Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Minggu, 04 September 2011

"JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA" PART 2

PART 2 : BIDADARI YANG LEWAT DI DEPAN KELAS

Acha mengikatkan pita berwarna ungu muda bergaris-garis putih di kuncirnya sambil berjalan menuruni tangga. Di meja, Papa sedang membaca koran di hadapan sepiring roti bakar, sementara Mama menuangkan kopi ke cangkir Papa.

“Pagi Ma…, Pagi Pa…” kata Acha sambil mencium pipi Mamanya.

“Hmmm…” sahut Papanya pendek, tanpa melepaskan pandangan dari koran.

“Pagi sayang… Sini pitanya Mama benerin dulu”, Mama meletakkan teko kopinya, dan beranjak mendekati Acha. Acha kemudian duduk, meraih segelas susu yang sudah disiapkan Mama. Mama menguraikan pita ungu Acha, dan mengikatkannya kembali.

“Kak Rio mana?”, Acha bertanya sambil lalu, dan meminum susunya seteguk. Enak. Acha meneguknya lagi, kemudian mengambil sepotong roti.
Mama mengamati kembali pita Acha sambil menjawab,“Lagi di dapur. Ngambil keju...”, sampai disini, Mama mengerutkan kening, seakan baru menyadari sesuatu hal.

“Sebentar, ngapain anak itu nyari keju ya? Tadi ditawarin roti ga mau. Dia bilang dia mau makan apel aja. Terus keju itu mau diapain ya?”, Mama menggeleng kecil memikirkan kelakuan anak sulungnya, dan duduk di samping Acha, mengambil sepotong roti dan mengoleskan mentega di atasnya.

“Yah Ma, Kak Rio mah memang suka salah tempat, kalo orang bereksperimen di lab, dia mah eskperimennya kalo ga di meja makan, ya di dapur. Kayak kemaren Ma, inget ga waktu dia makan spaghetti dikuahin pake kuah bakso ? Udah gitu dia bilang enak… Anak itu mah PARAH Ma kalo urusan perut”.
Mama tertawa kecil, tapi tidak menanggapi komentar Acha tadi. Mama menoleh melihat jam dinding sambil bertanya “Kamu udah siap berangkat, Cha? Kok tumben pagian?”

“Ma, Acha pagi ini ga berangkat bareng Kak Rio deh… Acha pengen berangkat bareng Nova ajah.”

“Ngapain kamu berangkat bareng si cerewet itu?” tanya Rio yang tiba-tiba muncul dan duduk di sebelah Acha. Dengan cueknya Rio mengambil gelas susu yang dipegang Nova, dan menghabiskannya sekaligus dalam beberapa tegukan.
Acha menjulurkan lidah. “Nova ga cerewet kok… Dia cuma…”

“Kebanyakan ngomong? Ga kenal tanda titik koma? Kepanjangan nafas?” potong Rio sambil mengembalikan gelas susu yang kosong ke depan Acha.
Acha memukul lengan Rio dengan garpu sambil melotot. Tapi dua detik kemudian dia teringat sesuatu.

“Kak Rio! Surat yang aku kasihin kemaren udah dibaca?”
Rio mengerutkan kening, “Surat yang mana?”

“Itu lhoooo… yang dari Zahraaa… Yang amplopnya warna pink?”

“Oh. Itu. Sudah.” Rio dengan santai mengambil sebutir apel dan menggigitnya.

“Terus? Gimana?”

“Gimana apanya?”

“Balasannya? Jawabannya?” ujar Acha penuh harap. Tuhan, Tuhan, tolonglah Tuhan… Sekali iniiii saja…
Rio mengangkat bahu. “Mau dijawab gimana? No comment.”, dan menggigit kembali apel di tangannya.

“Yah… Kak Riooo… Terus aku mesti bilang apa nih sama Zahra?”

“Bilang aja gua sibuk. Jadi ga sempet mikir macem-macem.” Sahut Rio dengan wajah lempeng sambil menghabiskan apel di tangannya.
Acha kembali merengut. Dia jadi tidak enak harus bilang apa pada Zahra yang kemarin dengan wajah penuh harap menitipkan surat itu padanya. Tapi mau gimana lagi? Semenjak Acha duduk di kelas X, sudah banyak teman-temannya yang menitipkan salam dan surat untuk Rio lewat dia. Tapi jawaban Rio selalu sama. Jawaban standar. Dua kalimat itu: “Gua sibuk. Ga sempet mikir yang macem-macem”.

“Cepetan kalo mau berangkat sekarang. Motor udah gua panasin kok. Rotinya dibawa aja. Gua ada perlu nih di sekolah” kata Rio sambil berdiri dan menyelempangkan tas ranselnya.
Acha merengut, tapi sepertinya dia tidak punya pilihan lain. Sambil menyambar tasnya, Acha lari mengejar Rio. “Ma… Pa… Acha berangkat dulu yaaa…”

***

Sampai di parkiran sekolah, Acha turun dari motor dan menyerahkan helmnya kepada Rio. Mereka berjalan berdampingan menuju ke kelas mereka ketika berpapasan dengan Oik, teman sekelas Acha di kelas X dulu.

“Pagi Cha…”, sapa Oik ramah.

“Pagi Oik…”

“Pagi Kak Rio” sambung Oik sambil menoleh ke arah Rio.
Rio hanya mengangkat alis sambil terus berjalan. Dengan kesal, Acha menyikut Rio.

“Jadi orang ga usah terlalu cool kenapa sih?”

“Eh, cowok cool itu udah imej gua Cha.”
Acha cemberut, tapi lalu mengerutkan kening. “Kak Rio ngapain jalan ke arah sini juga? Kelas XII itu kan deretannya di sono tuh…”

“Kan udah gua bilang tadi, gua ada perlu. Gua mau ke kelas XI-IPA2”.
Jantung Acha terasa berhenti berdetak untuk sesaat mendengar kelas XI-IPA2 disebut-sebut.

“Sama siapa Kak?

“Sama Ozy”
Wajah Acha tiba-tiba terasa panas.

“Eh, salah ding. Ozy mah nama adiknya si Iyel. Gua perlunya sama si itu tuh, sama Alvin. Tuh kan, huruf awalnya rada sama sih, jadi aja gua ketuker-tuker..” lanjut Rio, menoleh ke arah Acha, dan langsung mengerutkan kening.

“Cha, kamu sakit ya? Kok muka kamu merah gitu?” kata Rio sambil menempelkan tangannya di kening Acha. “Tuh kan Cha, rada anget gitu… Kamu demam deh kayaknya.”
Acha menepiskan tangan Rio cepat. “Enggak kok Kak. Ini efek naik motor tadi. Eh, Kak, tu kelas XI-IPA2, aku ke kelasku dulu ya…” sahut Acha sambil melangkah cepat-cepat meninggalkan Rio. Saat melewati kelas XI-IPA2, Acha sempat melirik sebentar ke dalam kelas, dan serasa mau pingsan. Ozy sedang berdiri di depan papan tulis, tengah tertawa-tawa sambil bercanda dengan seorang cowok yang tidak dikenal Acha namanya. Acha semakin mempercepat langkahnya, dan memasuki kelasnya. Saking terburu-burunya, Acha menabrak seseorang yang sedang berjalan ke arah luar kelas.

“Weits… Sabar tuan putri… Belanda masih jauhhhh…” kata Deva yang ditabrak Acha.

“Belanda dari Hong Kong??!!” sahut Acha kesal.

“Wah, rupanya lu bangun dengan posisi yang salah ya tadi pagi? Semua orang juga tau kok kalo Belanda dan Hong Kong itu jauh…” jawab Deva sambil mengikuti Acha yang tengah berjalan menuju bangkunya. “Tapi biarpun dirimu lagi agak amnesia soal geografi, PR Matematika lu udah terjamin kaaann?” sambung Deva lagi dengan wajah mupeng.

“Rese!” omel Acha, tapi dia tetap mengeluarkan sebuah buku tulis dan mengangsurkannya ke arah Deva. Deva bertepuk tangan gembira.

“Acha… Kau memang tiada duanya. Bidadari turun dari kahyangan. Gua doain lu cepet dapet pacar deh Cha…” cerocos Deva sambil meraih buku itu. Tapi pada saat Deva berbalik menuju bangkunya, Nova sudah berdiri di hadapan Deva dan merebut buku Matematika milik Acha. “Eits. Tunggu dulu. Tunggu giliran Dev.” kata Nova sambil mengipas-ngipaskan buku milik Acha. “Lagian lu bilang apa tadi ke Acha? Mau doain dia cepet dapet jodoh? Asal tau aja ya Dev ya, sobat gua yang satu ini sekarang lagi nak…” kalimat Nova langsung terhenti begitu Nova menyadari bahwa Acha tengah melotot ke arahnya.

“Nak? Nak apaan? Naksir? Naksir gua ya?” kata Deva dengan GRnya…

“Enggak Dev. Nakut-nakutin.” Kata Nova berusaha menetralisir suasana.

“Nakut-nakutin gimana maksud lo? Apa hubungannya? Aneh deh…” balas Deva tidak mengerti

“Nakut-nakutin dirinya sendiri bahwa kalo sampai dia pacaran, ga bakal deh dia jadi juara kelas. Padahal lo tau sendiri kan kalo di kelas ini Acha teruuuus yang jadi juaranya?” karang Nova.

“Sungguh alasan yang aneh…” kata Deva sambil menggeleng-gelengkan kepala, sementara Nova sudah duduk dan mulai menyalin PR Acha. “Cha, minggir dulu deh, gua duduk sebelah Nova dulu dong, biar bisa barengan nyalin PR nya” kata Deva lagi sambil agak mendorong Acha. Setengah tidak rela, Acha berdiri dari kursinya, tapi masih sempat menoyor kepala Deva dengan pensilnya yang berwarna ungu. “Huuu… Udah nyontek, ngusir lagi…” omel Acha sambil melangkah keluar kelas.

***

Ozy sedang tertawa-tawa mendengar Obiet menceritakan pengalamannya saat mencari kucingnya yang hilang sampai harus dikejar-kejar anjing tetangga. Tiba-tiba Ozy melihat Acha yang berjalan cepat melewati kelasnya. Belum sempat Ozy menyapa, Acha sudah berlalu. Ozy mengeluh dalam hati. “Yah, ga sempet tebar pesona gua…” pikir Ozy dalam hati, “tapi gapapa lah… yang penting kemaren dia udah tahu bahwa ada yang namanya Ozy di sekolah ini”.
Obiet yang merasakan perubahan Ozy yang mendadak melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Ozy. “Zy? Woi! Liat apaan lu? Kayak habis liat setan aja…”.
Ozy tertawa, dan menyahut, “Bukan, habis liat bidadari ”. Obiet ikut tertawa.

“Wah Zy, kalo ada bidadari beneran di sekolah ini, Jaka Tarub nya pasti elu ya?”. Mereka tertawa bersama.

“Tapi ngomong-ngomong soal bidadari Zy, gua belum pernah denger elu punya gebetan
deh. Emangnya di sekolah ini yang lu anggap cantik bagaikan bidadari siapa Zy?” lanjut Obiet tiba-tiba.
Ozy terperangah, tidak menyangka akan ditanya seperti itu. Walaupun selama ini mereka berdua cukup dekat, Ozy tidak pernah bercerita kepada Obiet tentang bagaimana dia selalu diam-diam memandangi Acha dari jauh. Bahkan Ozy belum pernah bercerita pada siapapun. Dia masih merasa minder untuk bisa mengakui bahwa dia juga salah satu penggemar Acha di sekolah ini.

“Um… Sebenernya sih…” Ozy tengah menimbang-nimbang untuk memberitahu Obiet, saat melihat sosok seseorang di pintu kelas.

“Eh, Kak Rio. Cari siapa Kak?” sapa Ozy dengan ramah.

“Alvin udah dateng Zy? Gua mau nanyain, jadwal latihan basket yang baru gimana. Biarpun udah kelas XII, gua masih pengen ikut latihan rutin juga” sahut Rio.

“Wah, Alvin tadi ke Sekre OSIS tuh Kak. Kayaknya memang mau ngeprint jadwal itu untuk ditempel di papan pengumuman deh. Soalnya tadi dia dijemput sama Agni yang anak XI-IPA3, terus kalo ga salah denger, mereka ada nyebut-nyebut soal jadwal gitu” jawab Ozy.

“Oh, ya udah deh, gua nyusul mereka kesana aja” kata Rio sambil tersenyum. Rio kemudian berbalik dan melangkah menuju ruang OSIS. Ozy sendiri berbalik dan melangkah menuju bangkunya.

“Jadi Zy? Siapa?” kata Obiet tiba-tiba dari belakang Ozy. Rupanya Obiet masih penasaran dengan jawaban Ozy yang belum tuntas.

“Hah? Siapa apanya? Alvin?”

“Ngaco kamu Zy. Itu… bidadarinya sekolah ini menurut kamu siapa?”
Ozy tertawa. Bukannya menjawab, dia balik bertanya kepada Obiet.

“Kalo menurut lo sendiri Biet, siapa bidadarinya SMA Bina Putra?”

“Wah, kalo gua bilang sih… yang paling manis itu si Acha. Tau kan lo? Yang anak kelas sebelah? Adeknya Kak Rio tadi kan?”
Ozy nyaris tersedak permen karet mendengar kata-kata Obiet.

“Jadi maksud lo, lo naksir sama Acha?” Ozy berusaha supaya suaranya terdengar biasa-biasa saja.

“Zy, 11 dari 10 cowok di SMA ini naksir sama Acha.”
Ozy merogoh tasnya, mengeluarkan botol minum dan meneguk isinya. Pikirannya langsung rusuh. Tidak mungkin. Masa sih dia harus bersaing melawan sahabatnya sendiri?
Untunglah, sebelum Obiet menagih kembali jawaban Ozy, Cakka dan Lintar yang juga sekelas dengan mereka masuk. Dalam waktu singkat mereka sudah berbincang seru tentang pertandingan antar kelas yang akan dilangsungkan bulan depan. Tak ada yang menyadari, selama mereka bercakap-cakap, Ozy berkali-kali melempar pandangan ke arah pintu kelas, berharap sang bidadari itu lewat kembali…

***

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: