grup tahun ini. Tapi setahu Rio, Sivia bukan anggota ekskul itu. Rio mengangkat bahu sendiri, dan melangkah menuju ruang guru.

***

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: