Welcome to My Blog and My Life

Stay Tune!:]

Jumat, 02 September 2011

"JIKA ACHA DAN OZY JATUH CINTA" PART 1

PART 1 : SEJARAH CD HIJAU DAUN

Minggu siang yang menyenangkan. Matahari tidak bisa segarang biasanya, karena terhalang barisan awan mendung. Di sebuah toko kaset di salah satu mall di Jakarta, Acha sedang melihat-lihat CD yang dipajang. Diantara deretan yang ada, CD terbaru dari Ungu menarik perhatian Acha. Dia meraih CD itu untuk mengamatinya lebih jelas. Tapi ternyata, Acha bukan satu-satunya yang tertarik pada CD itu. Di saat yang bersamaan, seseorang juga meraih CD yang sama dengan yang ingin diambil Acha. Tak sengaja, tangan mereka berdua bertabrakan. Dengan kaget Acha menarik kembali tangannya.

“Ups, sorry!” seru Acha tertahan, langsung menarik tangan kanannya dan menyembunyikannya di balik punggung.

“Ga. Eh, ga papa kok maksudku” balas sang pemilik tangan tersebut, seorang cowok berambut ikal. Acha memandangi wajah cowok itu dengan kening berkerut. Ada yang sangat familiar dengan wajah cowok itu.

“Kayaknya kok aku pernah liat kamu ya?” kata Acha.
Cowok itu tersenyum. Melihat senyum itu, Acha semakin yakin. Dia pernah melihat senyum itu.

“Acha ya? Aku Ozy. Kita sama-sama di SMA Bina Putra. Tapi aku di kelas XI-IPA2. Kamu di kelas XI-IPA1 kan ya kalo ga salah? Yang kelas unggulan itu?”
Acha mengangguk. Tatapan matanya sudah berpindah dari wajah Ozy ke CD lain yang ada di tangan Ozy.

“Umm… Ituuuu… CDnya ST12 ya?” kata Acha sambil menunjuk CD yang dipegang Ozy.

“Yang ini? Iya. Kenapa? Kamu suka juga ya?” Ozy mengacungkan CD yang ada di tangannya.

“Hah? Suka? Please deh ya… Melayu gitu…” kata Acha, sedikit ketus.
Ozy tertawa, dan bertanya kembali, “Memangnya kenapa ga suka? Lagunya enak-enak kok…”
Acha melengos. “Enak? Enak buat ngamen maksudmu?”.
Ozy kembali tertawa. Tiba-tiba Acha merasa, tawa itu seperti memiliki magnet. Acha setengah mati menahan diri untuk tidak terpaku menatap wajah Ozy. Dengan gugup dia membolak-balik CD yang tertumpuk rapi di rak di depannya.

“Ya ampun Cha… Kamu ini memang ga suka, atau cuma gengsi aja sih?”
Acha melotot. “Beneran ga suka kok! Sorry ya, tapi yang model Melayu gitu bukan selera aku banget ”
Ozy tersenyum ramah, “Ya gapapa juga sih, namanya selera orang kan beda-beda… Eh, tapi kalo didengerin bener-bener, lagu Melayu enak kok… Atau perlukah aku menyanyikannya di depan kamu sekarang?”
Acha menggeleng kuat-kuat. “Enggak! Ga usah! Lagian aku ga punya waktu. Ini aku udah ketemu CD yang aku cari kok. Aku mau bayar sekarang” seru Acha dengan nada agak kesal, sambil melambaikan CD yang dia ambil dengan tergesa-gesa karena gugup.
Ozy malah tertawa kembali, membuat Acha semakin gugup. Wajah cowok ini kalo tertawa ternyata bisa begitu menarik, membuat Acha kehilangan kata-kata.

“Yakin kamu mau beli yang itu Cha?” kata Ozy sambil menaikkan alisnya dan tersenyum menggoda Acha.

“Iya! Aku suka kok sama..” Acha berhenti sebentar untuk memperhatikan sampul CD yang dia ambil secara acak tadi, dan ternganga.. “… Hijau Daun??? Kok keambil yang ini siiih?”. Acha merasa wajahnya semakin panas. Dia tidak berani membayangkan betapa merahnya wajahnya di depan Ozy saat ini.
Ozy tersenyum, dan mengangsurkan sebuah CD yang lain. “Kalau CD Gita Gutawa ini, mungkin lebih cocok ga dengan selera kamu?”.
Dengan cepat Acha mengambil CD itu dari tangan Ozy, dan meletakkan kembali CD Hijau Daun itu ke rak di depannya. “Iya. Ini dia yang aku cari dari tadi. Kamu sih gangguin aja, Jadi aja aku salah baca” kata Acha berusaha mencari alasan.

“Lho? Aku kan ga ngapa-ngapain” kata Ozy sambil mengangkat bahu. Acha melengos kembali dan langsung melangkah menuju kasir. Acha berdoa semoga Ozy tidak merasakan kegugupannya. Di depan kasir, Acha mencuri pandang kembali ke arah tempat Ozy berdiri. Ternyata Ozy masih memandanginya, sehingga tak ayal pandangan mata mereka beradu. Ozy tersenyum, dan melambaikan tangannya ke arah Acha. Acha membuang muka. Buru-buru dia menyerahkan uang dan menerima plastik berisi CD dari si kasir. Acha langsung melangkah keluar. Begitu sampai di pintu keluar mall, baru dia sadar. “Ya ampuuuunnn… Kan kemarin Kak Rio sudah beliin aku CD nya Gita Gutawaaaa….!”, seru Acha tertahan sambil menepuk keningnya.

***

Ozy tidak bisa berhenti tersenyum. Dia lupa tadi malam dia mimpi apa. Tapi sepertinya mimpi baik deh. Buktinya tanpa disangka tanpa dinyana, dia bertemu dengan si cewek imut bermata bulat dari kelas sebelah. Bahkan sampai bisa memandangi wajah manis itu memerah, yang terlihat lucu sekali. Di sekolah, jarang-jarang dia bisa dapat kesempatan sebaik ini. Maklumlah, Acha memang kembangnya SMA Bina Putra. Tapi kabarnya, tidak banyak yang berani mendekati Acha karena merasa segan dengan Rio, kakak Acha satu-satunya yang duduk di kelas XII. Dan Rio yang “dewa basket” itu pernah sesumbar, jangan sampai ada cowok sembarangan yang berani mendekati adiknya. Dengan ancaman semacam itu dari seorang mantan Ketua OSIS, tidak banyak cowok yang berani mendekati Acha, termasuk Ozy. Apalagi sikap Acha di sekolah yang memang relatif dingin terhadap anak-anak cowok.
Ozy masih memandangi Acha yang berdiri di depan kasir, untuk membayar CD yang dia beli. Tiba-tiba Acha menoleh ke arahnya, sehingga mata mereka bertatapan. Ozy langsung tersenyum lebar sambil berharap senyumnya terlihat manis di mata Acha, dan melambaikan tangan. Bukannya balas melambai, Acha malah membuang muka ke arah lain. Seiring dengan gerakan kepalanya, buntut kuda Acha yang dihiasi selembar pita ungu bergaris-garis perak ikut bergerak-gerak lucu. Ozy memasukkan tangannya ke saku jeansnya, memandangi Acha yang keluar dari toko. Setelah Acha tidak kelihatan lagi, Ozy meraih CD Hijau Daun yang tadi sempat diambil Acha.

“Yah, walopun gua udah punya CD mereka yang ini, gua beli deh… kan udah pernah
dipegang Acha”, Ozy membatin sambil melangkah ke arah kasir.

***

Di kamar, Acha memelototi sejumlah baris soal Fisika. Setengah mati dia berusaha berkonsentrasi pada PR Fisika sialan itu. Tapi entah kenapa, huruf-huruf di bukunya seakan bertebaran keluar. Yang muncul di halaman buku itu justru wajah seseorang dengan senyuman manis yang sebenernya ingin membuat Acha balas tersenyum. “Aaaarrrrggghhh… Gua kenapa siiihhh…” kata Acha dengan kesal. Akhirnya Acha menyerah. Moodnya malam ini memang bukan untuk mengerjakan PR Fisika. Dia meraih handphonenya yang tergeletak di meja belajar, memencet sejumlah tombol, dan membanting dirinya di tempat tidur sambil menunggu telponnya diangkat. Baru tiga kali nada sambung, sebuah suara yang sudah dikenalnya bertahun-tahun terdengar.

“Ya Chaaaa….”

“Novaaaa…. Gua pusiiiiinggg….”

“Ya ampun, kayaknya langit mau runtuh deh kalo sampai juara kelas kita aja sampe pusing. Pasti gara-gara PR Matematika itu ya? Iya nih, aku aja udah mengalami pendarahan otak nih gara-gara ngerjain tu PR. Pak Duta emang ga kira-kira ya kalo ngasih PR. Duh, aku mendingan ngepel lapangan basket 5 kali deh daripada ngerjain 10 soal dari Pak Duta”

“Nova, bisa ga sih kamu kalo ngomong ga usah lebay? Lagian PR Matematikaku udah selesai dari kemaren kok. Ini aku tadinya lagi ngerjain PR Fisika.”

“Achaaaaa… Kamu udah kehilangan akal sehat ya? PR Fisika itu baru dikasih kemaren siang. Dan kata Bu Winda kan dikumpulnya minggu depan. Yang artinya kita punya waktu enam hari. Masih ENAM hari Cha. ENAM. Ngapain kamu ngerjain sekarang?? Eh, tapi berita bagus tuh kalo kamu udah selesai dengan PR Matematika yang seperti jarum neraka itu. Besok bisa dong teman sebangkumu ini terselamatkan dari hukumannya Pak Duta?”

“Nova, kamu sadar ga sih, selain lebay, kamu itu kalo ngomong ga pake titik koma?”

“Sadar kok. Tapi kan elu doang yang protes. Baidewei, tumben nih kamu pake acara setres segala ngerjain PR?”
Acha menghela nafas. Tiba-tiba saja dia jadi ragu untuk bercerita kepada Nova. Acha memang sebangku dengan Nova semenjak kelas X kemarin, sehingga sudah tahu benar betapa cerewetnya Nova. Tapi bagaimanapun juga, walaupun cerewetnya mengalahkan petasan cabe rawit yang berpadu dengan mercon, dia betul-betul teman sejati bagi Acha.

“Eh, tapi lu jangan ribut dan mikir yang macem-macem dulu ya, apalagi pake siaran berita segala.”

“Hah? Tapi kan aku punya reputasi yang harus dijaga sebagai sumber gosip terpercaya. Hehehehe… Tapi demi sahabatku tersayang ini, apa sih yang enggak… Come on honey, ceritakan padaku apa yang tengah mengganggu jalan pikiranmu”
Acha tersenyum. Inilah yang dia suka dari Nova, Nova selalu bisa membuat dia tertawa.

“Umm…Nov, kamu kenal sama anak-anak kelas XI-IPA2 ga?”

“Duh, pliiiiis dong ah Cha. Nova gitu lhooo… Salah satu tujuan gua ikut ekskul dance dan vokal grup kan supaya bisa kenal sama orang dari berbagai kelas plus gosip dan info faktual terbaru tentang merekaaa… XI-IPA2 ya? Yang mana? Obiet yang Ketua PMR itu? Anaknya lumayan manis sih, tapi kalo diajakin ngomong, jawabannya pendek-pendek melulu. Atau jangan-jangan si Cakka ya, yang jadi gitaris band sekolah kita? Aaaaahhhh….!!! Elu naksir Cakka ya Cha? Jangaaaann… Kau akan membuatku patah hatiiiii… Eh, tapi gapapa ding. Kalo Cakka pacaran sama kamu sih aku rela kok, tapi kalo aku boleh jujur, kalian bakal rada njomplang. Lo berdua emang sama-sama putih sih.. Tapi kan Cakka tinggi, sementara lo yang kurus gitu tingginya aja paling sebahunya Cakka doang…”
Acha menepuk kepala. Satu kalimat pendek dari Acha dibalas dengan ribuan informasi ga penting dari Nova.

“Yeee… Nuduh. Bukan.”

“Terus? Yang mana dong? Atau maksud kamu ceweknya? Aku sih yang kenal banget sama si Keke doang, sama-sama di vokal grup soalnya.”

“Umm…. Kalo sama Ozy, kamu kenal ga?”

“Hah? Ozy? Ya jelas kenal laaaahhhh… Anak itu kan senyumnya maniiiiis banget. Kamu pikir selama ini kalo aku ke kantin bareng kamu ngapain coba aku senyum-senyum ga jelas pas ngelewatin kelas XI-IPA2? Ya biar bisa berbalas senyum dengan Ozy doooonggg… Kenapa? Kenapa? Kamu naksirnya sama Ozy ya? COCOK! Huhuuuuuiiiii… Akhirnya sobat gua bisa naksir cowok! Gua selama ini sempet rada curiga sama elo Cha, habis kalo ditanya siapa cowok yang menurut elo cakep, masa jawaban lo Simba ? Alhamdulillah Ya Allah, terima kasih sudah menunjukkan jalan yang benar pada sahabat hamba ini….”
Acha tiba-tiba merasa menyesal bercerita pada Nova. Tapi sudah kepalang tanggung.

“Eh, siapa bilang? Enggak kok! Gua cuma pengen cerita kalo tadi gua ketemu sama dia di toko kaset”

“Kalo ga naksir, ngapain lu cerita segala? Kan sering kita ketemu sama temen kita di luar sekolah. Kata Deva aja kemaren dia ketemu elu lagi makan sama Olivia di mall, lu ga ada cerita ke gua. Sekarang ga ada angin barat timur utara selatan, tiba-tiba elu ceritaaa… Hayoooo… Kenapa tuuuhhh… Lagian kalo naksir juga ga papa kok. Setau gua Ozy belum punya cewek kok.”
Jantung Acha tiba-tiba berdegup kencang. Dan tanpa sadar, Acha langsung bertanya:

“Eh, beneran dia belum punya cewek?”

“NAH! TUH KAN! Kalo lu ga naksir, ngapain lu jadi semangat gitu nanyain statusnya Ozy??? Beneran. Di Facebooknya dia juga kan status dia single. Tapi dia emang baek gitu kok sama semua orang, termasuk sama semua-mua-mua cewek yang ada di sekolah. Ramaaah banget. Dia senyum terus sama semua orang. Bahkan kabarnya nih, lu tau Kak Dea kan? Dia cuma bisa ramah sama Ozy doang… “

“Oh gitu? Masak sih?” Acha semakin tertarik mendengar cerita Nova.

“Iyaaa… Tapi kayaknya itu faktor keturunan kali yaaa… Lu tau dong sama Kak
Gabriel? Pasti kenal kan? Temennya Kak Rio juga kan? Nah, Ozy itu adeknya Gabriel. Lu tau sendiri lah Kak Gabriel ramahnya gimana. Sampe dipilih sebagai Senior paling baik hati selama 2 kali MOS berturut-turut! Duh, coba aja Kak Gabriel belum pacaran sama Kak Ify, gua udah ngejar-ngejar dieeee…”

“Nov, fokus Nov. Kita tadi lagi ngomongin Ozy. Kok jadinya malah ngebahas Kak Gabriel sih?”

“Eh, iya… Muaaph… Kenapa… kenapaaaaa… Jadi kau bertemu dengan Ozy nih tadi siang?”

“Ya gitu deh…”, Acha menceritakan kembali kejadian tadi siang pada Nova, diselingi Nova yang tertawa terbahak-bahak mendengar betapa gugupnya Acha hanya karena disenyumin Ozy.

“Jadi gitu Nov… Dan ga tau kenapa, sampe malem ini aku jadi keinget Ozy melulu nih…”

“Itu….. Tandanya…… KAMUNAKSIRDIA!!!”

“Novaaaa…!!! Ah, udah ah… Capek gua lu ledekin mulu. Udah dulu ya Nov.”

“Yah Chaaaaa… Kok udahan siiiihhh… Kan gua masih pengen tau gimana perasaan sobat gua yang baru pertama kali ini tertusuk panah asmaraaaa…”

“HEH! Awas lu ya, ga usah cerita sama siapa-siapa!!! Udah ah, gua ngantuk. Sampai ketemu besok di sekolah ya Nov…”

“Oke deeeehhh… Baibai cintaaaaa…. “ sahut Nova dengan gaya lebaynya yang khas sebelum menutup telfon.
Acha meletakkan handphonenya di samping bantal. Perasaannya sedikit lega setelah
berbicara dengan sahabatnya. Tiba-tiba handphonenya berdering lagi, nama Nova berkedap-kedip di layar. Dengan terburu-buru Acha mengangkatnya, siapa tahu ada informasi lain tentang Ozy yang belum tersampaikan oleh Nova.

“Ya Nov??”

“Cha, ntar gua lupa. Besok lo pagian dikit ya datengnya, bawain gua PR yang dari Pak Duta itu tadi. Jangan lupa ye Mpokk… Harga diri teman sebangku lo ini ditentukan oleh PR itu niihh… Dadaaaahhh…”
Belum sempat Acha menjawab, Nova sudah memutuskan sambungan. Acha dengan kesal melemparkan handphonenya ke sebelah bantal, dan merebahkan kepalanya. Tapi sebentar saja, kekesalannya pada Nova sudah pupus, tergantikan bayangan kejadian tadi siang.
Tanpa sadar, dia tersenyum sendiri mengingat kata-kata Nova tadi, bahwa Ozy belum punya pacar. Dan Acha pun tertidur dalam keadaan tersenyum.

***

Ozy berbaring menatap langit-langit kamarnya. Kedua tangannya mengalasi kepalanya. Ada seraut wajah manis yang seakan terukir di langit-langit kamar. Wajah manis berponi dengan buntut kuda yang seakan menari-nari setiap pemilik rambut indah itu menggerak-gerakkan kepalanya. Ozy tersenyum sendiri… sampai tiba-tiba sebuah penghapus karet menghantam hidungnya.

“ADUH!” Ozy sontak terduduk dan mengusap-usap hidungnya, sementara Gabriel tertawa nyaring di samping meja belajar. “Kak Iyel ini apa-apaan siiihhh… Ganggu, tau ga!” Ozy balik melemparkan guling ke arah Gabriel, yang dengan mudah ditangkis oleh Gabriel.

“Ganggu apaan? Wong kamu lagi ga ngapa-ngapain kok Zy…”

“Ganggu orang lagi mikir!!!”

“Mikirin apaan? Mikirin soal Fisika? Ini aja yang di atas meja ini belum kamu selesaikan. Lagian mikirin apa sih kamu sebegitunya sampe aku masuk aja kamu ga denger…” sahut Gabriel sambil duduk di kursi di depan meja belajar Ozy.

“Ah… Susah ngomong sama orang sok tau. Kak Iyel mau ngapain? Mau pergi ya?” sahut Ozy melihat Gabriel yang sudah berpakaian rapi. Gabriel terlihat semakin tinggi dalam kemeja garis-garisnya. Ozy mengeluh dalam hati, kenapa gen yang mengatur tinggi badan sepertinya terkonsentrasi pada kakaknya ya?

“Iya, gua mau nonton sama Ify. Dia pengen nonton Percy Jackson katanya. Jadi yaaa… Secara gua adalah pacar yang baik, ya gua temanilah dia menonton malam ini.” Gabriel mengusap rambut ikalnya.

“Terus kesini mau ngapain? Nyari kunci motor? Tuh, di paku samping pintu…” tunjuk
Ozy.

“Seeeeppp…. Tapi Zy…”

“Apalagi? Bensin? Udah gua isi kok habis gua pake tadi.”

“Enggak. Lu belum jawab pertanyaan gua tadi. Lu lagi mikir apaan sih?” kata Gabriel
Belum sempat Ozy menjawab, Gabriel mengangkat tas plastik transparan berisikan CD Hijau Daun yang baru dibeli Ozy tadi siang sambil berseru, “Ya ampun Zy… Lu sebegitu ngefansnya kah sama Hijau Daun sampai-sampai lu punya DUA CD mereka?”
Ozy langsung meloncat dan merebut tas itu dari tangan Gabriel. “Heh! Jangan dipegang-pegang! Nanti nilai bersejarahnya rusak!” seru Ozy.
Gabriel mengangkat alis dengan bingung. “Nilai bersejarah apaan? Adakah hubungan antar nilai sejarah CD Hijau Daun ini dengan apa yang kau pikirkan tadi?”

“Ada deeeehhh…” sahut Ozy sambil menyimpan plastik tadi di bawah bantalnya. Pada saat itu, terdengar dering handphone milik Gabriel.

“Ya udah deh. Terserah. Kalo akhirnya lu memutuskan untuk cerita, cerita aja nanti. Tapi sekarang, gua cabut dulu ya… Si cantik sudah memanggil…” kata Gabriel sambil meraih handphonenya dan melangkah keluar.

“Ya deh… Sanaaa… Salam buat Kak Ify ya…” seru Ozy pada Gabriel. Gabriel tidak lagi menyahut karena sudah berbicara dengan Ify lewat handphone, Gabriel hanya melambai ga jelas pada Ozy. Sekilas Ozy masih mendengar suara Gabriel samar-samat berbicara: “Iya Fy… Ni baru mau berangkat, tadi habis nyari kunci motor dulu. Aku ga bakalan telat kok…”.
Ozy kembali membanting dirinya ke atas kasur. Sambil berbaring Ozy merogoh ke bawah bantalnya, mengeluarkan CD yang dibelinya tadi. Sambil tersenyum-senyum sendiri, Ozy mendekap CD itu sambil membayangkan wajah manis Acha. Ozy tidak tahu, bahwa beberapa kilometer dari sana, seorang Acha pun tengah terlelap sambil menyimpan senyum membayangkan raut wajah Ozy yang sedang tertawa…

***

Utami Irawati
PS Kimia FMIPA Unlam
>+62-81351396681
utami_irawati@yahoo.co.uk
@utamiirawati

Tidak ada komentar: