Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Senin, 05 September 2011

"JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA" PART 6


PART 6 : KERTAS INFORMASI, SEBUAH CD, DAN SELEMBAR FOTO

Di kamar Acha, Nova membolak-balik majalah di atas tempat tidur Acha. Sementara di meja belajarnya, Acha dengan tekun berkutat dengan buku catatan, buku paket, dan sebuah kalkulator.

“Achaaa… Lama banget siiiihhh…”

“Ntar Nov, tanggung. Tinggal satu soal lagi.”
Nova merengut, dan meletakkan majalah yang tadi dia baca ke sebelah bantal.

“Cha, kita harus menyusun strategi niiihhh… Udah ketunda berapa hari coba? Ni udah hari Jum’at lagi. Artinya udah 4 hari kan kita menunda rencana kitaaa…”
Acha tidak menjawab. Dia menuliskan hasil akhir yang dia peroleh, menggarisbawahi jawabannya itu dua kali dengan milipen warna ungu, dan tersenyum puas. Tinggal mengumpulkan PR Fisika itu di hari Senin nanti, pikir Acha dengan senang .

“Achaaaa… Ntar elo keduluan orang lhooo…”

“Keduluan gimana…???” sahut Acha sambil menoleh ke arah Nova

“Keduluan orang jadian sama Ozy” sahut Nova dengan wajah dibuat sepolos mungkin.

“Maksud lo?” Acha mengerutkan kening.
Nova tersenyum senang. Akhirnya Acha menaruh perhatian. Dia melompat dari tempat tidur, mengobrak-abrik tasnya, dan mengeluarkan sebuah amplop. Dari amplop itu dia menarik keluar sebuah kertas yang penuh dengan tulisan tangannya.

“Cha, ga kayak elo, gua mengisi waktu dengan mencari informasi tentang si cowok-dengan-senyum-yang-sudah-membuatmu-tersipu-malu, atau dengan kata lain, Ozy” kata Nova sambil melambaikan kertas itu.

“Asal tau aja ya Cha, Ozy itu ternyata banyak fansnya. Waktu aku mensurvey anak-anak kelas X tentang senior idaman, ternyata dia dengan suksesnya menempati posisi kelima. Posisi pertama dan kedua, tentu saja, masih ditempati oleh Kak Rio dan Kak Gabriel. Tapi itu bukan inti diskusi kita kali ini. Yang pengen aku tekankan adalah, lo mesti ati-ati dengan anak-anak kelas X Sebagian besar dari mereka soalnya suka kege-eran sendiri, ngerasa sering disenyumin sama Ozy. Padahal seperti yang kita semua tau, Ozy memang selalu tersenyum kepada siapa saja. Mang Dudung yang tukang sapu sekolah itu aja selalu disapa sama Ozy.”

“Kamu nanyain sama Mang Dudung juga?”

Nova mengangguk mantap. Mata Acha melebar. “Gila lo ya…”

“Oke, gua lanjutkan. Ozy di sekolah ikut ekskul sepak bola dengan posisi sebagai striker. Dan percaya atau tidak, jumlah penonton latihan ekskul ini jadi bertambah secara signifkan semenjak Ozy ikut jadi pemain inti” Nova dengan serius meneliti lembaran yang dipegangnya, dan menambahkan, “Di sekolah, dia sebangku sama Obiet. Kabarnya juga mereka berdua cukup dekat, karena sering terlihat bersama-sama. Selain sama Obiet, Ozy juga deket sama Cakka, karena mereka bertiga sekelas.”

“Hmmm…”

“Yah Cha… Masa komentar lo itu doang? Eniwei, gua sambung lagi ni ya… Kalo aku bilang, lo mesti ati-ati sama anak kelas X yang namanya Aren. Anak ini kabarnya yang paling semangat neriakin nama Ozy kalau lagi nonton Ozy tanding, bahkan cuma sekedar latihan. Tapi lo tenang aja Cha, sampai sejauh ini, belum ada kabar ada yang pernah melihat Aren berduaan saja dengan Ozy. Dan gak kalah pentingnya nih ya, Ozy belum pernah terlihat berduaan dengan cewek manapun. Sejak kelas X. Sampai sekarang. Yang menunjukkan dengan jelas, bahwa kesempatan lo masih ada banget. Tapi teteup… Lo mesti waspada dan mulai mengambil langkah-langkah yang strategis dalam usaha kita mengeksekusi misi penyatuan dua hati ini.”
Acha menggeleng-gelengkan kepala.

“Dan oh, ngomong-ngomong, aku sudah menemukan nama samaran yang bagus untuk misi kita ini. Mau tahu apa?”

“Kenapa yah Nov ya, gua punya feeling, bahwa walopun gua bilang kalo gua ga pengen tahu, lo tetep aja akan ngasih tahu gua?” Acha melipat kedua tangannya.

“Feeling lo dari dulu emang bagus Cha. Gua emang tetep akan ngasih tahu elo. Nama misi kita ini adalah……. Misi OCHA!” seru Nova dengan penuh semangat.

“Nov, huruf pertama nama gua itu A. Acha. A Nov, A… Bukan O”

“Lhooo… kamu itu juara sekolah tapi ga bisa liat hal sederhana kayak gini? OCHA itu adalah singkatan dari Ozy dan Acha. O nya dari Ozy, dan Cha-nya dari aCHA. Keren kan? Lo berdua emang udah takdirnya deh Cha. Gua yakin itu. Kalo ga, kok bisa seserasi itu nama kalian?”
Acha memutar-mutar bola matanya. Walaupun dalam hati Acha merasa senang.

“Hah? Kok lo masih belum ada komen positif sih Cha? Duh. Ya udah deh, gua keluarkan senjata terakhir andalan gua. Kalo yang satu ini, dijamin deh Cha, lo bakal histeria jaya raya sejahtera deh…” Nova merogoh amplop kembali, mengeluarkan selembar kertas berwarna-warni yang mengkilap, dan mengacungkannya dengan penuh kemenangan. Acha menajamkan matanya dan akhirnya menyadari bahwa kertas mengkilap itu adalah selembar foto. Foto Ozy. Foto Ozy? Foto Ozy! FOTO OZY!!! OZYYY!!! Acha tak sadar berteriak senang dan langsung merebut foto itu dari tangan Nova.

“Tuh kan? Udah gua bilang. Lo pasti histeris.”
Acha tidak menjawab. Dia masih terpana memandangi foto itu. Foto Ozy yang tengah tertawa dalam seragam sepak bola tim sekolah mereka. Dalam foto itu, Ozy sedang duduk di pinggir lapangan basket, kedua tangannya melingkari lututnya. Rambut ikalnya lebat, dengan sedikit poni di bagian depan.

“Cakep kan Cha?”
Acha masih diam. Matanya tak beranjak dari wajah dengan senyum menawan itu.

“Achaaaaa…” kata Nova lagi

“Cha..” tiba-tiba Rio membuka pintu kamar Acha. Acha terkesiap dan refleks menyembunyikan foto Ozy di balik punggungnya. Rio mengerutkan kening. Acha berusaha tersenyum, tapi hasilnya adalah suatu cengiran tidak jelas.

“Apaan sih?” Rio terlihat bingung.

“Ga. Gapapa kok. Kita baik-baik saja. Kak Rio apa kabar?” kata Acha gelagapan.

“Umm.. Cha, elo lupa ya? Gua ini kakak lo, kakak kandung elo satu-satunya. Dan kita tinggal serumah. Kamar kita sebelahan. Gua tau lo bangga banget punya kakak kayak gua, tapi kayaknya lebay aja kalo lo sampai nanyain kabar gua segala…” Rio bersandar di pinggir pintu sambil menatap adeknya dengan tajam. Dia merasa ada yang aneh.

“Oh. Eh. Iya. Bener. Lo kakak gua. Dan gua adek lo. Iya. Bener.” Acha kembali nyengir. Berharap Rio segera keluar dari kamarnya. Di sebelahnya, Nova sudah menyambar boneka beruang milik Acha untuk menutupi tawanya.

“Ada apa sih?” Rio semakin heran.

“Enggak koookk… Kak Rio ga latihan basket? Kok tumben maen ke kamar aku?”

“Jadwal latihan basket kan Rabu sama Kamis Cha. Gua kesini mau pinjem kalkulator. Punya gua kayaknya kebawa Iyel deh kemaren” Rio beranjak ke arah meja belajar Acha, dan melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

“Lho? Lo beli CDnya Gita Gutawa lagi Cha? Yang gua beliin kemaren mana?” kata Rio sambil mengacungkan CD dengan sampul bergambar wajah Gita Gutawa yang sedang tersenyum. Acha meloncat, langsung merebut CD itu dari tangan Rio. Acha menyembunyikan CD itu di balik punggungnya juga. Perlahan dia berjalan mundur menjauhi Rio. Di belakang punggung, tangan kirinya masih memegangi foto Ozy, sementara tangan kanannya mencengkeram CD kuat-kuat. CD Gita Gutawa yang pernah diserahkan Ozy padanya di toko kaset waktu itu.

“Eh., bukan Kak. CD yang iniiii… punya Nova! Ya kanNov? CD yang ini punya elo kan Nov?” Acha menoleh ke arah Nova mencari dukungan.

“Lho? Punya gua darimana?” protes Nova mengangkat wajahnya dari balik boneka dan menoleh ke arah Acha, tapi begitu melihat ekspresi wajah Acha, Nova langsung berusaha berimprovisasi.

“Maksud aku, CD yang itu memang bukan punya aku Kak, tapi punya kakaknya aku” kata Nova dengan wajah yakin.

“Bukannya lo anak tunggal Nov?” Rio semakin heran.

“Eh, maksud aku…punya kakak sepupunya aku Kak.” Nova gelagapan.
Acha memindahkan foto Ozy ke tangan kanannya sambil berlari menuju meja belajarnya. Dengan cepat dia ambil kalkulatornya dengan tangan kiri dan menyerahkannya pada Rio.

“Nih Kak. Udah kan? Sana gih, pake aja. Aku udah selesai make kok” kata Acha setengah memaksa.
Rio mengangkat bahu. “Cewek-cewek yang aneh…” kata Rio sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tapi toh, Rio berbalik dan melangkah keluar, “Kalkulatornya gua bawa dulu ya Cha!” serunya sambil berjalan. Begitu Rio menutup pintu kamar, Acha langsung menghembuskan nafas lega, sementara Nova meledakkan tawanya.

“Ah, udah ah Cha, gua balik aja. Kayaknya gua aja deh yang ngatur strategi. Lo tinggal jalanin aja, Oke cintaa??” Nova berdiri sambil menyampirkan tasnya di bahu, “Tapi, baidewei eniwei baswei, PR Fisika itu udah lo beresin kan? Gua bawa ya?” kata Nova sambil mengambil buku yang tergeletak di atas meja Acha. Acha hanya mengangguk.
Tiba-tiba Nova mengerutkan kening. “Cha, gua baru nyadar. Kenapa lo ga minta tolong sama Kak Rio ajah? Kan Kak Rio sobatan sama Kak Gabriel. Dan si cowok-yang-tatapan-matanya-tiada-tanding-tiada-banding itu kan adeknya Gabriel?!”
Acha menggeleng tegas.

“Ya ampun Nooovvv… Gua ga berani membayangkan gimana Kak Rio bakalan nyecar gua dengan berbagai pertanyaan. Lo tau sendiri kan betapa protektifnya Kak Rio ke gua? Tahun lalu aja, waktu Kak Irsyad senyum ke gua sambil maen basket, dia udah dilempar Kak Rio pake gelas aqua.”

“Yah Cha, itu mah karena Kak Irsyad waktu itu udah jadian sama si Keke kaliiii…”

“Ah, lo tau sendiri lah. Lagian, Kak Rio kayaknya terlalu sibuk deh…”
Nova mengangkat bahu.

“Ya udah deh, terserah elo. Gua balik dulu ya. Tengkyu looo PR Fisikanya. Tapi impas sih hitungannya. Kan gua udah ngasih elo foto si cowok-paling-menyenangkan-di-seluruh-kelas-XI” Nova tersenyum menggoda sambil melangkah keluar.

“Dasar! Pamrih lo!”

“Eh, Cha, gua cuma menerapkan prinsip dasar ekonomi. Ada uang, ada barang. Ada info dan foto, salinan PR beres doooong…” sahut Nova sambil tertawa.
Acha tidak menjawab. Dia memandangi kembali foto di tangannya. “Mungkin Tuhan salah bikin waktu sedang menciptakan Ozy kali ya. Waktu itu, mungkin Tuhan niatnya bikin malaikat, tapi yang jadi malah Ozy…” pikir Acha dalam hati, tidak lagi menyadari bahwa Nova sudah hilang. Yang ada di benaknya hanya dua hal. Senyum Ozy, dan mata Ozy. Dua hal itu saja.

***

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: