Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Minggu, 04 September 2011

"JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA" PART 3


PART 3 : KARENA RIO HANYA MENCARI ALASAN

Rio melangkah menuju ruang Sekretariat OSIS. Dia sebenarnya sudah tahu bahwa Alvin akan ada di ruangan itu. Rio cuma sekedar mencari alasan untuk bisa ke kelas XI-IPA2, supaya bisa mencuri pandang ke arah seorang cewek di kelas itu. Seseorang yang sudah 6 bulan ini membuat Rio penasaran. Kalau sebagian besar cewek di SMA Bina Putra berusaha beramah tamah dengan Rio, justru cewek yang satu ini tidak pernah terlihat antusias untuk mencari perhatiannya. Dan justru kekalemannya itu yang mencuri perhatian Rio. Waktu Rio bertanya sambil lalu kepada Alvin , Alvin bilang bahwa cewek itu pindahan dari luar negeri, kabarnya orang tua cewek itu adalah diplomat yang sering bertugas di luar negeri.

Menurut Alvin lagi, cewek itu sekarang tinggal dengan kakek-neneknya di komplek perumahan elit di dekat sekolah mereka. Sebenarnya banyak lagi hal yang ingin diketahui oleh Rio tentang cewek itu. Tapi untuk bertanya-tanya lebih lanjut, Rio merasa segan. Gengsi. Selama ini, dia dikenal sebagai cowok cool, kesannya kok gimana banget kalau sampai dia ketahuan mencari-cari informasi tentang seorang cewek. Sayangnya sepertinya tadi cewek itu sedang keluar kelas. Tapi Rio tahu bahwa cewek itu pasti sudah datang, karena Rio melihat tas berwarna biru tua milik cewek itu di atas kursi yang posisinya sudah dihafal Rio beberapa bulan terakhir ini. Rio menggeleng kecewa mengingat ketidakberuntungannya di kelas XI-IPA2 tadi. Di dalam hati Rio berharap bisa sekedar mencuri pandang lagi ke arah kelas itu waktu istirahat nanti. Sambil menghela nafas, Rio memasuki ruang sekretariat OSIS. Di ruang itu, sudah ada dua orang murid yang duduk berdampingan di depan komputer.

“Kak Rio!” tegur Agni begitu melihat Rio memasuki ruangan, “Yang kemaren udah aku print sesuai perintah Kakak nih” Agni melambai-lambaikan selembar kertas. Di sebelahnya, Alvin dengan serius memandangi layar komputer. Tapi tentu saja, sebagaimana sudah diduga, keseriusan wajah Alvin saat memandangi layar komputer itu bukan karena sedang menekuni pekerjaan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, melainkan bermain Solitaire dengan intensnya, berpikir kartu mana lagi yang bisa digeser untuk mengisi kolom yang kosong.

“Bagus lah kalo begitu…” kata Rio sambil mendekati kedua orang itu. Agni dan Alvin adalah Kapten Tim Basket untuk SMA Bina Putra ini, dan tidak ada yang meragukan keahlian mereka berdua di lapangan basket. Rio sendiri tidak kaget ketika beberapa bulan yang lalu mendengar kabar bahwa keduanya memutuskan untuk jalan bareng tidak hanya di lapangan basket saja, tapi sekalian jadian. Toh, menurut Rio mereka berdua memang cocok satu sama lain. Lagipula, kalau kapten tim basket putra adalah pacar kapten tim basket putri, pasti ekskul basket jadi lebih mudah dikoordinasi. Begitu pikir Rio. Gampang kan?

“Vin, hasil seleksinya juga udah diprint?” kata Rio lagi sambil meneliti jadwal latihan.

“Udah. Udah ditempel kok di depan” jawab Alvin sambil mengambil kemasan minuman kotak yang sedang diminum Agni. Agni dengan cepat merebutnya kembali.

“Ray yang anak kelas X-B itu masuk kan?” tanya Rio.

“Yup! Badannya emang ga tinggi-tinggi amat sih, tapi Kak Rio juga liat sendiri kan betapa lincahnya anak itu di lapangan waktu seleksi kemaren? Kak Irsyad aja sampe ngos-ngosan waktu nguji dia” sahut Alvin, sambil berusaha mengambil minuman Agni kembali

“Iya. Ngomong-ngomong… Alvin, kamu pelit amat sih, beli minuman sendiri aja ga mau?” kata Rio, sambil mengomentari adegan perebutan minuman antara Alvin dan Agni.
Merasa dibela Rio, Agni dengan penuh rasa kemenangan menjulurkan lidahnya pada Alvin.

“Tuh kaaaannn… Dengerin tuuuh! Iya nih Kak, si Alvin ini, udah ga mau keluar modal, hobinya tebar pesona pula! Padahal kan waktu seleksi kemaren jelas-jelas aku berdirinya di sebelah dia, eh, dia masih sempet aja senyum-senyum ga jelas ke anak-anak cewek kelas X yang ikut seleksi…” curhat Agni.

“Kamu tuh yang pelit… Lagian gua bukannya tebar pesona, gua kan cuma bersikap ramaaaahh…” sahut Alvin tidak mau kalah.

“Eh, tapi Kak, ceweknya kemaren lumayan cakep-cakep lho… Apalagi yang namanya Aren tuh, manis tuh!” kata Alvin lagi dengan penuh semangat.

“Ehm… Tolong ya, diinget nih…diinget… Emang gua ga lo anggap manis gitu?” seru Agni sambil dengan gemas melemparkan segumpal kertas ke arah Alvin.”

“Agni.. berapa kali sih gua mesti bilang. Elo tu bukannya manis, tapi sangar…” sahut Alvin dengan cueknya, Agni kembali meraih selembar kertas bekas, meremasnya dengan cepat, dan melemparnya ke arah Alvin.

“Eh, tapi biarpun sangar… Elo doang yang bisa memenuhi kriteria cewek ideal bagi gua…” sambung Alvin sambil menangkis gumpalan kertas kedua yang melayang ke arah dahinya.
Rio tertawa melihat kelakuan pasangan itu. Tawanya terhenti mendengar suara halus dari arah pintu sekre.

“Ehm. Permisi…”
Jantung Rio berdetak cepat, Suara itu jarang terdengar, tapi justru Rio hafal sekali dengan suara itu. Tidak hanya suaranya yang dihafal Rio, tapi raut wajah sang pemilik suara pun sudah sangat dihafal Rio.

“Ya? Cari siapa?” sahut Rio sambil berbalik menghadap ke arah pintu. Dalam hati Rio kebingungan sendiri, apakah dia harus tersenyum, atau tetap menyetel wajahnya supaya terlihat cool seperti biasa. Rio merutuk dalam hati, kenapa kalau berhadapan dengan cewek ini dia jadi susah mengatur ekspresi?
Tepat pada saat cewek itu membuka mulut untuk berbicara, bel sekolah berdering nyaring. Cewek itu menutup mulutnya kembali, tersenyum tipis, dan berkata, “Ga jadi deh Kak. Keburu bel. Ntar pas istirahat aja aku balik ke sini”. Selesai berkata seperti itu, si cewek berambut indah itu langsung membalikkan badan dan melangkah menuju deretan kelas XI. Rio tahu pasti, kemana cewek itu akan pergi, kelas XI-IPA2. Bahkan Rio hafal dimana cewek itu duduk. Bangku paling depan, barisan kedua dari pintu. Dimana cewek itu biasa menghabiskan waktu istirahat pun Rio tahu. Tapi saat ini, Rio belum sempat berkata apapun, bel sekolah sialan itu sudah menghancurkan kesempatannya. Walaupun Rio sendiri tidak yakin, kalau kesempatan itu ada, apakah dia bisa menemukan pilihan kata yang pas untuk memulai percakapan apapun. Di hadapan cewek itu, Rio yang juga andalan sekolah dalam lomba debat, tiba-tiba saja speechless. Gagu. Gagap.
Rio berbalik kembali, berusaha supaya wajah dan suaranya terdengar tetap cool seperti biasanya.

“Eh, gua ke kelas dulu ya” kata Rio sambil menepuk bahu Alvin.
Alvin mengangguk. Rio melangkah keluar menuju kelasnya. Di belakangnya, Alvin dan Agni mengikuti keluar, dan berjalan menuju deretan kelas XII. Sambil berjalan, Rio sudah tahu dia akan menghabiskan waktu istirahatnya dimana. Bukankah cewek bermata indah tadi berkata akan kembali ke ruang Sekretariat OSIS pada jam istirahat nanti?

***

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: